dua minggu kemudian,
"Guys, gue mau cerita," kata Anya sambil duduk di atas karpet putihnya.
Jean bertanya ada apa sambil makan sebuah makanan ringan. Semuanya menengok ke arah Anya.
"Gue lagi deket sama seseorang," kata Anya. Semuanya langsung heboh, tertawa, dan penasaran.
"Siapa? Sumpah gue penasaran," kata Jean sambil tersenyum lebar. Jean sangat senang mendengar teman satunya ini sepertinya akan segera memiliki pacar pertamanya.
Anya menatap tajam wajah satu persatu teman-temannya itu. "Tapi ini rahasia, jangan kasih tau siapa-siapa," kata Anya sambil berbisik.
Jean dan Lauren sudah dapat menebak nama siapa yang akan keluar dari mulut Anya.
"Gue lagi deket sama..." belum juga selesai berbicara, Ami masuk sambil membawa banyak sekali makanan ringan. "Anya, gue minta ya," teriak Ami sambil menutup pintu kamar Anya.
"Cepetan! Anya mau ngomong, penting nih," kata Amanda.
"Lanjutin," kata Lauren dengan wajah serius.
"Gue lagi deket sama... aduh, gue malu sumpah." Anya menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Jean menepuk kaki Anya dan berkata, "Cepetan, udah nggak apa-apa kan kita semua temen lo."
"Oke, gue lagi deket sama Nando."
Semuanya hening, tidak ada yang berkata atau bertanya sesuatu. "Eh, Ami, bagi minum," kata Amanda.
Tiba-tiba Jean berteriak, "Cie Anya! Gue tau lo pasti bakalan suka sama dia!"
"Dari kapan lo deket sama dia?" tanya Amanda penasaran.
Anya mencoba mengingat-ingat kembali. "Kayaknya dari yang waktu itu kita dihukum lah kira-kira," jawab Anya.
"Tiap hari chat?" tanya Amanda sambil mengotak-atik Iphonenya. Anya menjawab pertanyaan Amanda dengan mengangguk-anggukan kepalanya.
"Iya tau deh yang makin deket sama Dion. Yang sebentar lagi jalan sama Dion," kata Jean melirik Amanda sambil tertawa.
Amanda hanya menunduk dan tersipu malu.
Semuanya tertawa lepas melihat Amanda yang pipinya menjadi merah padam.
***
Kelas sangat hening. Semua murid duduk dengan tenang di tempat duduk masing-masing. Mereka sedang ulangan harian.
Anya fokus mengerjakan soal demi soal sambil mendengarkan suara detik jam dinding, karena kelas yang begitu hening.
Meja Anya berada di barisan ke-tiga dari depan dan barisan pertama dari kanan, tepat di samping jendela. Tempat yang sangat nyaman bagi Anya, terutama untuk melihat Nando yang tepat di serong kanan belakangnya.
Sesekali Anya membuka sedikit gorden dan melihat ke luar jendela. Pagi yang indah untuk membuatnya merasa tenang terutama ketika sedang pelajaran maupun ulangan.
Anya menengok ke belakang dan melihat Nando sambil berpangku tangan. Sambil menggenggam sebuah pulpen, Nando tersenyum dan mengangkat ibu jarinya ke arah Anya sambil tersenyum. Ya, Nando mencoba mengatakan bahwa ia bisa mengerjakan soal ulangan.
Tanpa berkata-kata Anya kembali melihat ke depan. Anya tersenyum manis karena melihat Nando. "Syukurlah," katanya dalam hati.
"Semuanya taruh pulpen di atas meja, ulangannya oper ke depan," perintah Ibu Liana.
Semuanya mengoper soal dan lembar jawaban masing-masing ke depan. Ada beberapa yang masih menyocokan jawaban dengan yang lain. "Hei, Ronald, cepat oper ke depan," kata Ibu Liana dari meja guru. Semuanya tertawa dan meledek Ronald.
Ketika mereka sudah memberi salam pada Ibu Liana, Nando menghampiri Anya dan bertanya, "Gimana, tadi bisa nggak?"
Anya hanya tersenyum dan mengangkat ibu jarinya ke depan. Nando membalas senyuman Anya sambil memasukan kedua tangannya di saku celana.
"Anya, gue mau nanya," kata Nando tiba-tiba.
Anya menatap wajah Nando dan bertanya, "Apaan?"
-13 Maret 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare
Teen FictionSemuanya bermula dari game Truth Or Dare. Wanna play? Anya adalah seorang perempuan yang belum merasakan manis dan pahitnya cinta yang sesungguhnya. Tapi seorang laki-laki bernama Nando datang dan mengacaukan hidup Anya dengan mempermainkan perasaan...