Bagian 8 : Curhat & kesadaran!

2.2K 132 5
                                    

Bagian 8 : Curhat & kesadaran!

***

Setelah Brian mengantar Tania pulang.

Brian terus mondar-mandir tak jelas di ruangan kantornya berada. Sesekali ia mengacak-ngacak rambutnya kesal karena frustasi. Hal tersebut telah terjadi hampir satu jam lamanya. Mungkin karena bosan, Brian akhirnya berjalan menuju kursi kerjanya dan menghempaskan tubuhnya ke kursi tersebut.

"Hufttt... " helaan nafas berat terdengar keluar dari bibirnya. Kemudian pandangannya tak sengaja tertuju pada bingkai foto yang selalu ada di meja kerjanya yang berisi foto antara ia dan sahabat dekatnya, Tania. Ya Tuhan gadis itu... gadis sialan yang berani-beraninya membuatnya sefrustasi ini. Hah!

Awalnya sudah empat bulan lebih Tania hilang di kehidupannya. Dan Brian sadar, hidupnya tanpa gadis itu terasa sangat sepi. Dan jujur ia kesal kenapa Tania bisa membuatnya sangat terpuruk seperti ini.

Jika keadaannya bisa diperumpamakan ...

Hidup Brian ibarat adalah langit malam, Tania itu bintangnya.

Kosong ternyata hidup Brian tanpa Tania dalam kesehariannya.

Brian mengingat kembali kejadian pagi tadi yang ia alami. Pagi di mana itu adalah hari pertamanya menggantikan Ave, sahabatnya, sebagai dosen untuk anak semester satu, atau tingkat satu.

"Yang pasti lo gak akan nyesel kalau ngebantuin gue, karena gue jamin lo bakalan dapat hadiah terindah kalau mau bantuin gue." Perkataan Ave terus terngiang-ngiang di kepalanya, terus berputar layaknya angin tornado.

Brian tertawa miris ketika mengingat perkataan Ave di saat mereka terakhir bertemu. Jadi ini yang di yang dimaksud hadiah terindah itu? bertemu dengan Tania? Oh benar-benar sukses sekali kejutannya!

Bagaimana tidak? Belum genap sepuluh menit ia menjadi dosen, ia dikejutkan kehadiran Tania yang hilang dari kehidupannya, gadis itu dengan santainya tidur di kursi mahasiswi. Mahasiswi? ck, jadi ternyata gadis itu selama ini bersembunyi darinya dengan menjadi seorang mahasiswi. Ckckck, benar-benar cerdas, Tania sekali.

Bahkan ketika ia menghampiri Tania, gadis itu malah menatapnya seolah-olah tak mengenalnya, menggelikan batinnya saat itu. Belum sempat ia meminta penjelasan tiba-tiba Tania sudah pingsan. Terkutuk memang.

Kembali ke dunia nyata, saat pandangan Brian bertemu lagi dengan bingkai foto itu di meja kerjanya, ia segera memalingkan wajah. Ia tidak bisa berlama-lama menatap wajah gadis itu, bisa-bisa ia langsung kalap untuk pergi ke apartemen Tania. Karena terlalu merindukannya. Tidak, tidak, sekarang bukanlah waktu yang tepat.

Brian segera beranjak berdiri dari kursi kerjanya, lalu melangkahkan kaki, dan kini ia sudah berdiri di belakang kaca besar yang menampilkan hilir mudik kota Jakarta yang tak pernah istirahat dari kata 'beraktifitas'.

Brian mengusap wajahnya kasar sebentar.

Dia hanya merasa bingung saat ini. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya saat bertemu Tania. Terlalu banyak kejanggalan yang dirasakkannya. Kenapa Tania tak mengingatnya? Kenapa Tania menjadi mahasiswi? untuk lari darinya kah? Dan juga kenapa Tania harus memakai kursi roda?

Eighteen AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang