Chapter 9

78 10 0
                                    

Setiap hari sepulang kuliah, Nail selalu menjenguk April dengan membawa buah-buahan, camilan, boneka Doraemon, dan bunga mawar yang setiap harinya berbeda jumlahnya.

Di hari pertama Nail menjenguk April, dia membawa enam tangkai mawar merah; hari kedua dia membawa satu tangkai mawar merah; hari ketiga dia membawa dua tangkai merah; hari keempat, dia membawa tiga tangkai mawar merah; hari kelima dia membawa dua belas tangkai mawar merah; hari keenam, dia membawa dua puluh empat tangkai mawar merah, dan hari ini dia membawa sebuket mawar merah berisi lima puluh tangkai, tapi entah kenapa sudah satu minggu ini gadis itu masih sakit, badannya semakin melemah, padahal dokter bilang kalau April sudah sembuh.

"Gimana kabar lo?" tanya Nail pada April yang sedang berbaring.

"Gue sakit hati Nail," jawab April setiap Nail menanyakan kabar tentangnya, dan itu membuat hati Nail berdenyut sakit.

Nail duduk di samping ranjang dekat April. "Nih buat lo." Nail memberikan sebuket bunga mawar merah.

"Banyak banget." April mencoba bangun dari tidurnya.

Nail membantu membaringkan April di kepala ranjang dengan bantal sebagai sandarannya.

Setelah menemukan posisi yang nyaman, April mencium bunga mawar itu. "Kenapa lo jadi baik sama gue?"

Nail mengusap tengkuknya, dia bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin dia mengatakan pada April kalau dia mencintainya.

"Pasti karna lo pacar pura-pura gue, ya?" Perkataan April membuat Nail semakin bingung.

"Eh."

"Coba El yang baik sama gue, pasti hidup gue bakalan bahagia."

Nail harus menahan nyeri di dadanya setiap mendengar perkataan April tentang El. Mungkin pepatah itu benar; cinta membiarkan orang yang kita cintai bahagia dengan orang lain. Walaupun pepatah itu sangat menyakitkan, tapi membahagiakan orang yang kita cintai adalah bagian dari pengorbanan cinta.

"Gue mau lo sembuh Pril." Nail menggenggam tangan kiri April yang bebas tidak sedang memegang bunga.

"Gue hanya mau El, Nail."

Nail melepaskan genggamannya. Sekeras apa pun dia membuat April jatuh cinta padanya, hati gadis itu takkan pernah terbuka untuknya. Hanya El yang April cintai bukan dirinya. Detik itu juga, dengan menahan semua sakit yang menghujam jantungnya, Nail memutuskan untuk membuat April bahagia bersama El walaupun dia akan mengorbankan Marsha dan hatinya.

Sepulangnya dari rumah April, Nail mampir ke rumah El, yang kebetulan pemuda itu baru keluar dari pintu rumahnya.

"Whats up bro?" Nail dan El saling menyapa seraya berangkulan dan bersalaman.

"Mau kemana lo?" tanya Nail.

"Nemenin April."

"Boleh gue bicara sama lo?" wajah Nail serius.

El menyuruh Nail untuk mengikutinya duduk di kursi besi depan taman bunga milik Maya.

"Lo ada masalah?" El melihat Nail berubah. Wajah pemuda itu lebih pemurung.

"Gue tau penyebab sakitnya April yang gak sembuh-sembuh."

"Maksud lo?" El mulai cemas.

"Lo."

El terperangah saat Nail menunjuk dirinya. "Maksud lo apa? Gue gak ngerti."

"Dia cinta lo."

Tubuh El terdorong ke belakang. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Nail. Itu tidak mungkin. "Nggak mungkin. Gue sama dia itu kayak adik-kakak, jadi gak mungkin dia cinta gue." El menggelengkan kepala. Bagaimana bisa April yang dianggapnya adik mencintai dirinya. Sungguh tak pernah terlintas sedikit pun dalam pikiran El.

Antara London Dan ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang