Chapter 2

124 17 0
                                    

"Hiksss...." Seorang gadis kecil berpipi chuby menangis. Dia terjatuh dari ayunan.

"Kamu gak apa-apa, Pril?" tanya anak laki-laki yang bernama El pada April. Dia berjongkok di hadapan gadis kecil itu.

"Sakiiit...," rengeknya manja dengan air mata yang semakin deras.

"Mana yang sakit?"

April kecil menunjukkan luka di lututnya yang berdarah.

"Aku panggil bu guru ya, biar diobatin lukanya."

April menggeleng. "Gak mau ah takut."

"Nanti luka kamu infeksi lho."

"Aku gak mau...," tangis April makin kencang.

"Nanti aku beliin es krim deh kalo kamu mau diobatin," rayu El.

April menggeleng.

"Kalo boneka Doraemon gimana?"

April menggeleng lagi.

"Kalo aku ajakin naik odong-odong mau gak?"

"Gak mau!"

El berpikir. Dia bingung harus pakai cara apalagi untuk merayu April yang keras kepala agar mau diobati lukanya oleh guru. Jika tidak, luka itu akan infeksi dan meninggalkan bekas.

"Kalo jadi pacar aku mau gak?"

April menyeka air matanya yang dalam beberapa detik saja mata itu sudah berubah berbinar senang. "Benarkah?"

El mengangguk. "Tapi harus mau diobatin dulu sama bu guru."

April memanyunkan bibirnya. Dia lipat tangannya di depan dada.

"Mau ya, Pril? Nanti kita main mama-papa lagi."

"Tapi sampai besar ya, main mama-papanya?"

"Ia, nanti kalo kita besar, kita nikah."

"Ayuk ke bu guru...." April semangat menarik tangan El menuju ruang guru untuk diobati lukanya.

"Busetdah nih cewek ditanya malah ngelamun." Nail memencet hidung April.

"Awww...!" ringis April. Dia kesal karena Nail telah melakukan itu, dan juga membangunkan dari kenangan masa kecilnya. "Apaan sih lo?!"

"Jadi rencana kita apa?" saat ini mereka sedang makan bakso di Bakso Malang Karapitan yang bersebrangan dengan Bandung Indah Plasa.

"Gue lagi blank Nail." April memangku wajahnya dengan tangan kiri.

"Terus ngapain lo ngajak gue ke sini?"

"Buat traktir gue." April nyengir memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

"Gue pulang." Nail bangkit, tapi tiba-tiba April menangis.

Jiah... cewek gila ini kenapa nangis padahal gue nggak ngelakuin kesalahan apa pun.

"Lo mah tega sama gue."

Nail duduk kembali. Dia malu karena pengunjung lain memerhatikan mereka. "Gue tega apa sama lo?"

"Lo mau pergi sebelum bayar ini semua, kan tega tuh namanya." April memberikan bill-nya pada Nail.

Nail terbelalak. Dasar perempuan gila. Dia kira April menangis karena masalah apa, ternyata hanya karena sebuah bill. Tanpa banyak bicara, Nail mengeluarkan dompet dari saku celananya, mengambil tiga lembar uang seratus ribuan, dan memanggil pelayan.

"Kembaliannya ambil aja, Mas."

Setelah mengucapkan terima kasih, pelayan itu pergi.

"Satu lagi," kata April menahan kepergian Nail.

Nail mengernyitkan alis.

"Anterin gue pulang karna ini bagian dari syarat."

"Ogah banget, lo kan bawa mobil sendiri," tolak Nail.

"Ntar gue suruh sopir buat pulang duluan."

"Tetep gue gak mau nganterin lo."

April menatap tajam Nail. "Lo mau cepat terbebas dari gue nggak?"

"Itu yang gue harapkan."

"Kalo gitu lo nurut aja perintah gue. Ayuk...!" April menarik tangan Nail.

Deg. Jantung Nail kembali berdetak kencang. Dia bingung dengan dirinya sendiri, kenapa jantungnya selalu berdetak cepat jika bersentuhan dengan April? Apakah dia mulai menyukai perempuan gila itu? No way! Tolak Nail terhadap perasaannya pada April.

--- ALDP ---

Aku mau cerita dulu dikit soal ide cerita Antara London dan Paris ini. Story ni terinspirasi dari murid TK aku, Fandi dan juga Rubeina,, mereka berusia 4 tahun, tapi udah saling menyukai dan pacaran. Suka ngakak kalo liat Fandi gi liatin Rubeina,, ada tatapan suka di matanya.

Aku: "Kang... Suka ma Chacha ya?"

Fandi: "Iya bu guru"
(Sambil senyum2 gitu jawabnya)

Aku: "Kenapa suka Chacha?"

Fandi: "Cantik bu chachanya."

Aku: "Terus kakang tau suka itu apa?"

Fandi: dia cuma senyum gak jawab pertanyaannya tapi jari tangannya dibikin love gitu.

Ha3... Aku ngakak dalam hati, tapi karna aku guru jadi mesti ngasih pengertian ke mereka kalo mereka tu masih kecil n gak boleh pacar-pacaran. Kalo sayang ke temen gak apa-apa, tapi dasar anak kecil mereka tetep aja kalo ditanya pacaranya sapa, langsung deh masing-masing jawab Fandi dan Rubeina.

Jangan lupa vote, saran n kritiknya y... Bisa meureun :)

Antara London Dan ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang