Justin & Bunga Mawar

3.9K 279 217
                                    

Semerbak keharuman mawar menerpa, sesekali semilir angin menerbangkan helaian rambut coklar keemasan ke udara. Kicauan burung menenangkan, terbang dilangit biru menentang sang surya. Setelah pekerjaannya selesai, Lena memutuskan untuk melihat secara langsung taman bunga mawar yang berada disamping rumah Alexia. Dipinggir taman tersebut terdapat sebuah kursi kayu, dan disanalah Lena duduk, menikmati segala keindahan yang ditawarkan taman bunga mawar itu. Ia juga tak tahu sejak kapan ia begitu menyukai mawar dan sejak kapan melihat hamparan mawar seperti menjadi kebiasaannya yang telah lama hilang.

"Pekerjaanmu sudah selesai?"

Lena mendongkak dan menatap kearah asal suara, detak jantungnya berpacu lebih cepat saat melihat lelaki yang selalu ada dipikirannya itu sedang memandang dirinya.

"Su--da---h." sahut Lena gagap. Justin tersenyum teduh, lalu duduk dikursi kayu itu; disamping Lena. Debaran jantung Lena semakin tak karuan, wanita itu berusaha keras bersikap normal. Tidak ada lagi orang yang boleh tahu bahwa ia mencintai lelaki disampingnya itu. Justin sudah menikah, Lena! Sadarlah! Lena membatin.

Sesaat suasana hening, hanya ada suara kicauan burung dan gesekan rumput yang menjelma menjadi melodi tersendiri. Lena menautkan kedua tangannya, memainkan jemari-jemari lentiknya. Justin tersenyum kecil, sekeras apapun Lena berusaha bertingkah normal. Justin selalu tahu bahwa ia gugup karena ia merasakan kegugupan yang sama.

"Taman bunga mawar ini memang disiapkan untukmu."

Lena menoleh ke lelaki yang tetap memandang lurus kedepan. Ia mengerenyit bingung.

"Rowena yang menyiapkannya, kau selalu suka bunga mawar, bukan?" sambungnya.

"Kau dan Gorgon cenayang?"

Justin menoleh dan menatap mata coklat itu lamat, "Bagaimana jika ku katakan aku dan Gorgon adalah orang dikisah masalalumu?"

Lena menatap wajah itu terkejut tapi sedetik kemudian berubah kembali menjadi wajah datar. Ia menghela nafas dan tertawa ringan, "Kau kira aku bodoh, Justin? Aku mengingat semua orang dikisah masalaluku."

Salah satu sudut bibir lelaki itu terangkat naik, membentuk seringaian. "Mungkin saja kau lupa. Bagaimana jika aku berkata 'Semua akan baik-baik saja, Lena' apakah kau merasakan sesuatu?"

Lena memegang dadanya, ada rasa berdesir di hatinya saat kata itu terucap. Bayangan-bayangan hitam seperti sebuah film berputar dipikiran Lena. Ia memegang kepalanya dan terpejam, seharusnya ia mengingat sesuatu. Pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh pikirannya sendiri? tapi hal apa itu? Kenapa hanya ada bayangan hitam dan penggalan kisah yang absurd.

"Lena!" Justin mengguncang tubuh Lena keras saat wanita itu tak kunjung membuka mata. Perlahan mata wanita itu terbuka dan seketika ia menangis.

"Kau kenapa?" tanya Justin panik.

Lena menggeleng dan menghapus airmatanya kasar, ia juga tak tahu kenapa ia menangis. Wanita itu bangkit membersihkan gaunnya dan melangkah masuk kerumah Alexia dengan langkah lebar, meninggalkan Justin dalam diam.

Ia hampir mengingatnya.

------------

"Lena! Buka pintunya!"

Ketukan pintu terdengar berulang-ulang. Entah sudah berapa kali Rowena memanggil dan menyuruh wanita itu membuka pintu kamarnya. Mentari sudah tenggelam berganti langit gelap dengan taburan bintang. Lena menatap langit dengan bintang itu khimat, sesekali ia menyeka airmatanya kasar. Tanpa suara atau isakan, wanita itu menangis dalam diam.

"Lena! Aku mohon, biarkan aku masuk." pinta Rowena lagi. "Kau sudah tidur?"

Lena menghela nafas, ia tak ingin memberikan beban kepada siapapun. Ia hanya menangisi dirinya yang bodoh. Di balik pintu, Rowena dan Gorgon terus mendengar helaan nafas wanita itu. Rowena memandang adiknya itu, lalu menggeleng pasrah.

"Ia masih Lena yang cengeng, ya?" tanya Gorgon pelan.

Rowena mengangguk, "Tak ada yang berubah darinya, Gorgon."

Alexia datang menghampiri kedua vampire itu, membawa dua gelas cairan merah yang kental. Wanita itu menatap wajah kekasihnya yang terlihat pasrah.

"Bagaimana?" tanya Alexia.

Gorgon menggeleng pelan.

"Mungkin Lena butuh waktu sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Rowena menghela nafas, "Entahlah tidak ada yang tahu. Justin berkata ia tiba-tiba saja menangis."

Alexia mengelus lengan kakak iparnya itu pelan lalu berkata dengan serius: "Istirahatlah dulu, Rowena. Kau juga perlu istirahat Gorgon."

Gorgon tersenyum dan mencubit pipi Alexia gemas. Digandengnya kekasihnya itu, dan beranjak pergi meninggalkan ruang kamar Lena. Rowena menatap pintu berwarna coklat tua itu, diketuknya sekali lagi berharap kali ini Lena mau membukanya.

"Le---"

Pintu terbuka, menampilkan wajah berparas rupawan milik Lena Lee hanya saja kali ini mata coklatnya terlihat bengkak dan memerah. Rowena segera memeluk wanita bermata coklat itu, menariknya masuk kedalam dan menutup pintu kamarnya kembali, dan benar dugaannya wanita itu menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Rowena.

"Lena kau kenapa?" ucap Rowena menenangkan, tangannya yang pucat mengelus punggung Lena lembut.

Bintang masih bersinar, tanpa rembulan yang biasanya mengiringi. Suata jangkrik dan hewan-hewan malam terdengar dari segala penjuru. Tangisan Lena mulai mereda, pelukan mereka terlepas dan Rowena segera menuntun wanita itu ketepian ranjang.

"Kau bisa ceritakan padaku semuanya, Lena."

Lena menggeleng pelan, "Aku tidak apa-apa, Rowena. A---ku hanya merindukan rumah."

Rowena menggeleng tegas, "Jangan berbohong, Lena. Kau tidak sedang baik-baik saja sekarang dan ini semua bukan karena kau merindukan rumah."

Lena menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan, apakah ia wanita yang bisa ditebak semudah itu? Hingga Rowena tahu bahwa ia sedang tidak baik-baik saja.

"Aku---"

"Apakah ini karena Justin?"

Lena mendongkak, sesaat ia terpaku tebakan Rowena tepat. Ini semua memang karenanya.

"Aku tahu ini semua pasti karena dia. Lelaki itu berbuat apa padamu? Ia ingin cari mati rupanya." ucap Rowena geram.

Lena menggeleng, "Tidak-tidak. Bukan seperti itu."

"Lalu ada apa?" Rowena mengerenyit.

Lena menggigit bagian bibir bawahnnya, haruskah ia jujur?

"Ada apa, Lena?" tanya Rowena lagi.

Lena menatap kearah jendela, mematap ribuan bintang di langit malam. "Aku mencintainya." ucapnya lirih, berbisik bahkan nyaris tak terdengar.

Rowena tersenyum, dipeluknya wanita itu. Jika Lena sudah mulai kembali mencintai Justin itu berarti kerja lelaki itu berhasil.

"Kau mencintainya?" ulang Rowena.

Lena terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk samar, "Tapi ia sudah menikah." ucapnya pelan.

Rowena mengerenyit, "Justin sudah menikah?"

Lena mengangguk.

"Tidak," wanita bermata biru itu menggeleng. "Ia belum menikah."

Lena menatap Rowena, menatap mata biru memabukkan milik kekasih Christian itu mencoba mencari kebenaran didalamnya.

"Tapi cincin itu?"

"Cincin?" Rowena berhenti. "Oh Tuhan! Itu memang cincin pernikahan Lena, pernikahan kalian." sambungnya.

"Maksudmu?"

Rowena menggeleng dan bangkit, "Aku harus menemui Christian sekarang. Selamat tinggal." dan wanita itu berjalan keluar kamar Lena.
"Tapi Rowena---"

Rowena tak berbalik, ia terus berjalan meninggalkan Lena didalam kamarnya. Wanita bermata coklat itu mengerenyit, apakah tadi ia salah dengar? Rowena menyebutkan pernikahan kalian.

~~~~~~

Ayo dong Lena ingat semuanya!!!

Tetap tunggu kelanjutannya ya, xoxo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lena Lee : When You ComebackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang