Chapter 11

81 12 0
                                    

Setelah kejadian itu, April kembali jatuh sakit, dan ini sudah tiga hari, tapi demamnya tidak kunjung sembuh.

"Mau sampai kapan kamu kayak gini Pril?"

April membuka matanya, didapatinya El sedang berdiri memandang balkon yang terbuka. Di sana dia melihat begitu banyak bunga mawar merah yang tersusun rapi di dalam pot.

"Sejak kapan balkon kamu jadi taman mawar?"

Ada semburat merah yang muncul di wajah April yang putih. Bunga itu adalah pemberian dari Nail sewaktu dia sakit. Setelah sembuh, dia bersama mbok Jum menanam mawar-mawar itu di balkon kamarnya. Entah kenapa dia melakukan itu. April bangkit duduk di kepala ranjang.

Nail. Tiba-tiba terbersit rasa rindu di hati April untuk lelaki itu.

Sementara El sedang berjalan mendekat ke arah balkon. Dia merasa aneh karena tiap pot bunga itu memiliki jumlah tangkai bunga yang berbeda. Pot pertama ada enam tangkai mawar merah; pot kedua ada satu tangkai mawar merah; pot ketiga ada dua tangkai merah; pot keempat ada tiga tangkai mawar merah; pot kelima ada dua belas tangkai mawar merah; pot keenam ada dua puluh empat tangkai mawar merah; dan pot terakhir dan paling besar ada lima puluh tangkai mawar merah.

"Kenapa tiap pot berbeda jumlahnya?" tanya El yang sudah ada di hadapan April, yang sontak kaget dan tersadar dari lamunannya karena sedang memikirkan Nail.

"Aku nggak tau kenapa Nail ngasih aku bunga yang selalu berbeda jumlahnya waktu dia dateng jenguk aku."

"Jadi itu dari Nail?" El mengambil bantal duduk berbentuk Doraemon lalu dia duduk di hadapan April, yang mengangguk lalu menundukkan kepalanya malu.

"Kamu suka Nail?"

April menengadahkan kepala menatap El. "Aku suka Nail? Nggak mungkin." April menyangkal perasaanya. Dia menggelengkan kepala.

"Kalo kamu gak suka dia, ngapain bunga dari dia kamu simpen sampai dijadiin taman kayak gitu?"

"Itu...," April tak bisa menjawab. Dia menundukkan kembali kepalanya dan memainkan jemarinya.

"Itu bukan hanya sekedar suka, tapi cinta namanya."

April membelalak mendengar perkataan El. Ini tidak mungkin terjadi. Dia tak mungkin mencintai lelaki kasar, tak romantis, selalu berdebat dengannya, dan dingin seperti Nail. Baginya cinta adalah El. "Bukan!" sanggah April. "Aku nggak cinta dia. Aku cuma kasian aja sama bunga-bunga itu kalo aku buang."

"Terus ke mana bunga Lili kesukaan kamu yang aku kasih saat kamu sakit?"

"Itu...," lagi-lagi April tak bisa menjawab pertanyaan El.

"Kamu buang?"

"Bukan aku yang buang, tapi Mbok Jum."

"Kenapa nggak masukin pot terus kamu rawat kayak bunga Mawar itu?" El menunjuk bunga mawar di taman.

"Itu..."

"Itu karna kamu nggak cinta aku."

"Aku cinta kamu, El sejak kecil sampe sekarang." April menggenggam tangan El. Air matanya keluar.

El menghembuskan napas berat. "Denger Pril." El menyeka air mata April. Dia mengelus lembut pipinya. "Kamu salah Pril." Kini tangan El mengelus rambut April. "Yang kamu pikir cinta itu bukanlah cinta, tapi perasaan takut kehilangan aku."

April menatap El tak percaya. Kenapa El bisa mengatakan kalau perasaan yang dia punya untuk lelaki itu bukanlah cinta, tapi hanya rasa takut kehilangannya. Omong kosong. Saat April akan membuka mulutnya untuk protes, El sudah mendahuluinya mengucapkan kata.

Antara London Dan ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang