14

1K 155 10
                                    

*Thomas' POV*

Wajah Anne seketika berubah ketika ia melihat ponselnya. Dia membenahi seluruh barang bawaannya lalu menggendong Victoire.

"Thomas, lebih baik kita pergi sekarang. Bawa Daniel dan lebih baik kita tidak terlihat sampai rumahku."

Aku bingung mendengar perintah Anne tapi aku segera melakukan apa yang disuruhnya. Untung saja mobilku di parkir tidak terlalu jauh dari restoran tersebut. Aku membukakan kuncinya lalu segera mendudukan Daniel di kursi belakang. Anne hanya duduk sambil menggendong Victoire. Dia memintaku untuk cepat berjalan pulang.

Selama perjalanan, Anne hanya diam. Daniel mengerang pelan di belakang tapi ia segera tertidur kembali.

"Anne ada apa?" tanyaku pada Anne.

"Lebih baik kita cepat pulang sekarang. Akan kujelaskan nanti." Jawabnya singkat.

Perasaanku semakin tidak enak. Anne hanya akan menjawab singkat jika hal gawat benar-benar terjadi.

"Orang tuamu baik-baik saja bukan? Apa Max mengalami suatu kecelakaan?" tanyaku mencoba.

"Thomas! Tolong kemudikan saja mobil ini dengan cepat,"

Setelah sampai di depan gedung apartemen, Anne memintaku untuk memasukkan mobil ke dalam parkiran dalam gedung. Dia memberikan identitasnya pada petugas yang langsung mempersilakan mobilku masuk. Anne keluar dengan Victoire masih di dalam gendongannya dan aku langsung menggendong Daniel. Wajah Anne masih nampak pucat dan juga tegang. Belum pernah aku melihatnya begini.

Anne membukakan pintu lalu segera menidurkan Victoire di atas kasurnya. Daniel aku baringkan di kasurnya, di sebelah Victoire. Anne lalu menarikku menuju ruang tamu. Dia duduk di atas sofa. Wajahnya tertekuk dan sangat pucat.

"Thomas, kurasa para paparazzi telah memfoto kita selama seharian ini. Kaya baru saja mengirimiku sebuah gambar dan dia bilang dia mendapatkannya dari internet."

Aku terenyak ke dalam kursi malas di sebelah sofa. Anne menyodorkan ponselnya dan aku langsung melihat layarnya dipenuhi oleh fotoku dan juga Anne yang sedang berjalan memasuki teater bersama Victoire dan Daniel.

"Kau tahu dari situs apa?" tanyaku pelan.

"Kaya memberitahuku."

Anne membuka situs yang dimaksud lalu memperlihatkannya lagi padaku. Aku masih tidak percaya kami tertangkap kamera hari ini. Anne terlihat sangat gugup dan juga gelisah. Bagaimana tidak, karena sekarang seluruh dunia akan mengiranya sebagai penghancur hubunganku dengan Bella dan mungkin Charlie yang diceritakannya itu tidak akan suka.

"Oh Anne, maafkan aku. Jika saja aku tahu ini akan terjadi aku akan—"

"Tidak Thomas, ini semua bukan salahmu. Kita saja tidak bisa berhati-hati padahal kau memiliki banyak sekali penggemar."

"Tapi Anne bagaimana dengan Charlie yang kau sebut-sebut itu? Apakah ia akan—"

"Thomas, tidakkah kau mengerti? Charlie tidak akan berkata sepatah kata pun karena itu bukan haknya. Tapi bagaimana dengan Bella? Aku tak mau dia semakin yakin bahwa akulah yang menyebabkan semua situasi ini!"

Anne sekarang suaranya bergetar. Dia sudah mulai menangis dalam diam. Aku duduk di sebelahnya lalu merangkulnya. Dia terisak pelan lalu melepaskan rangkulanku.

"Lebih baik kau menghubungi Bella sekarang Thomas, aku tak ingin segalanya menjadi lebih rumit. Aku tidak marah padamu sungguh! Kau membuatku sangat senang hari ini, tapi kejadian ini menghancurkan segalanya." Ujarnya.

Aku hanya terdiam. Dia mengatakannya dengan senyuman dibalik tangisnya. Aku mengusap rambutnya. Dia masih tersenyum dengan air mata yang bercucuran.

"Yak au lebih baik segera menemui Bella. Hubungi aku jika segalanya sudah selesai Thomas. Dan terimakasih sudah membuatku senang hari ini,"

Anne berdiri lalu membukakan pintu untukku. Aku masih diam di atas sofa. Dia menangis dalam diam tapi dia berusaha tersenyum tulus. Aku berjalan menuju pintu lalu berhenti ketika sudah di depan Anne.

"Anne, apapun yang terjadi aku selalu menganggapmu sebagai sahabat baikku jadi aku tak peduli apa yang akan dikatakan semua orang tentangmu. Aku tetap menyayangimu dan itu tidak akan berubah sedikit pun." Ucapku lirih.

Anne tersenyum lalu memeluk pelan. Dia melepaskan pelukannya lalu mengatakan sesuatu yang sangat menyakitkan bagiku walaupun aku tahu dia tidak bermaksud begitu.

"Just leave,"

*Anne's POV*

Aku menghempaskan badanku ke atas kasur. Mataku sekarang terasa sangat besar karena aku tidak bisa berhenti menangis. Tiba-tiba ponselku berbunyi dan aku melihat wajah Kaya menghiasa layarnya. Aku tersenyum kecil lalu mengangkatnya.

"Hei Anne! Bagaimana—hei apa kau menangis?" tanya Kaya dari seberang telepon.

Aku hanya menjawabnya dengan gumaman tidak jelas.

"Apa karena foto sialan itu? Oh jangan bilang kau bertengkar dengan Thomas! Ada apa? Ceritakan padaku Anne!" tuntut Kaya.

Aku menceritakan seluruh kejadian hari itu. Beberapa kali aku harus berhenti dan mencoba mengendalikan tangisku yang menjadi-jadi. Kaya hanya diam mendengarkan. Dia memang pendengar yang sangat baik.

"Hei kau tak perlu merasa bersalah oke? Ini sebuah bukan salahmu Anne." Ujar Kaya lembut.

"Dan lagi kalian terlihat sangat cocok sebagai sebuah keluarga bahagia! Betulkan Ki?" suara Dylan tiba-tiba terdengar.

"Ya benar sekali!" sayup-sayup terdengar suara Ki Hong.

"Dylan, Ki! Tak seharusnya kalian berbicara begitu! Anne sedang sedih!" ujar Kaya keras. Aku hanya tertawa mendengar mereka bertengkar.

"Sedih? Kurasa aku baru saja mendengarnya tertawa. Hei Anne, jangan menangis oke? Kami akan merayakan tahun baru bersamamu jika kau mau!" ucap Dylan lagi.

"Ya, ya aku percaya padamu Dylan!" ucapku sembaru terkikik.

Terdengar helaan napas Kaya dari seberang telepon.

"Ah akhirnya kau kembali ceria! Dan perkataan Dylan harus kau pikirkan! Kami akan dengan senang hati menghabiskan tahun baru bersamamu. Hubungi aku jika ada apa-apa oke? Jaga dirimu Anne!"


Complicated ➡ Thomas Brodie Sangster (Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang