(10) Bond

24.4K 1.7K 24
                                    

"Randy bobok ya, udah waktunya jam bobok nih." Malda membelai rambut balita yang berbaring di depannya.

"Lain kali, kalo ada temen kakak yang mau kenalan, Randy harus sopan ya. Jangan sembunyi kayak tadi," nasihat Malda sambil tersenyum kecil.

"Mama, sakit?" tanya Randy tiba-tiba seolah tak mempedulikan ucapan Malda barusan.

Malda sedikit kagum pada Randy yang berhasil menebak perasaannya saat ini.

Ia berusaha tersenyum selembut mungkin sambil menggeleng perlahan.

"Enggak, kok. Kakak gak sakit kalo udah liat Randy yang ganteng ini," ucapnya sembari mencubit kedua pipi Randy membuat yang dicubit tertawa kecil.

"Randy mau kok sama Mama terus, biar Mama gak sering sakit." Randy menatap Malda dengan polos dan penuh harap.

"Jadi, Mama jangan jauh-jauh dari Randy ya?" lanjutnya membuat hati Malda tersentuh.

"Iya. Kakak gak bakal jauh-jauh kok."

"Mama," ralat Randy yang kesekian kalinya.

Jujur, Malda belum terbiasa dengan kata itu.

"Iya-iya. Udah sana bobok dulu," ujar Malda lagi membuat Randy tersenyum.

Ia mulai menguap kecil dan memejamkam matanya. Pergi ke alam mimpinya yang penuh fantasi.

***

"Vin, gue mau pulang," kata Malda singkat. Entah kenapa rasanya Kalvin juga termasuk orang yang jahat dalam kejadian tadi.

"Gak mau belajar dulu?" tanyanya datar.

"Enggak. Gue males," ucap Malda cuek.

"Gue anterin?" kali ini bukan terdengar seperti ajakan, hanya saja terdengar seperti paksaan.

"Enggak usah. Gue bisa sendiri."

Kalvin hanya menatapnya datar.

"Lo marah sama gue?" tanya Kalvin lagi.

"Enggak," ucap Malda ketus sambil menggendong tasnya. "Bye, gue pulang duluan."

Malda berjalan ke arah dapur berniat mencari Mbok Bi, tapi kali ini dapurnya kosong tanpa terdengar senandung khas milik Mbok Bi.

"Mbok Bi lagi libur. Kemarin cucunya sakit, jadi gue kasih libur," jelas Kalvin tiba-tiba dari belakang Malda.

Mulut Malda hanya menggumamkan huruf 'o' tanpa bersuara.

"Gue anterin nggak?" tawarnya sekali lagi.

Malda menatap Kalvin malas. "Lo tau nggak si hubungan kita di rumah ini apa? Gue cuma babysitter lo yang bego. Kenapa sih lo gak mau lepasin gue?!"

"Mal, jangan dengerin kata-katanya si Diva. Dia emang kadang gitu." Kalvin berusaha meyakinkan Malda.

"Enggak. Gue gak percaya sama orang yang tiba-tiba dateng gak jelas, trus ngomong kasar sama gue gitu," sergah Malda lagi.

"Trus sekarang elo kenapa sewot gitu?" tanya Kalvin serasa bingung akan tingkah Malda.

"Gue cuma baper," kata Malda jujur. Ia benar-benar terbawa emosi setelah bertemu dengan wanita cantik bernama Diva itu.

Kalvin mendengus membuat Malda semakin sewot.

"Udah ah gue mau pulang, Bye!" kata Malda kesal lalu berlalu meninggalkan Kalvin sendiri.

Kalau saja ia tak memiliki alasan lain, Malda sudah pasti tak akan pernah menyentuh rumah itu sedikitpun.

Ia merasa tak bisa jauh-jauh dari Randy. Malda merasakan ada sebuah ikatan yang terjalin dan itu sangat erat seakan tak bisa dilepaskan.

Ikatan itu seakan gaya gravitasi yang selalu menariknya kembali di antara mereka. 'Keluarga' kecilnya.

Randy lah yang membuat ikatan itu dan Malda tahu ikatan itu tak bisa dilepaskan dengan mudah.

Artinya, pergi dari kehidupan mereka saat ini, adalah suatu pilihan yang sangat buruk dan penuh penyesalan yang teramat mendalam.

***

"Malda!" panggil Via memecah lamunan Malda.

"Lo kenapa sih, Mal? Ngeliatin siapa?" tanya Via sambil mengikuti pandangan Malda.

"Eh, lo liat dia gak? Itu lho cewek yang cantik banget!" ucap Malda sambil menunjuk gadis yang kemarin ditemuinya secara sembunyi-sembunyi.

"Oh, maksud lo Diva? Kenapa? Lo iri sama dia? Hahaha," goda Via sambil tertawa lepas.

Malda menatap Via sebal, "Ih, enggaklah, Vi!" ucapnya sambil mencubit kecil lengan Via. "Dia orangnya gimana, Vi?" tanya Malda masih belum puas.

"Lo gak tau? Dia serasa artis di sekolahan kita ini. Dia itu model loh!" Via mulai menggosip dengan percaya diri.

"Sikapnya gimana?"

"Ya ampun lo jangan kudet banget deh, Mal! Gue malu nih punya temen kudet kayak elo!"

"Haha sialan lo. Gue cuma gak peduli aja," jawab Malda enteng.

"Oke, jadi dia itu bener-bener idaman buat semua orang. Dia lembut, ramah, baik, murah senyum, gak sombong, pas banget sama tubuhnya yang proporsional!" kata Via lagi seakan bangga.

Malda kembali terbelalak tak percaya. Padahal, kemarin di depan matanya sendiri, ia melihat gadis bernama Diva itu membentaknya habis-habisan.

"Lo gak salah kan, Vi?" tanyanya lagi memastikan sambil menyambar bakso dari piring Via.

"Eh, bakso gue! Kurang ajar lo, Mal!" teriaknya sambil menjitak kepala Malda keras-keras.

Malda meringis sakit. "Ya nggak usah teriak-teriak gitu dong, Vi. Ini kantin, bukan tempat karaoke."

Via hanya mendengus kesal mendengar candaan Malda yang menurutnya tak lucu itu. Saat itu ia sedang sangat kelaparan dan dengan santainya Malda mangambilnya.

"Ih, gak usah sewot gitu dong, Vi. Nih habisin punya gue. Masih ada tiga baksonya," ucap Malda lagi berusaha menghibur sahabatnya itu.

Mata Via segera berbinar dan menghabiskan bakso milik Malda dengan cepat membuat Malda tertawa kecil.

Ketika Malda akan kembali membuka mulut, sebuah suara yang terdengar ramah dan lembut menyapanya.

"Hai Malda,"

Malda segera menoleh ke arah suara itu. Ia terkejut melihat perempuan yang kemarin beradu mulut dengannya, kini sedang tersenyum ramah kepadanya. Dan tatapan itu, tatapan yang tulus. Bukan tatapan yang mengintimidasi.

Malda hanya memasang tampang bingung. Apakah itu topengnya? Ataukah itu wajah sebenarnya?

Apa yang terjadi? Ia benar-benar bingung sekarang.

Dari kejauhan, Kalvin menatap mereka berdua datar. Kedua sudut bibirnya sedikit terangkat ketika melihat Diva menyapa Malda yang terbingung-bingung dengan tingkahnya.

Ia yakin semua akan baik-baik saja.

***tbc***

[OUR] LITTLE ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang