Cinta Skizofrenia

Basic Trouble

Di era modern ini rasanya kita semua gak bisa hidup tanpa adanya internet. Sama halnya dengan gue. Gue suka main jejaring sosial. Mulai dari Facebook, Twitter, sampai Instagram. Tapi karena beberapa jejaring sosial tersebut suda sangat umum, gue pun mulai mencari sesuatu yang baru. Dan pada akhirnya gue mulai mencoba satu jejaring sosial bernama Badoo. Ada yang baru dari badoo dimana para penggunanya bisa berinteraksi dengan pengguna yang lain berdasarkan daerah yang sama. Lagi, di badoo juga kita bisa menemukan gebetan yang punya hobi yang sama dengan kita.

Badoo juga memberikan beberapa pengalaman bagi gue dalam menjalin asmara. Gue bertemu Gita. Seorang cewek yang mencari arti sesungguhnya dari cinta, yaitu mau menerima apa adanya, bukan ada apanya.

Di badoo, bila kita hendak mengajak orang untuk chat kita harus meminta izin terlebih dahulu. Waktu itu Gita meminta izin untuk chating sama gue. Sebelum gue menerima ijinnya gue terlebih dahulu ngeliat profile doi. Ini untuk mewanti-wanti bila yang menggunakan profilenya adalah alien dari planet Merkurius, karena di badoo juga banyak user yang mencari pasangan sejenis, dan gue gak mau kembali ke masa lalu kelam. Bah?

Avatar Gita menggunakan gambar kartun, tapi bukan kartun Hentai. Lebih ke sejenis Manga, dan gue sama sekali gak peduli. Aman. Bagi gue saat itu kalau hanya pengen ngobrol ya kenapa gak? Apalagi gue juga lagi kehilangan ide untuk nulis buku ini. Tapi yang jadi kendala, gue punya banyak waktu untuk main badoo. Waktu gue juga terbagi antara kerjaan, ngamen, dan menulis.

Dalam percakapan kami kala itu, Gita mengatakan kalau doi adalah tulang punggung keluarga dan bekerja sebagai waiters di salah satu restoran makanan cepat saji. Umur Gita juga lebih tua dari gue, 28 tahun. Itu sebabnya doi juga punya beban yang begitu banyak. Dari kedekatan kami selama chat di badoo, doi juga mengatakan kalau statusnya masih sendiri. Sebenarnya gue juga kurang yakin kalau doi sendiri, karena umur jomblo seorang cewek biasanya paling lama seminggu. Karena kaum hawa pasti punya waiting list, Mengingat para cowok jomblo suka nguber-nguber cewek yang bahkan sudah punya pacar sekalipun.

"Aku masih sendiri kok Rea. Gak ada yang mau sama aku. Aku miskin dan jelek." Alasan Gita ke gue.

Kedekatan kami sampai pada titik ketemuan. Gue yang saat itu masih bekerja sebagai front officer perusahaan swasta mengajaknya ketemuan di depan kantor gue. Janjian jam sebelas siang. Pas jam makan siang.

"Rea aku udah didepan kerjaan kamu nih, kamu dimana? Buruan keluar ya."

"Okeh. Disamping kantor gue ada KFC, kamu tungguin ajah didalam ya, kita sekalian makan siang."

Sesuai dengan yang dijanjikan, kami pun bertemu. Dalam pikiran gue saat itu Gita adalah gadis biasa dan (mungkin) mengendarai motor. Setelah sampai di depan KFC, gue lihat gak ada sapa-sapa. Yang ada hanya motor dan mobil Honda jazz berwarna biru. Gue nelfon Gita. Kata Gita dia diantara mobil biru dan motor. Tapi gue sama sekali gak nemuin bangke seorang cewek disitu. Gue nelfon Gita lagi, gue marah karena gue kira dia ngerjain gue.

Tiba-tiba kaca mobil biru kebukak. Gue noleh ke arah mobil tersebut. Nongol kepala cewek yang terlihat elegant. Kemungkinan berumur tiga puluh tahunan. Rambut di cat ala sexy dancer. Muka putih bersih, terbiasa kena AC mungkin. Sementara muka gue hitam kusut banyak bekas jerawat, terbiasa berjemur di lampu merah jualan rokok ketengan. Si cewek ngelihatin gue dari atas ampe bawah. Gue cuek, masih mencari-cari keberadaan Gita. Pas gue mau gerak balik ke kantor karena putus-asa, cewek tadi da-da-in gue. Gue ngelirik heran, gue gak pernah terima bookingan di tempat umum.

*Plak* (Digampar)

"Kamu Rea?" tanya sosok tak dikenal itu.

Gue gak yakin mau melakukan transaksi jual tubuh di depan KFC, gue cuekin. Gue jalan ke kantor.