Chapter 2-2 : Lagu untuk Theresa (Part 1)

17 1 0
                                    

25 Juli 2013

Aku berada di depan rumah Sandy. Dia meneleponku tadi pagi dan menyuruhku datang ke sini, entah untuk apa, dia tidak pernah mengatakan tujuannya memanggilku. Aku masuk ke rumahnya, dan saat aku berada di depan pintu kamarnya yang tertutup, aku mendengar suatu alunan musik indah yang dihasilkan oleh sebuah alat musik, dan setelah aku membuka pintunya... ah! Ukulele! Aku melihat Sandy sedang setengah terbaring di tempat tidurnya sambil memainkan sebuah ukulele, dan di sebelahnya terdapat laptop yang arah layarnya membelakangiku. Dia menghentikan permainan musiknya

"Oh, halo Yoga.."

"Ini pertama kalinya aku melihatmu memainkan ukulele itu, meskipun aku sering melihatnya hanya tergantung di dinding kamarmu."

"Aku sering memainkannya, tetapi biasanya hanya saat aku sedang merenungkan sesuatu."

"Perlu aku akui, permainan ukulelemu lumayan.."

"Manusia sangat hebat," katanya sambil mengelus dan memandang ukulelenya, "Mereka bisa membuat sebuah alat yang ukurannya tidak terlalu besar, yang bisa menghasilkan suatu melodi yang sangat indah hanya dengan memainkan jari jemarimu."

"Aku setuju dengan hal itu," kataku sambil duduk di sebuah kursi yang ada di kamarnya, "Tetapi saat ini, apa yang kau renungkan sehingga kau tenggelam dalam alunan ukulelemu sendiri?"

"Tidak ada." Katanya. Dia mulai memainkan ukulelenya lagi..

"Tapi katamu.."

"Yoga, tolong. Jangan mengganggu seseorang yang sedang larut dalam permainan musik.." katanya sambil melanjutkan bermain ukulele.

Aku berhenti bicara, dan mengambil ponselku di saku dan pura-pura memainkannya padahal aku sedang mendengarkan musik yang dimainkan Sandy. Musik ini.. terasa sangat familiar di telingaku. Sebuah alunan musik yang sepertinya sederhana tetapi cukup membuat orang tenggelam dalam ketenangan karena kedamaian yang ada di dalamnya. Aku menunggu Sandy selesai dengan musik yang dimainkannya, kemudian aku berkata sesuatu padanya,

"Musik yang baru saja kau mainkan.."

"Prelude No.1 in C Major BWV 846 karya Johann Sebastian Bach," katanya, "Salah satu musik kesukaanku yang dapat dimainkan pada ukuleleku. Kau mungkin pernah mendengarnya saat bermain game piano yang ada di ponselmu itu. Orang-orang genius dalam bidang musik seperti Bach inilah yang menjadi idolaku, dan bukan orang yang ahli dalam bidang matematika."

"Sepertinya kau tidak bisa menutupi kebencianmu dengan matematika,ya." Kataku dengan sedikit menyindir

"Apa pentingnya? Kau tidak bisa mengungkap suatu pembunuhan dengan matematika!" Jawabnya sedikit marah

"Baiklah, lupakan itu. Ngomong-ngomong, apa yang sedang kau renungkan?"

Dia mengambil laptop di sampingnya, dan menunjukan layarnya kepadaku

"Ini.."

Aku melihat foto wanita cantik, yang umurnya sedikit lebih tua daripada aku

"Memangnya ada apa dengan wanita itu?" Aku bertanya-tanya

"Wanita ini tadi datang kesini, dan memintaku memecahkan kasusnya. Aku bilang padanya bahwa aku bukan seorang detektif swasta, tetapi dia tetap memaksa. Akhirnya, aku menyuruhnya pulang dan aku akan memutuskan apakah aku akan menerimanya atau tidak. Dan akan kukabari lewat sms nanti."

"Dan kau memanggilku untuk membantumu memutuskan?"

"Tepat sekali. Sekarang, apa kau ingin kita membantunya?"

The Baker's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang