9. Kedua

3K 217 3
                                    

"Gimana? Udah ngerti?" tanya Anya kepada Nando.

Nando kaget dan spontan berkata, "Eh? Oh, udah ngerti. Makasih ya, Anya!"

"Iya, sama-sama," jawab Anya sambil tersenyum.

"Kalau kapan-kapan gue nggak ngerti, lu ajarin gue lagi ya! Nggak apa-apa kan?"

"Siap, kapten," jawab Anya sambil tertawa.

"Makasih, Nya... muk," kata Nando membalas ledekan Anya.

"Oke deh, bye Nando!" Anya melambaikan tangannya ke kamera sambil berdiri.

"Eh!"

Anya memasang wajahnya dengan ekspresi bingung.

"Mau kemana?" Anya kembali duduk di kursi belajarnya.

"Lho? Kan belajarnya udah. Gue mau beresin buku," jawab Anya kebingungan.

"Nggak bisa."

Anya sangat bingung. "Kenapa nggak bisa?" pikirnya. Anya bertanya-tanya dalam hati.

"Kita kan temen sekelas, tapi kayak orang nggak kenal. Jadi, ngobrol sebentar ya, gue juga bosen mau ngapain," Nando menjelaskan.

"Tapi gue mau belajar."

"Yaudah, sambil belajar kita ngobrol."

Anya berjalan menuju rak bukunya dan mengambil beberapa buku untuk ia pelajari. "Oke."

Nando mulai membuka topik pembicaraan. Nando menggali semua hal yang bisa ia ketahui tentang Anya, seperti dimana rumahnya, warna kesukaannya, hobinya, talenta, novel favoritnya, sampai jenis bunga apa yang Anya sukai. Meskipun beberapa sudah Nando ketahui, tetapi tetap Nando tanyakan kembali.

Begitu pun Anya, ia juga menanyakan hal-hal yang bisa ia ketahui tentang Nando.

"Nah sekarang, lu pernah suka sama siapa aja?" tanya Nando.

"Hmm... cuma pernah sekali sih sebenernya," jawab Anya sambil berpangku tangan dengan pulpen di tangan kanannya.

"Ternyata Anya yang polos bisa suka sama orang juga," Nando tertawa mendengar perkataan Anya.

"Ih, apaan sih," sahut Anya dingin.

"Emang sama siapa?" Nando penasaran.

"Sama temen lu," jawab Anya sambil mengerjakan sesuatu.

"Siapa?" Nando menatap wajah Anya.

Anya mengangkat kepalanya dan menatap mata Nando dan berkata, "Aaron. Kayaknya dulu SMP banyak yang tau deh soal ini."

Nando sangat heran dan kaget. "Dia bisa deket sama Aaron dari mana coba?" pikirnya. "Hah, serius? Kok bisa?" tanya Nando sambil tersenyum.

"Dulu gue tetanggaan sama dia pas masih SD. Jadinya sempet deket gitu kan, trus suka deh. Aneh banget kan, tapi cuma cinta monyet doang," Anya menjelaskan.

"Oh," kata Nando mengangguk-anggukan kepalanya.

"Mama papa lo kerja apa?" Anya menutup bukunya dan membawa Iphonenya ke tempat tidur.

"Nyokap gue wirausaha," jawab Nando.

"Kalau papa?" tanya Anya sambil membuka ikat rambutnya.

Nando terdiam sejenak. Ia seperti bingung dan gugup. "Oh kalau papa gue ada tugas di luar negeri."

"Wah keren dong!" Anya tersenyum.

"Nggak juga," jawab Nando dingin.

Karena sudah hampir jam 07.30 malam, Anya mengakhiri video call antara ia dan Nando. "Oke deh, udahan dulu ya, Do, gue mau makan dulu."

"Oke, bye Anya!" Nando tersenyum manis sambil melambaikan tangannya.

Anya mematikan video call tersebut. Ya ampun, lama banget vidcallnya, pikir Anya.

Nando terlentang di atas tempat tidurnya. "Makasih, Anya," katanya pada dirinya sendiri.

Nando membuka Iphonenya dan mengetik sebuah pesan kepada teman-temannya.

Cecan Hunter (5)

Nando
Soal yg truth or dare waktu itu batalin aja ya
Gue gk mau maenin perasaan orang
Suruh gue yg lain aja tp jng kyk tadi

Anya dan Nando menjadi lebih dekat, yaitu teman baik.

*
a/n

Kalau bingung, coba baca ulang part "7. Pesan" part ini langsung sambungannya.

Karena senin nanti gue mulai UTS, jadinya gue sengaja updatenya sekarang. Selamat membaca!

-25 Februari 2016

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang