Berkunjung

2.7K 197 3
                                    

Aroma tepung roti memenuhi ruangan. Alunan musik jazz terdengar mendamaikan. Hujan mengguyur kota London hari ini, membuat kaca jendela apartemen mengabur tertutup air hujan. Suara lembut terdengar dari bibir merah muda itu, bernada serasi dengan penyanyi dalam alunan musik jazz yang terputar. Ludwig baru saja keluar dari kamarnya dan langsung menyerbu dapur ketika sadar ada yang tidak beres. Matanya membelalak mendapati adik kecil kesayangannya memakai topi putih itu, di tubuhnya terbalut celemek putih yang senada. Wanita itu bernyanyi pelan seraya menghiasi kue kering yang baru saja keluar dari pemanggang.

"Astaga!" Seru Ludwig, "Kau memasak, adik kecil ?"

Lena memandang Ludwig yang berdiri tak jauh darinya, ia memegang gelas putih yang terlihat berasap. Wanita itu mendengus lalu kembali sibuk menghiasi kuenya.

"Oh Tidak!" Ucap lelaki itu lagi, "Jangan bilang ini semua karena Zac Afrod."

Lelaki itu semakin membelalak saat menyadari wanita didepannya itu tersenyum dengan pipi yang merona.

"Kau baru saja kenal dengannya dua minggu yang lalu, adik kecil." Ludwig menyesap minumannya, "Dia memang sahabat baikku, tapi bukan berarti aku menyetujui kalian."

Lena mendongkak dari kue-nya menatap tajam kearah kakak lelakinya, "Aku tak meminta persetujuanmu, Ludwig."

"Apa ?"

Lena mengangguk, "Ya, karena aku dan Zac hanya sebatas teman."

"Mungkin kau menganggapnya begitu, tapi bagaimana dengan Zac ? Kau tentu tidak akan memungkiri sikap baik Zac yang teramat berlebihan itu."

"Zac berlebihan ?" Lena mulai menyusun kue keringnya ke dalam wadah-wadah kecil, "Kau bercanda. Itu hanya perhatian antara sesama teman, kakakku tersayang."

"Kau bilang mengantarkanmu mie ramen saat tengah malam hanya karena kau berkata kau ingin memakan mie ramen itu tidak berlebihan ?" Kali ini Ludwig sedikit berteriak. Lena berhenti menyusun kuenya, pandangannya sekarang tertuju sepenuhnya kepada lelaki dengan kemeja dan jas hitam yang membalut tubuh kekarnya. Ia memandang kakak lelakinya itu dalam, lalu beberapa saat kemudian menghembuskan nafas lelah.

"Aku tak tahu bagaimana perasaanmu padanya, Lena. Tapi lebih baik jangan jatuh cinta pada lelaki berkulit pucat."

"Hah ?"

"Ya." Ludwig menarik salah satu wadah kecil berisi kue kering Lena, memasukkan benda itu ke dalam tasnya dan mengecek ponselnya. "Aku harus pergi ke kantor. Sampai jumpa, Lena."

~~~~~~~~

Kenop pintu apartemen Ludwig Lee berputar dari dalam, sesaat kemudian seorang wanita rupawan keluar dengan membawa sebuah bingkisan kecil. Wanita itu tersenyum, pandangannya lurus kedepan. Lena masih terus saja memikirkan perkataan saudara lelakinya tadi pagi. Zac berlebihan, ia masih tidak mengerti dari segi mana lelaki itu terlihat berlebihan. Perhatiannya wajar, seperti perhatian teman pada umumnya. Berkunjung, makan siang bersama, mengajakmu berkeliling, apa yang salah dari itu semua ? Dan apa maksud Ludwig jangan jatuh cinta pada lelaki kulit pucat ? Apa karena lelaki kulit pucat adalah lelaki yang terkena anemia dan akan segera meninggal.

Wanita itu tersentak dari pemikirannya sendiri, buru-buru ia tarik ucapannya. Zac adalah lelaki kulit pucat dan ia tentu tak ingin sahabat baiknya itu meninggal. Lena memencet beberapa tombol disamping pintu apartemen Zac, ia memang tahu sandi dari kunci apartemen lelaki itu. Membuat wanita itu lebih leluasa masuk kedalam apartemen lelaki ini kapanpun dia mau.

"Zac," Panggil Lena saat wanita itu sudah sampai di ruang makan lelaki itu. "Aku membawakanmu kue kering."

"Baunya lezat."

Lena terkejut, "Ini ke-seratus kalinya dalam minggu ini kau mengejutkanku."

Zac mengangguk paham dan berjalan mendekati wanita yang berada dimeja makan itu. "Jadi kau ingin ke dokter untuk memeriksa jantungmu."

"Aku rasa jantungmu melemah karena selalu terkejut." Lanjutnya.

Lena memutar bola matanya jengah, ia segera mengambil sebuah kue kering dari wadah yang ia bawa tadi. Kue coklat berbentuk bear yang ia buat sendiri. Wanita itu mengarahkan kue itu ke Zac yang berdiri di sampingnya, "Makanlah."

Lelaki itu memakan kue Lena, mengunyah dengan pelan dan sesekali mengangguk.

"Bagaimana ?"

Zac menelan sisa-sisa kuenya, "Seperti baunya, lezat."

Lena tersenyum lebar, ia melangkah keluar ruang makan menuju ke ruang santai didepannya. Wanita itu duduk di sofa panjang seraya menyalakan televisi, "Aku tadi membicarakan tentangmu dengan Ludwig."

"Membicarakan apa ?"

Wanita berambut coklat keemasan itu menoleh kebelakang, mendapati Zac menyender di dinding pembatas ruang santai dan ruang makan.

"Dia bilang kau berlebihan."

Alis lelaki itu terangkat naik, dengan langkah pelan ia mendekati Lena dan duduk tepat disampingnya.

"Dia berkata kita tidak terlihat seperti teman biasa." Tambah wanita itu. Zac nampak terkejut, ternyata Ludwig sudah berhasil menebak perasaannya ke Lena. Tapi kenapa tidak dengan wanita ini ? Sampai kapan ia hanya menganggap mereka sebatas teman.

"Dan kau berkata apa ?" Tanya Zac.

Lena beralih memandang televisi didepannya, "Jelas aku berkata bahwa kita hanya teman." Lalu mengalihkan pandangan ke arah lelaki itu lagi, "Memangnya apalagi ? Ludwig memang sudah gila."

Lelaki bermata biru itu terdiam. Ia mengangguk seakan setuju dengan pernyataan wanita itu padahal tidak sama sekali. Sampai kapan wanita itu menyadari bahwa perhatiannya memang berlebihan, sampai kapan ?

Suara televisi mendominasi ruangan berwarna abu-abu muda ini, di sofa berwarna putih itu dua orang duduk menyimak film mereka. Lena sesekali tertawa jika para aktor tersebut melucu, dan Zac tertawa jika melihat wanita itu tertawa.

"Lena." Panggil Zac. Wanita itu menatapnya, "Hmm ?"

"Mulai lusa aku akan bekerja, waktu liburanku sudah habis."

Lena membelalak, "Apa ?! Jadi kau akan menjadi tuan sibuk ?"

Zac terkekeh, "Tidak. Aku hanya bekerja, bukan pergi berperang."

Lena mendengus, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa putih milik Zac. Ia mengetuk-ketukkan jari telunjuknya di dagunya.

"Jadi masa liburanmu sudah habis, ya?" Gumam wanita itu.

Zac Afrod mengangguk.

"Kalau begitu besok kita akan pergi keliling London."

"Apa?!"

Lena mengangguk senang, "Menikmati hari libur terakhirmu, Zac."

Lelaki berambut coklat itu hanya mengangguk pasrah, sebenarnya Zac bukanlah lelaki yang suka berkeliling tapi menolak permintaan Lena adalah hal yang paling ia hindari.

~~~~~~

Mulmed : Zac Afrod.

Xoxo

Lena Lee : When You ComebackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang