"Kau harus berjuang jika menginginkan sesuatu. Cintamu, kejar saja. Tidak ada halangan bagi siapapun untuk mengejar cintanya. Sekalipun terlihat sulit diraih." -Gyu Suk. (Novel 'The Prince Pudding').
*
"Kau siapa? kenapa kau begitu mirip dengannya?" bisiknya pelan tanpa sadar, dengan suara tertahan seolah-olah menyimpan kepedihan yang menyesakkan.
Tania menggeleng pelan. Tidak, tidak mungkin sosok Brian yang tengah berbaring di depannya ini adalah Brian a.k.a Culun sahabatnya.
Tania terus berusaha mengelak dari spekulasi pikirannya.
Tenang Tania... di dunia ini ada jutaan laki-laki bernama Brian, mungkin saja ini hanyalah kebetulan semata.
Benar! Ini hanyalah kebetulan semata.
Kau mungkin terlalu merindukan sahabat tercintamu itu Tania. Hingga akhirnya kau berimajinasi terlalu jauh.
Benarkah?
Aluh-alih mendapatkan ketenangan batin, yang ada Tania kini malah di buat pusing oleh pergolakkan batinnya sendiri.
Tania tidak tau... Ia lebih memilih menyerah. Akhirnya ia dengan pasrah membaringkan kepalanya di sofa yang berdekatan Brian.
Satu menit...
Lima menit...
Lima belas menit...
Hingga tanpa sadar, kini Tania telah menyerahkan separuh jiwanya dengan suka rela kepada sang 'alam bawah sadar'. Alam tersebut semakin lama semakin menarik Tania menuju ke sebuah bunga tidur yang tak lain menyimpan banyak ilusi yang tengah menampilkan ingatan terakhir miliknya.
Ah... Mimpi buruk.
***
"Ayo! Masuk saja denganku!" ajak Tania sedikit memaksa kepada sosok remaja laki-laki di hadapannya yang tengah memakai pakaian formal jas hitam dan kacamata hitam tebal yang nangkring di matanya.
"Tidak, pergilah dengan teman-temanmu yang lain," tolak remaja laki-laki tersebut tanpa ekspresi. Hal tersebut tentu telah menyulut kekesalan Tania.
"Astaga! Aku maunya pergi denganmu, Culun! Apa susahnya sih?" tanya Tania dengan ekspresi gemas-gemas kesal.
"Kau primadona, Tania. Sedangkan aku? Aku tak lebih dari sehelai rambut di ketiakmu, Tania. You-know-what-I-mean," jelas Brian ketus dan mellow yang mendramatisir.
Reaksi Tania awalnya hanya menatap si Culun dengan tatapan melongo kayak orang bloon, namun hanya dalam bebetapa detik kemudian gadis itu kini sudah tertawa terpingkal-pingkal memegangi perutnya dengan tangannya. Perkataan Culun benar-benar sangat menghiburnya, lucu sekali! Wajahnya yang terpoles make up seadanya kini tampak sedikit memerah karena tak kuasa menahan tawa. Kemudian dengan bahu yang masih bergetar pelan, ia berkata dengan suara gelinya.
"Astaga! Ahahaha! Kenapa dirimu terlalu merendahkan diri sih. Kau itu juga manusia," ucap Tania tertawa, ia berhenti sebentar untuk mengatur kembali emosinya supaya berhenti tertawa, lalu melanjutkan lagi, "...dan perlu kau catat! Tidak ada sehelai rambut pun di ketiakku!" lanjut Tania dengan bibir dicebikkan pura-pura kesal. Lalu ia tertawa lagi, namun kini lebih pelan.
Dasar laki-laki aneh! Bisa-bisanya aku menyukainya...
"Sudah, sudah! Aku tidak menerima penolakkan. Ayo pergi menjadi pasanganku," doktrin Tania tak ingin di bantah, lalu mulai menarik lengan Brian menuju hallroom Hotel yang sudah tinggal beberapa meter lagi di depan mereka.
Di dalam hati Tania tersenyum puas saat mendapati Culun yang hanya bisa pasrah saat ia tarik bersamanya ke tempat itu. Siapa sih yang bisa melawan sifat keras kepalanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Eighteen Again
RomansaTania. Suka sama sahabat sendiri itu emang bego banget. Udah tau begitu, tapi dia masih saja jatuh secara perlahan dengan Brian. Ditolak berkali-kali, sakit ribuan kali, rasa di hati Tania masih sama saja. Harapan ia hanya satu, ia bisa lupa dengan...