Chapter 3 : Between

120 10 1
                                    

"Kamu gak mau balik sama Dhamar?"

Shit! Pertanyaan apa itu. "Ngapain?"

"Lo kayak kepikiran terus tiap kali anak-anak mbahas Dhamar. Lo masih suka dia?" tanya Farnan hati-hati.

"Gue kan udah bilang ke lo. Hubungan gue sama dia itu boong doang. Kenapa lo ungkit terus sih" geramku.

"Oke, kalau emang bener lo udah ngelupain dia. Lo harus bisa maafin dia" tambah Farnan.

"Maksud lo?"

"Lo harus baikan sama dia" ujar Farnan penuh penekanan.

"Harus?"

"Iya harus. Tukang bawel" ejek Farnan sambil nahan ketawa.

"Lo kok jadi kayak Teo sih, nyebelin" balas gue sambil mukul-mukul dia.

"So pasti, gue kan secara sahabatnya Teo"

"Bawel lo ah" aku gue sambil cemberut.

"Yee, jangan ngambek dong Miss Bawel 2014. Kan jadi luntur tuh," ucapnya.

"Apanya?" tanyaku masih sebal.

"Bawelnya" jawab Farnan sambil ngakak parah.

"Ih, nyebelin banget sih lo" balas gue sambil njitak kepalanya.

"Aduh, maaf deh. Hahaha" ucapnya masih sambil ngakak.

Emang lucu banget ya kalau gue ngambek gitu, batinku.

-

"Nay!" teriakku di dekat kelasnya Naya.

"Apaan sih? Pake acara teriak segala. Kelas orang tau!" geram Naya sambil tutup telinga.

"Farnan nyuruh gue baikan sama Dhamar" ungkap gue.

"Hah, balikan?!" teriak Naya gak kalah keras sama gue tadi.

"Baikan! Bukan balikan!" balasku gak kalah keras. "Gimana nih, gue harus ngapain?"

"Ya, minimal lo sapa dia kek, atau balas sapaan atau omongannya dia ke lo. Gampang kan"

Saran bagus!

"But by the way, kenapa lo ndengerin Farnan sih? Emang dia siapanya lo?"

"Iya juga sih, gue gak tahu. Mungkin karena gue rasa, dia ada benernya juga. Kejam banget kan kalo gue ngacang dia terus" jelas gue.

"Iya juga sih, lo bener. By the way, gue laper nih. Lo traktir ya Al" ungkap Naya dengan gaya megang perut kek orang sakit.

"Ye, lo mah ada maunya. Iya gue taktir, jangan mahal-mahal lho" balas gue.

"Oke deh boss!" sahut Naya pake semangat 45.

-

"Al" panggil si tukang ngomong, Teo.

"Napa?" balas gue. Singkat.

"Kok lo gitu amat sih sama gue" Teo ngambek.

"Iya deh gue ganti, apaan si tukang ngomong Mas Teo?" dengan nada yang dibuat-buat.

"Gue mau tanya nomer 14 mbak, gak tau caranya" tiru Teo sama kayak nada gue tadi.

"Ih, jijik tau gak" respon gue sambil meringis kesakitan gitu.

"Emang lo pikir gue gak jijik gitu denger lo ngomong kayak tadi" balasnya gak kalah jijik ekspresinya.

"Kan sebelah lo orang pinter, tanya dia aja napa gih" sahutku sebal.

"Gue gak pinter" tukas Enji.

"Gak kalo mapel lain, matematika iya kan. Udah sana, kalian sibuk berdua aja lah. Gue masih ngerjain" omelku.

"Masih ngerjain atau sibuk berdua" ejek Teo dengan lirikan yang nyebelin.

"Diem ah! Gue gak bisa konsen" Farnan geram.

"Lo gitu amat sama sahabat lo sih Nan" rayu Teo sambil ketawa gaje.

"Sejak kapan gue punya sahabat bawel kayak lo" balas Farnan. Skak mat.

"Gitu ya...."

Ah, gue gak denger mereka ngomong apa. Gue lagi sibuk sama Rere.

"Al, lo kok bisa deket banget sama Farnan. Kadang sampe dia ketawa ngakak" tanya Rere.

"Ah masa' sih, bukannya dia orangnya emang humoris kek gitu" jawabku heran.

"Nggak, dia itu pendiam banget. Makanya Emma kadang sebel. Lo perantaranya Emma juga kan?" ungkap Rere.

"Iya, eh, lo juga?" tanya gue shock.

"So pasti" jawabnya yakin.

"Wah, kalau gitu lo urus si Emma. Gue urus Vania" balas gue senang.

"Vania? Lo jadi perantaranya?" tanya dia kayak orang shock berat.

"Iya, emang kenapa?"

"Gak apa, berarti lo belum kenal dia" jawab Rere ringan.

Segitunya kah sifat maniak Vania sampe Rere bilang kek gini, pikirku.

***

Gimana nih chapter ini? Gak ada bapernya sama sekali yaa, atau malah gak penting. Lupakan, this is my first story.

Thanks buat yang udah vote di chapter sebelumnya ya

The New PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang