Sakit

2.2K 214 12
                                    

Langkah kaki itu terdengar sangat terburu-buru. Wanita itu baru saja pulang dari London dengan penerbangan tercepat dan langsung berlari menuju kamar di sudut rumahnya. Saat pintu terbuka nafasnya yang memburu menjadi terhenti seketika. Ia memandang tak percaya lelaki berambut hitam yang duduk di tepi mati yang terbuka.

"Christian."

Christian berbalik dan memandang wanita yang mematung di ambang pintu.

"Rowena."

"Aku----"

Christian bangkit dari duduknya membuat ucapan wanita itu terhenti. "Kenapa kau tak pernah bilang padaku tentang ritual ini?"

Rowena terdiam.

"Kenapa kau tak pernah berkata bahwa Justin masih hidup, Rowena ? Kenapa ?! Kenapa kau merahasiakan ini dari kekasihmu sendiri!!!." Lanjut Christian dengan nada yang lebih tinggi dan Rowena tetap saja terdiam.

Christian menghela nafas berat saat melihat wanita itu masih terpaku dengan kepala yang terpekur.

"Aku tahu semuanya, Rowena. Bennet telah menceritakannya." Tutur Christian lembut. Lelaki itu berjalan pelan ke arah Rowena yang masih menunduk dan langsung menarik wanita kedalam pelukannya.

"Dia semakin mengiggil." Teriak Bennet membuat sepasang kekasih itu langsung melepas pelukannya.

"Astaga!" Pekik Rowena. Ia menarik tangannya sendiri saat menyentuh tangan lelaki di peti mati itu. "Dia sangat dingin."

-----------

"Astaga!"

"Lud----wig." Lirih wanita itu di balik selimutnya. Ludwig segera beranjak keluar kamar untuk mengambil handuk kecil dan se-baskom kecil air hangat. Lelaki itu menaruh dengan pelan handuk kecil ke kening wanita itu. Air wajahnya terlihat begitu khawatir, Pace sedang dinas ke luar negeri dan dia mendapati adiknya mengiggil saat pulang ke rumah.

"Lud--wig."

Ludwig segera menyelimuti adiknya yang masih mengiggil, "Aku di sini, Lena."

"Din---gin se--ka--li." Ucap Lena gemetar. Tubuhnya terus mengiggil, giginya gemeretak, rasanya ia baru saja direndam dalam sebuah kolam berisi es balok.

"Aku akan ambil obat."

-----------

Bibir penyihir Salem Bennet terus bergerak, lelaki di peti mati itu perlahan-lahan mulai menenang. Rowena menghembuskan nafas lega saat tubuh lelaki itu sudah kembali normal.

"Jadi ternyata kau menukar ingatan Lena untuk nyawa Justin."

Rowena mengangguk.

"Tapi bagaimana bisa ?"

Wanita itu mengalihkan pandangannya ke Bennet dan seketika raut wajah Christian berubah.

"Jadi," Ucap lelaki itu. "Ini semua karenamu Bennet."

"Ya, tuan Christian." Sahut perempuan berkulit hitam.

"Aku kira penyihir tak suka dengan vampire ?"

"Dia sahabatku, Christian." Kali ini Rowena yang menyahut.

Christian memandang kekasihnya itu tak percaya. Vampire dan penyihir adalah dua makhluk immortal yang saling bermusuhan sejak berabad lamanya, lalu sekarang didepannya. Kekasihnya sendiri mempunyai sahabat seorang penyihir ?

"Nona Rowena pernah menyelamatkan saya." Tutur Bennet, "Jadi apa salahnya kali ini saya yang membantunya."

Rowena menggeleng, "Tidak, Bennet. Semua itu tulus, jangan beranggap kau berhutang padaku."

Sudut-sudut bibir penyihir itu terangkat. Kali ini ia sangat yakin keputusannya untuk membantu vampire ini benar.
"Kau sungguh baik."

"Astaga!"

Rowena dan Bennet langsung menoleh ke arah Christian yang berteriak memandang ke dalam peti mati. Mereka semua mebelalak saat melihat jemari-jemari lelaki dalam peti itu bergerak pelan.

"Christ--"

Dan mata coklat keemasan itu akhirnya terbuka.

-------

"Bagaimana ?"

Putra pertama Pace Lee itu kembali ke kamar adiknya dengan segelas teh hangat. Ia hampir saja membawa wanita itu kerumah sakit, tapi tiba-tiba wanita itu kembali normal dengan sendirinya membuatnya bingung tapi juga senang. Ludwig membantu wanita bermata coklat itu untuk duduk dan bersender ditepi ranjang.

"Aku benar-benar khawatir tadi."
Lena menaruh gelas tehnya di nakas lalu memandang lelaki di depannya ini penuh penyesalan, "Maafkan aku."

Lelaki itu mengangguk, "Kau pasti sangat kelelahan berjalan seharian dengan Zac."

Lena menghela nafas pelan, "Mungkin saja." Katanya. Ia kembali teringat akan ucapan lelaki itu tadi sore. Ucapan yang menurutnya aneh dan berbeda.

"Ada apa ?"

Lena memandang Ludwig dan menggeleng.

"Aku akan berangkat kerja." Ucap lelaki itu lagi seraya bangkit dari duduknya.

"Maaf membuatmu tidak tidur semalaman." Sahut Lena lirih.

Ludwig tersenyum, "Jangan sakit lagi." Lanjutnya dan mulai beranjak meninggalkan kamar Lena.

"Oh ya Lena." Panggil Ludwig saat berada diambang pintu.

"Kau tak usah bekerja hari ini. Aku sudah memintakan izin untukmu." Ia menghela nafas, "Beristirahatlah."

Lena tersenyum dan memandang matahari yang mulai terbit dari jendela kamarnya. Ia tak tahu mengapa tapi sekarang wanita itu tiba-tiba saja merasa lengkap.

-------

"Justin."

"Christian."

Lelaki berambut coklat itu langsung bangkit dari peti matinya. Rowena dan Christian bahkan terkejut dengan gerakan lelaki itu. Christian memandang lagi kekasihya, berbicara dengan wanita berambut coklat keemasan itu melalui telepati.

Ia tak terlihat seperti mati selama beberapa bulan.

Rowena mengangguk, Aku bahkan ragu dengan adegan mengiggilnya tadi.

Apakah ini karena kita vampire ?

Rowena hanya mengangguk sebagai balasan atas pernyataan kekasihnya itu.

"Dimana Lena ?"

Kedua vampire itu berhenti bertelepati dan kembali memandang Justin yang terlihat bingung. Ia masih saja tampan, dengan tuxedo yang sengaja dipasangkan para penjaga lelaki karena pakaian perang lelaki itu sudah tidak layak pakai.

"Aku bertanya dimana Lena, Christ ?" Tanya lelaki itu lebih tegas. Mata coklat keemasannya memandang kedua vampire di depannya itu tajam.

"Lena---dia---."

Alis Justin terangkat  naik, "Dia kenapa, Rowena ?"

Rowena menelan ludahnya, aura pangeran Rjukan ini benar-benar mematikan.

"Ada apa sebenarnya ini ?"

Matanya memandang Christian dan Rowena bergantian.

"Dan kenapa disini ada---penyihir?" Tanya lelaki itu sembari memandang Bennet yang hanya melihat datar ke arahnya.

"Astaga!" Pekik lelaki itu lalu tubuhnya mendadak kehelingan keseimbangan. Tetapi dengan sigap Christian membawa tubuh sahabatnya itu ke tepi kasur yang berada tak jauh dari peti mati.

"Aku sudah mati." Ucapnya tak percaya, "Aku tertusuk." Ia berhenti sejenak, "Lalu kenapa aku disini."

Justin masih saja memandang kosong ke arah tiga orang yang sekarang berdiri di depannya. Menunggu sebuah penjelasan.

"Baiklah, Justin. Aku harap kau bersabar dengan kisah ini." Tutur Christian.

~~~~~

Ini yang sering comment 'Kak, Justinnya di hidupin dong.'

Dan tara!!!! Justin kembali!

Lena Lee : When You ComebackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang