Belum diedit. Warning for typo.
***
"Mas gimana ponsel saya udah bisa?" Tania bertanya dengan wajah menatap harap ke arah mas-mas di depannya. Mas-mas itu tak lain adalah seorang penjaga counter di tempat Tania men-servis ponsel rusak yang ditemunya di lemari Farel.
"Aduh... Maaf ya mbak, ponselnya mbak rusak parah. Kalau mau dibenerin, bisanya hanya di outlet asli merek ponsel itu, mbak." Mas-mas itu menatap Tania tak enak dan bersalah. Tania hanya bisa menghembuskan nafasnya berat. Entah kenapa ia merasa kepo dengan isi ponsel itu. Coba deh kita pikir-pikir, kenapa Farel mau repot-repot menyimpan ponsel rusak itu jika tidak ada yang penting di dalamnya? Pasti ada sesuatu kan?
"Tapi meskipun ponselnya rusak, syukur mbak ternyata memory card di ponsel itu bisa diselamatkan, isinya gak rusak," lanjut mas-mas itu lagi ketika menangkap ekspresi lesu Tania. Tania yang mendengarnya langsung berwajah cerah. Masih ada kesempatan.
"Wah... Makasih ya mas!" seru Tania senang sambil mengambil ponsel serta memory card berukuran kecil yang diserahkan mas-mas itu kepadanya dalam bentuk sudah dibungkus ke dalam plastik bening. Tak lama, Tania segera menyerahkah uang kepada mas-mas itu setelah memasukkan plastik beningnya.
Tania segera melangkah keluar dari counter itu dengan langkah tak sabar. Tak sabar karena ingin cepat pulang dan segera mengetahui isi memory card dari ponsel rusak itu.
Eighteen Again Bagian 16:
"Maaf ya lama," ujar Tania sambil meringis bersalah saat memasuki mobil yang sudah menunggunya di pinggir jalan.
"Gak papa kali, nyantai aja," jawab seorang pria yang berada kursi kemudi sambil tersenyum maklum.
"Ya udah. Pulang sekarang kan, Bri? Udah malem nih..."
"Iya, ini aku udah jalan ke apartemen kamu..." balas pria itu yang tak lain adalah Brian. Brian tak menoleh sama sekali ke arah Tania saat menjawabnya. Brian memasang wajah serius seolah fokusnya hanya tertuju pada jalanan. Padahal sejujurnya Brian hanyalah berpura-pura. Jujur saja, sebenarnya Brian tak terlalu berani bercengkrama lama bersama Tania semenjak mereka pulang dari pantai Ancol. Brian sendiri tak tau kenapa dirinya mendadak menjadi patung begini. Hanya saja Brian merasa jantungnya terlalu berdebar keras saat bersama Tania. Ia berharap Tania sendiri mengalami kondisi yang sama dengannya. Semoga.
"Bri! Jangan ngebut! Apartemenku tinggal beberapa meter lagi," seruan Tania yang tiba-tiba langsung memudarkan pikiran Brian.
"Astaga, maaf." Brian terkejut seketika, pria itu langsung menurunkan kecepatan mobilnya setelah menyadari kesalahannya.
Dan benar saja, belum ada satu menit berlalu, ternyata mobilnya kini sudah berhenti dengan mulus di depan apartemennya Tania. Secepat inikah hariku bersamanya harus berakhir?
"Aku keluar dulu ya? Makasih buat hari ini." Tania mengulumkan bibirnya menjadi sebuah senyuman manis, dan kemanisan itu tak terasa menular juga ke Brian. Membuat Brian tak anyal tersenyum juga.
Senyum sahabatku cantik banget... Kenapa aku harus sadar saat sudah terlambat seperti ini? Di saat dia sudah menjadi milik orang lain?
Ketika Tania sudah hendak membuka pintu mobilnya, Brian segera mencengkeram lengan Tania dan mencegah gadis itu pergi. Rasanya Brian masih tak rela jika harinya harus berakhir dengan Tania hari ini.
Tania mengangkat alisnya heran. Ia bingung dengan kelakuan Brian. Wajahnya seolah bertanya apa?"Pikirkan ucapanku tadi," ucap Brian.
Tania berpikir, ucapan yang mana? Seingatnya mereka tadi membicarakan banyak hal di tepi pantai."Tentang aku... Atau dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eighteen Again
RomantikTania. Suka sama sahabat sendiri itu emang bego banget. Udah tau begitu, tapi dia masih saja jatuh secara perlahan dengan Brian. Ditolak berkali-kali, sakit ribuan kali, rasa di hati Tania masih sama saja. Harapan ia hanya satu, ia bisa lupa dengan...