Fettucini Oglio Olio

2.1K 194 27
                                    

"Ingin makan siang bersama?"

Gelengan adalah jawaban untuk pertanyaan yang terlontar dari bibir lelaki itu. Zac menatap Lena yang berada di kursi samping kemudi mobilnya, lelaki itu mengerenyit dan mengulang pertanyaannya kembali.

"Kau tak ingin makan siang bersamaku?"

Wanita itu tersenyum tipis dan menggeleng, "Tidak, Zac. Mungkin lain kali."

Zac mendesah pelan yang dibarengi kekehan kecil dari Lena. Wanita itu berhenti tertawa lalu menatap sekelilingnya. Matanya terpejam, hatinya kembali merintih, ia merasa begitu sakit karena semua hal ini. Setelah memantapkan niatnya, Lena membuka pintu mobil dan beranjak keluar.

"Aku akan menjemputmu jam delapan nanti." ucap Zac dari dalam mobil.

"Jang----"

"Tidak ada bantahan, senorita." potong lelaki itu lagi membuat Lena memutar bola matanya jengah.

"Aku mencintaimu."sambungnya sebelum akhirnya mobil silver itu berjalan meninggalkan wanita bermata coklat itu didepan kantornya. Terpaku menatap kepergian mobil itu bersama hembusan angin pagi kota London.

Aku harap, aku juga mencintaimu Zac.

Baru saja wanita itu hendak melangkah masuk ke dalam kantornya, langkahnya terhenti saat mobil BMW hitam itu berhenti di depannya. Jendela mobil itu terbuka menampilkan wajah rupawan wanita bermata biru yang ceria; Alexia Smith.

"Lena! Ayo masuk!"

Lena bergeming, pandangannya terpaku pada seseorang di kursi kemudi, lelaki tampan yang sejak kapan menghantui dirinya sedimikian rupa. Lelaki yang bahkan tidak menatapnya sama sekali.

"Lena!" teriak Lexi sekali lagi.

Lena terperanjat kaget menatap wanita didepannya, mengerenyit bingung "Eh, apa?"

"Ayo masuk! aku ingin kau mengantarku ke Bandara!"

"Bandara?"

Alexia mengangguk, membuat kuncir kudanya bergoyang mengikuti gerakan kepalanya lalu menjawab dengan suara yang lembut, "Aku akan pulang ke Nowergia."

"Secepat itu?" tanya Lena lagi.

"Banyak tugas yang harus aku kerjakan," jawabnya lalu menyuruh wanita yang berdiri disamping mobilnya itu masuk lewat gerakan kepala, "Ayo ikut!"
Lena terdiam, pandangannya kembali mengarah ke arah lelaki disamping Alexia, lelaki yang sibuk memainkan gadgetnya tanpa menghiraukan kehadirannya sedikitpun. Hatinya menjadi remuk sekali lagi, entah sudah yang keberapa kalinya.

"Justin!" Alexia memandang Justin geram.

Justin menyimpan gadgetnya di saku, memandang lawan bicaranya tanpa ekspresi, "Ada apa?"

"Astaga!" wanita itu menepuk dahinya pelan, "Kau tak keberatan jika Lena ikut, bukan?"

Mata coklat keemasan Justin beralih menatap wanita yang berbalut jas kerja berwarna biru tua dengan celana panjang senada yang menutupi kaki jenjangnya, rambut coklat keemasannya berterbangan ditiup semilir angin, rambut coklat keemasan yang dulu sering ia belai.

Lain halnya dengan Justin, Lena merasa degupan jantungnya semakin kencang. Waktu terasa berhenti, dipandangan Lena hanya ada mereka berdua. Hanya berdua, dan Lena ingin  waktu ini tetap terhenti selamanya.

"Tidak." sahutnya singkat. Lena mengerjap dan segera menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang merona.

"Ayo Lena! Masuk!"

"Tapi aku harus bekerja, Lexi."

Alexia mengambil handphone-nya, menekan beberapa tombol dan mengarahkannya ke telinga.

"Ayah, Lena akan ikut mengantarku bandara. Bisakah kau mengizinkannya?" ucap Lexi setelah beberapa saat.

Alexia mengangguk dan meletakkan kembali handphonenya ke dalam tas dipangkuannya. Mata birunya kembali menatap Lena yang masih berdiri kaku disamping mobilnya.

"Kau sudah diizinkan, ayo masuk!"

Lena mendesah pelan, memandang gedung kantornya sebentar lalu berjalan memasuki mobil BMW hitam itu.

---------

Mentari sudah membumbung tinggi, London menjelma menjadi kota yang sibuk. Kendaraan berlalu lalang, membuat kebisingan. Para pejalan kaki berjalan santai seakan menikmati kota London dibawah sinar matahari yang hangat. Suasana didalam mobil BMW hitam itu begitu canggung, semenjak kepulangan mereka dari Bandara. Justin menyuruh wanita itu untuk duduk disampingnya dan Lena tentu tak bisa menolak hal yang paling dia inginkan. Perasaannya berkata kursi ini memang haknya dan lelaki disampingnya ini adalah miliknya.

Deru mobil itu berhenti didepan sebuah gedung bertingkat dua yang bertuliskan Italian Resto pada jendelanya. Lena mengerenyit dan beralih memandang Justin yang sibuk melepas seatbelt kursinya.

"Kita makan siang dulu sebelum kembali ke kantor." ucapnya sembari membuka pintu mobil. Lena mendesah, ia tak tahu dari segi apa lelaki ini membuatnya jatuh cinta. Ia bahkan tak tahu apa yang membuatnya tetap bertahan mencintai lelaki ini.

Elegan dan mewah itulah kesan pertama yang Lena dapatkan saat sampai di depan pintu restoran itu. Restoran yang menjadikan warna putih sebagai warna yang paling dominan, disudut kiri terdapat beberapa pria yang memainkan alat musik mendendangkan musik lembut khas Italia. Seorang pria tua menggunakan tuxedo hitam menghampiri Justin dan Lena lalu bertanya dengan nada Italia yang begitu khas, "Dengan siapa?"

"Justin Bieber dan Lena Bieber."

Lena memandang Justin tak percaya, apa yang baru saja lelaki itu katakan? Apa ia baru saja berkata Lena Bieber?

"Satu meja untuk Tuan dan Nyonya Bieber." kata lelaki tua itu setengah berteriak.

Tak lama, datang lelaki dengan jas yang serupa menghampiri mereka dan berkata dengan sopan, "Silahkan ikuti saya."

Justin mengenggam tangan Lena, menariknya lembut. Tangan yang terasa begitu 'pas' untuk dia genggam dan perasaan aneh itu kembali muncul. Sekelebat bayangan melintas diotak wanita itu, sepasang kekasih yang saling mengenggam dengan cincin putih yang melingkar di jari manis mereka berdua, tapi siapa mereka itu?

"Ingin pesan apa?" suara itu membangkitkan kembali kesadaran Lena. Ia memandang sekeliling dan mendapati dirinya sudah duduk manis dikursi di ujung ruangan.

"Bruscheeta dan Fettucini Oglio Olio."

Lena membelalak, apakah lelaki ini memesan Fettucini Oglio Olio untuknya?

"Baiklah." ucap wanita itu ramah dan beranjak dari tempat itu.

"Tunggu!"

"Ada apa tuan?" tanya wanita itu lagi.

"Jangan memakai terlalu banyak cabai pada Fettucini Oglio Olio." sambungnya.

Wanita itu mengangguk dan berlalu. Lena memandang Justin datar, menyembunyikan keterkejutannya yang sudah memuncak.

"Kau tak suka Fettucini Oglio Olio yang pedas bukan?" tanya lelaki itu lembut.

Lena mengangguk samar, "Ka--u ta--hu?"

Justin tersenyum penuh arti sebagai jawaban atas pertanyaan Lena.

"Mungkin ada beberapa penggalan kisah yang hilang dalam otakmu."

Lena memiringkan kepalanya dan mengerenyit, "Maksudnya?"

"Ah tidak apa-apa." sahutnya ramah.

Suasana menjadi hening, mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Lena tahu pasti ada maksud tersembunyi dari ucapan lelaki itu, maksud yang harus ia pecahkan. Tak berapa lama, pesanan mereka datang Bruscheeta dan Fettucini Oglio Olio yang menguggah selera. Seperti sebelumnya sepasang manusia itu kembali menikmati makan siang dalam keheningan.

~~~~~~~

Haloha!!!

Aku mau nanya kalian mau cerita Lena Lee 2 ini panjang atau pendek?

Xoxo^^


Lena Lee : When You ComebackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang