Chapter 6

320 29 7
                                    

Nail membelalakkan matanya, jantungnya seakan berhenti berdetak dengan ulah April. Ini pertama kalinya dia dicium oleh seorang perempuan.

"Masih sakit?" April bertanya karena dilihatnya Nail yang terdiam.

Cup. April kembali mencium Nail, kali ini sudut bibir Nail yang berdarah dia cium, dan itu membuat jantung Nail berdetak semakin cepat. Ada aliran hangat yang menyusup ke hatinya. Dia deg-degan bercampur bahagia.

"Maafin gue ya, Nail." April memeluk Nail. Dia menangis di dada Nail, yang bergemuruh merasakan gejolak yang dia sendiri tak tahu itu apa.

Sudah beberapa menit berlalu April memeluk Nail, akhirnya gadis itu melepaskan pelukannya dan melihat Nail yang terdiam seperti patung. "Halooo...!" April melambaikan tangan di depan wajah Nail. "Lo kenapa? Lo gak apa-apa, kan?"

"Soal lo nyium gue?"

"Ciuman?" April mengernyitkan alis bingung. "Mang siapa yang nyium lo?"

"Itu...." Nail menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ternyata ciuman tadi hanya khayalannya saja. Tunggu... kenapa dia bisa membayangkan dicium oleh April. Nail bertanya pada dirinya sendiri. Sungguh dia tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan dirinya. Dia kembali mengingat kejadian yang sebenarnya.

"Lo gak apa-apa Nail?" April mengusap bibir Nail yang berdarah.

"Sssshhh...!" Nail meringis menjauhkan wajahnya dari tangan April.

"Maaf." April merasa bersalah. "Ini gara-gara gue. Sakit?"

Nail mengangguk.

"Maafin gue ya, Nail." April memeluk Nail. Dia menangis di dada Nail yang bergemuruh merasakan gejolak yang dia sendiri tak tahu itu apa.

"Jangan bilang lo ngekhayalin gue cium buat nyembuhin luka lo itu?" selidik April mencari kebenaran di sorot mata Nail.

Nail membuang muka ke arah lain. Dia tidak mau April tahu kalau dugaannya memang benar adanya.

"Jangan harap gue bakal cium lo, ya!"

Nail menatap tajam April. Deg. Mata bisa saja berbohong, tapi jantung tidak, ada detakan yang begitu kencang sedang bergemuruh dalam dada Nail saat memandang April. "Lo pikir gue mau ciuman sama lo?! Gue juga ogah ciuman sama cewek gila kayak lo!" Nail bangkit.

"Baguslah kalo gitu." April ikut bangkit. Dia menepuk dress-nya dari debu. "Bye." April berjalan meninggalkan Nail yang masih kesal padanya.

Damn...! Nail mengejar April. "Gue anterin lo pulang," ucap Nail yang kini berjalan beriringan dengan April. Walau bagaimana pun April seorang perempuan, dia tidak mau terjadi apa-apa dengannya, dan Nail merasa bertanggungjawab atas keselamatan gadis itu.

April menghentikan langkahnya. Dia menyilangkan tangan di dada dan menatap Nail. "Lo gak sarap beneran, kan?"

Nail menatap tajam April. "Gue sarap kalo ngebiarin lo pulang sendiri!" dia menarik tangan April menuju mobilnya, tak memedulikan protes gadis itu yang tak mau diantar pulang olehnya.

"Bisa romantis dikit gak sih lo jadi cowok?! Lembut kek, manis kek, ato perlakuin gue kayak princess," sewot April saat Nail membuka pintu mobil, mendudukan gadis itu dengan kasar kemudian dia mengitari mobilnya membuka pintu, dan duduk di kursi kemudi.

"Lo denger gue nggak sih?!" kesal April karena Nail tak memedulikan pertanyaannya, dia malah menghidupkan mesin mobil.

Nail memutar kembali kunci mobilnya. Dia mematikan mobil lalu menatap April dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Antara London Dan ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang