4. Kesiangan

4K 304 14
                                        

Pagi hari pun tiba. Fajar menyingsing dari ufuk Timur, tapi Anya belum bangun juga. Menit demi menit berganti, dan sekarang tepat jam 6.55 pagi.

Suasana kamar Anya sangat hening dan tenang. Tidak ada suara seperti yang biasanya dibuat oleh Anya ketika sedang bersiap-siap pergi ke sekolah. Sepertinya Anya sedang bermimpi indah. Mungkin, memimpikan Nando? Mungkin saja kan?

"ADUH MATI," teriak Anya panik. Dengan cepat Anya mencuci muka, mengganti piamanya dengan seragam sekolah, menyisir rambut, dan turun ke bawah. Ya, Anya terlambat.

"Pagi ma," sapa Anya kepada Lucy, Ibu Anya, sambil terburu-buru.

"Baru mama mau naik ke atas. Tumben baru turun jam segini, dandannya lama ya? Cepetan papa udah mau jalan?" tanya Lucy sambil tersenyum.

"Mending dandan, ini mandi aja enggak! Udah ya aku jalan dulu! Dah, mama!"

Dengan terburu-buru Anya masuk ke dalam mobil dengan dasi dan sepatu hitam yang dibawa di kedua tangannya. Anya mulai gelisah, dia tahu pasti akan terlambat masuk sekolah karena perjalanan memakan waktu 15 menit itu pun jika tidak macet.

Benar saja, di tengah perjalanan jalan mulai agak macet. Anya semakin gelisah, jalanan semakin penuh dan ramai. "Astaga macet banget, bisa sampai jam berapa nih" Anya cemas.

"Pa agak cepetan ya," kata Anya.

"Iya, ini juga lagi macet."

Jam 7.20 pagi Anya sampai di sekolah. Lorong sekolah tampak sepi. Sepertinya semua kelas sudah memulai pelajaran. Anya berlari sekencang-kencangnya. "Aduh dibolehin masuk gak ya? Telatnya lama banget soalnya."

Dengan tangan gemetar Anya mengetuk pintu kelasnya. Anya membuka pintu, perlahan berjalan ke arah meja guru, dan semua murid memperhatikan Anya.

"Pagi Bu Nia, maaf saya terlambat," kata Anya gugup.

"Kamu telat 20 menit ngapain aja kamu? Biasanya gak pernah terlambat," Ibu Nia heran.

"Iya maaf Bu, saya salah."

"Ya sudah, kamu boleh duduk. Kali ini saya maafkan," kata Ibu Nia sambil tersenyum.

Anya berjalan ke tempat duduknya dan duduk di kursinya. Tampak di sampingnya, Rena, teman sebangku Anya tersenyum sambil menahan tawa. Ketika membuka tas, ternyata Anya tidak membawa buku matematika.

"Bu Nia..." Anya mengacungkan tangannya.

Ibu Nia yang sedang menjelaskan melihat ke arah Anya. "Iya, ada apa?"

Dengan sedikit menunduk Anya berkata, "Maaf Bu, saya lupa bawa buku matematika."

"Kenapa bisa nggak bawa?"

"Saya lupa, Bu."

"Ya sudah, lain kali jangan lupa lagi."

Pelajaran pun dilanjutkan. Seperti biasa Ibu Nia menjelaskan materi pembelajaran kemudian menyuruh seluruh murid untuk mencatat dan mengerjakan soal di buku matematika. Awalnya kelas tenang dan kondusif namun pada akhirnya suasana kelas mulai gaduh. Ditambah lagi dengan Nando bersama siswa lainnya yang mulai bercanda dan memberi lelucon satu sama lain. Sesekali Ibu Nia menegur mereka untuk diam dan fokus belajar. Tapi tetap saja Nando dan kawan-kawan pasti akan mulai lagi.

"Anya," panggil Rena.

"Ya, kenapa?" Anya menengok ke samping sambil tangannya tetap menulis catatan di papan tulis.

"Lo kenapa telat?" tanya Rena.

"Gue kesiangan. Gue bangun kira-kira jam 7, udah gitu di jalan macet lagi," jawab Anya dengan wajah kesal.

"Oh emang lu nggak pake alarm?"

"Tau tuh alarm gue nggak bunyi."

Ketika Anya dan Rena sedang ngobrol, Ibu Nia memperhatikan mereka.

"Anya! Rena!" Suara Ibu Nia memenuhi seluruh ruangan. Sontak Anya dan Rena kaget dan langsung diam.

"Ngobrolin apa?" tanya Ibu Nia.

"Itu Bu, Rena nanya kenapa saya terlambat," jawab Anya gugup.

"Hal yang nggak penting aja diobrolin. Udah nggak bawa buku, ngobrol lagi. Dari tadi lho saya perhatikan, kalian asyik ngobrol. Masih mending ngobrolin pelajaran," Ibu Nia mengoceh.

"Iya, maaf Bu," jawab Anya dan Rena.

Anya dan Rena tetap berbicara satu sama lain walaupun sudah dimarahi, tentu dengan berbisik. Sesekali mereka tertawa kecil. Ketika Rena sedang bercerita tentang kejadian konyol masa kecilnya Anya kelepasan tertawa geli dengan kencang.

"Itu siapa yang ketawa?!" kata Ibu Nia dengan marah dan berhenti menulis di papan tulis.

Seluruh kelas memandang ke arah Anya. Rena hanya bisa menunduk memohon supaya Ibu Nia tidak menghukum Anya ataupun dirinya.

"Anya kamu keluar saja! Ibu kan sudah bilang jangan berisik. Kamu juga nggak bawa buku harusnya bisa lebih konsen memperhatikan karena nggak ada buku!" Kelas pun hening. Semuanya masih menatap ke arah Anya.

"Maaf, Bu." Anya hanya bisa menunduk.

"Ya, Ibu maafkan. Tapi kamu tetap harus memperhatikan pelajaran dari luar sampai pelajaran matematika selesai. Silahkan keluar."

Anya kaget dan bingung harus berbuat apa. Akhirnya Anya berdiri dari kursinya lalu berjalan menuju pintu kelas. Anya menyesal atas perbuatannya dan dengan sedih Anya memperhatikan pelajaran dari balik jendela pintu kelas. Diam-diam Nando memperhatikan Anya dari dalam kelas.

*
a/n

MERRY CHRISTMAS!!

Maaf ya updatenya ngaret banget, soalnya pergi terus dan nulisnya cuma bisa sedikit-sedikit. Tanggal 31 nanti juga pergi jadi kayaknya updatenya setelah masuk sekolah lagi.

Sedikit bocoran untuk part selanjutnya, Nando bakalan berusaha deketin Anya. Berhasil atau tidak? Kita lihat nanti!

Terus baca ya guys! Support kalian sangat berarti buat gue. Xoxo.

-25 Desember 2015

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang