Bagian 9 : Jangan pergi!

2.3K 130 1
                                    

***

Sinar mentari yang diam-diam menyusup dari jendela kamar Tania kini mulai menampakkan diri sedikit demi sedikit.

Ketika sinar tersebut membelai pelan matanya, Tania mengerang pelan karena merasa aktivitas tidurnya terganggu. Merasakan matanya yang sulit terbuka dan dirinya merasa tidak siap untuk melakukan aktivitas, tangan Tania bergerak tak jelas berusaha mencari selimutnya untuk menutupi seluruh tubuhnya. Berniat untuk tidur kembali.

Tetapi, ketika tangan Tania tak menemukan selimut yang dicarinya, di tambah wajah Tania kini merasakan silau mentari yang semakin menjadi-jadi menerpanya, ia menggeram kesal, "Argh!"

Dengan terpaksa, kini Tania bangun dari tidurnya dan duduk di atas ranjang. Mengucek-ngucek matanya sebentar lalu membuka matanya malas. Meskipun penglihatannya masih terlihat samar-samar, Tania berusaha melihat sekelilingnya untuk mencari 'sang selimut' yang pergi entah berantah. Dan tak butuh lama, pandangan Tania kini menangkap 'sang selimut' yang sudah terbujur berantakan di lantai tak jauh dari ranjangnya. Melihat itu, pikirannya mendesah malas.

Ini bukan pertama kalinya Tania selalu menemukan selimutnya berada tak di ranjangnya. Tania sendiri juga bingung, bagaimana bisa ia memiliki kebiasaan aneh yaitu ketika bangun tidur selimutnya selalu tak ada di sampingnya-lebih tepatnya di sekitarnya. 'Sang selimut' pernah ia temukan di depan pintu kamar mandi, di bawah lemari bajunya, pernah juga di balkon kamarnya. Dari semua itu, letak mereka hampir selalu jauh dari ranjangnya. Padahal setiap hendak tidur selimutnya itu selalu ada menyelimuti tubuhnya. Bagaimana bisa itu terjadi? Ugh! Bodo amat. Lagipula kenapa juga ia harus memikirkan hal sepele seperti itu? Benar-benar tak penting.

Dengan memasang wajah malas, Tania yang kesadarannya sudah kembali dan siap beraktifitas kini mengambil ponselnya dan menghubungi nomor 1 di panggilan cepat.

"Farel, bantuin aku duduk di kursi roda. Aku mau mandi... " Rengek Tania sedikit manja dengan suara yang serak khas bangun tidur. Kemudian tanpa tunggu lama, ia segera mengakhiri panggilannya.

'Huffft... Tidak bisa berjalan benar-benar membuatku menyusahkan orang lain. Kalau sudah begini, aku harus rajin-rajin terapi supaya kakiku cepat sembuh.' Tania berkata dalam hati dengan sendu dan bersalah.

****

Sehabis mandi dan berganti baju, Tania keluar dari kamarnya menuju ruang makan yang kebetulan berada di dekat dapur. It's time to breakfast... Yeay! sorak perut Tania dengan gembira. Kalau udah ngomongin soal makanan, siapa sih yang gak bakalan semangat? Hohoho...

"Pagiiii... !" Sapa Tania dengan suara keras-ceria dan tersenyum lebar. Tuh kan, gara-gara ngomongin makanan, kini ia memiliki mood yang bisa dikatakan sangaaaat baik.

Oh ya, Tania tadi itu menyapa Farel. Pria itu tengah memunggungi Tania di pantri dapur dan ia sepertinya tengah sibuk dengan dunianya sendiri. Waw! Farel lagi masak ya? Memikirkan hal itu tarikan di ujung bibir Tania kini bertambah lebar.

"Berisik!" Balas Farel yang masih memunggungi Tania, suaranya seolah menyiratkan rasa terganggu karena pagi-pagi sudah mendengar edisi kecemprengan Tania.

Tania mencebiknya bibirnya kesal karena reaksi Farel. Dasar pria jadi-jadian! Kadang baik, kadang nyebelin. Maunya apa sih? Minta banget nikahin tuh orang! Ups.

Tania segera menggerakkan kursi rodanya mendekati Farel di dapur. Sesampainya di belakang Farel, ia mulai bersuara, "Wahh! Masak apaan tuh?" Pekik Tania girang ketika ia mengintip makanan di depan Farel.

Eighteen AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang