MGA 14 : Surprised Party

2.1K 70 1
                                    

Karin melirik Farrell yang bersenandung lirih mengikuti audio mobilnya, Wajahnya nampak sedikit berbeda dengan apa yang selama ini dia lihat di café, cowok yang ada di depannya ini nampak lebih rapi. Dengan celana kain panjang dan kemeja yang di gulung sampai ke lengan.

Rambutnya pun tersisir rapi ke belakang. Hanya satu yang tidak berubah, anting kecil itu masih melekat di sana. Di daun telinga kirinya yang putih pucat. Sampai detik ini, Karin tidak pernah tau, kalau ada orang yang bisa terlihat begitu seksi ketika dia hanya sekedar mengemudikan mobil.

"Kenapa liatin terus, aku ganteng ya?"

Karin hanya mencebikkan bibirnya,"Ini kita mau kemana sih?"

"To the heaven."

"Mati dong!"

"Ya semacam itu,"

"Belum mau mati ah, aku belum bahagia."

"Kan matinya sama aku, masa ga bahagia?"

"Matinya ntar-ntaran aja, masa baru ketemu belum ngapa-ngapain udah mati aja."Karin mengerucutkan bibirnya.

"Oh, jadi maunya ngapa-ngapain dulu, baru mati ya?"goda Farrell lagi,

Karin tak sempat menjawab ledekan itu, karena mobil sekarang memasuki sebuah halaman rumah yang di penuhi lampu-lampu taman redup di kanan dan kirinya.

Karin begitu terpesona dengan rumah bereksterior bata merah itu, mengingatkannya tentang salah satu rumah yang pernah dia tonton di sebuah film horror.

"Ini kita ga lagi uji nyali kan? Aku raise hand duluan deh kalo harus uji nyali segala."

Farrell hanya nyengir sedikit, sebelum turun dari mobil. Memutar lewat belakang dan membuka pintu penumpang. Menunduk mempersilahkan Karin turun ala-ala menyambut putri raja.

"Rumah siapa?"

"Rumah kita."

"Huh?!"

Farrell menggandeng tangannya, membawanya masuk. Tapi Karin masih mematung tak bergerak sesuatu tentang rumah ini rasanya begitu familiar untuknya. Apa dia memang pernah melihat rumah ini di film horror yang dia tonton.

"Ini rumah siapa?"eyelnya, menahan diri untuk mengikuti Farrel.

"Rumahku Karin, ayo buruan masuk. Dingin ni,"

Sekelebat ingatan terpampang di depan mata Karin, membuat gadis itu memandang Farrel curiga."Kamu ngajakin kesini, bukan buat praktekin adegan perkosaan di buku itu kan?"

Farrell tertawa, "Ga perlu pakai acara perkosa-perkosa segala, ku minta pun kamu ga akan nolak."

"Boooo pede!!"

Farrell mendekat, tangannya menyentuh lembut leher jenjang Karin. Membelai sekilas. Napas cowok itu terasa hangat, saat dia menunduk.

"Fa...farrel! Kamu ngapain?!"Karin mundur ke belakang, tapi punggungnya pintu mobil di belakangnya.

Saat bibir hangat Farrell menyentuh tulang selangkanya, dan tangan kiri cowok itu mengusap lembut daun telinganya. Tengkuk Karin meremang. Tanpa sadar matanya terpejam, menanti rasa panas yang membakar dadanya untuk bisa di padamkan.

"Hahahah... ayo masuk."Farrell menarik diri.

Membuat Karin menggeragap bingung. Dadanya berdetak-detak nyaring, kerongkongannya juga mendadak menjadi kering. Rasa panas menyakiti tengkuknya sampai ke otak. Siksaan yang di tinggalkan Farrel di kulitnya membuat gadis itu sedikit limbung.

"Hey... kenapa?"Farrell menangkap tubuhnya yang sempoyongan.

Gadis itu menggeleng, tangan Farrell melingkari pinggangnya, menuntunnya, menuju undakan tangga batu di depan rumah. Pintu kayu oak itu terlihat begitu berat, tapi anehnya tidak menimbulkan sedikitpun derit ketika terbuka.

Gelap di dalam, tidak satu lampupun menyala. Karin jadi berpikir di mana kedua orang tua Farrell. Apa dia tinggal sendirian di rumah sebesar ini. Setelah Karin melangkah masuk, Farrell kembali menutup pintunya dan membawa gadis itu ke satu-satunya ruangan yang terlihat remang.

Terdengar dengung suara berbisik dari ruangan itu, tapi hanya itu saja. Dengung serupa bisikan. Karin merapatkan tubuhnya pada Farrell. Bukan karena dia ingin mengulang rasa panas di mobil tadi. Tapi karena mendadak dia merasa takut.

Bagaimana kalau ternyata dengung itu hanya Karin sendiri yang mendengarnya, dan Farrell tidak? Gadis itu paling benci dengan hantu dan sekawanannya.

Redup cahaya ruangan itu ternyata berasal dari lilin warna warni yang menyala berkelap kelip dari tiga kue berbentuk berbeda di meja panjang, yang tampak di kelilingi beberapa orang.

"Surpriseeeeeee..... "teriakan itu membahana. Lampu menyala terang di atas mereka. Mata Karin membulat sempurna melihat wajah-wajah yang begitu di kenalnya. Di ikuti senyum lebar dan tawanya yang renyah.

"Mama..."ucap Karin tangannya terentang, memeluk ibunya yang perlahan menghampiri dia dengan tangan terbuka lebar.

"Rin, mama kanget banget sama kamu."tangan penuh gurat senja itu mengelus pundak Karin sayang. Karin membenamkan wajah ke tengkuk ibunya mencium harum lembut wangi khas orang tua yang entah kenapa rasanya akrab dan menyenangkan.

"Selamat ulang tahun, Onty Karin."Mbak Tia gantian memeluknya, lalu menyusul Mas Radit yang di pelukan terakhir tangannya parkir di pipi gadis itu mencubitnya.

"Makin gendut ih."

"Ahh... sakit."rajuk Karin manja.

Jessica yang ikut datang, memberinya satu pelukan,"Sumpah, cowok loe ganteng banget. Cool pula."itu yang di bisikkannya. Karin hanya mampu terkekeh kecil.

"Happy Birthday Karin."James memberinya pelukan hangat.

"Thanks James, maaf aku merepotkan di rumah kalian"

"Ah, my pleasure. Aku senang Jessica punya teman di rumah."

Karin memperhatikan Ibunya, yang sibuk kesana kemari menyiapkan makan malam. Wanita itu terlihat sedikit lebih tua daripada saat dia tinggalkan 6 bulan yang lalu. Karin mendekat, memeluk Kinasih dari belakang.

"Mama sehat?"

"Sehat dong, kamu ga liat ni, Mama bersemangat gini."

"Hehehe, Mama kesepian ya di rumah?"tanyanya lagi.

"Sedikit sih, tapi ga usah di pikirin. Kamu kuliah aja yang bener. Bulan depan mas Radit pindah ke Jakarta. Nanti dia tinggal sama Mama katanya."

"Baguslah, jadi Mama ada yang nemenin. Karin khawatir sama Mama. Mama jaga kesehatan ok..."suara Karin hilang di telan serak.

Kinasih mengulurkan tangan, membelai lembut kepala Karin yang menempel di pundaknya."Kamu juga jaga diri ya, ini negeri orang. Hati-hati."

"Yes mother,"

"Kok kamu ga bilang kalo kamu udah punya pacar, padahal Mama tadinya udah mau cariin jodoh buat kamu. takut kalo kamu ga normal"goda ibunya.

"Dih mama apaan sih!! "Karin menjauh dari ibunya, menghindar dengan wajah memerah. Farrel di ujung meja hanya tertawa kecil melihatnya salah tingkah seperti itu.

My Guardian Angel - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang