Permulaan

2.3K 213 10
                                    

Lena merapikan rambutnya yang sengaja ia kuncir satu hari ini. Belakangan ini kota London selalu dipenuhi awan kelabu, wanita itu mendongkak melihat langit mendung dari balik jendela kantornya.

Hari ini adalah hari ketiga ia bekerja di perusahaan milik Orlando Smith, semuanya berjalan lancar. Lena mulai mengenal lebih banyak teman kantornya dan pertemanannya dengan Rowena Pevensie semakin intim. Ia menempalkan telapak tangannya pada kaca, meresapi hawa dingin dari luar kantor. Pandangannya beralih pada meja di depan mejanya, lelaki itu sedang makan siang sekarang. Rekan kerjanya yang bahkan belum memperkenalkan dirinya.

"Kenapa kau memandangi mejaku, Mrs. Lee?"

Lena tersentak, buru-buru ia menggeleng dan kembali duduk dimejanya.

"Apa semua laporan untuk Mr. Smith sudah selesai?" Lanjut lelaki itu.

Lena menggeleng tetapi tidak menatap wajah lelaki itu.

"Baiklah." Justin mengangguk, "Kau ingin coklat panas?"

Lena mendongkak, "Eh?"

"Tiba-tiba saja aku tidak tertarik lagi meminum coklat panas. Kau ingin?" Tanyanya lagi.

Lena menggeleng sungkan.

Justin menaruh segelas coklat panas itu diatas meja kerja Lena.

"Ambil saja. Aku tahu kau suka coklat panas." Lalu berjalan pelan ke meja-nya.

Lena melirik coklat panas itu, demi apapun! tidak ada yang lebih inginkan sekarang selain coklat panas, hari yang dingin dan ruangan yang ber-AC membuat keinginan itu semakin menggebu-gebu.

"Terimakasih, Pak." ucap Lena lirih.

Justin mengangguk, "Anggap saja itu imbalan atas semua pekerjaanmu yang memuaskan."

Sudut-sudut bibir Lena terangkat, ini percakapan terpanjang yang pernah ia lakukan bersama rekan kerjanya. Ia menatap Justin yang fokus pada laptopnya. Aneh memang, tapi rasanya ia pernah melihat Justin seperti ini ribuan kali sebelumnya ditempat yang berbeda, yang lebih luas dari ruang kerjanya sekarang. Wanita itu menyesap coklat panasnya, dan lagi-lagi ia merasa ia pernah melakukan ini sebelumnya. Coklat panas. Justin. Laptop. Dirinya.

"Ada apa, Mrs. Lee? Ada yang ingin kau pertanyakan?"

Lena mengerjap, ia menggeleng setelah memperoleh kesadarannya kembali. Justin mengalihkan pandangannya ke arah wanita itu.

"Bertanya saja tidak apa-apa." Lanjut lelaki itu.

Lena menggeleng, "Tidak ada, Pak. Silahkan lanjutkan pekerjaan anda."

Lelaki bermata coklat keemasan itu mengangguk. "Tidak usah berbicara formal padaku, kita rekan kerja. Bukan atasan dan bawahan."

Lena terdiam sebentar sebelum akhirnya menaik-turunkan kepalanya.

Awan kelabu masih menutupi langit London. Lena menatap keluar sebentar, melirik lelaki didepannya sekilas, lalu membuka laptopnya. Ini sebuah perubahan, Justin dan dirinya.

-----------

Wanita itu menatap kembali menatap arlojinya, langit sudah gelap ditambah air hujan yang turun dari langit yang hitam. Ia menengok kekanan dan kiri, tidak ada taxi kosong disaat ia membutuhkannya. Ludwig dan Pace sedang dinas di luar negeri, dan sekarang ia disini terdiam di pos security dengan hujan yang semakin lebat.

"Argh!!!" Lena mengerang. Ia seharusnya menerima tawaran ayahnya untuk belajar mengemudikan mobil, sehingga hal-hal seperti ini setidaknya dapat ia hindari.

Matanya redup, ia mengantuk. Lagi-lagi wanita itu merutuki dirinya sendiri. Obat sakit kepala yang barusan ia minum mempunyai efek tidur. Lena merutuk dalam hati, pekerjaan yang menumpuk membuat ia tak tertidur tadi malam dan hari ini kepalanya benar-benar kacau.

Sialan!

"Kau butuh tumpangan?"

Lena menatap mobil BMW hitam didepannya, ditengah mata yang semakin lelah ia melihat lelaki itu dikursi kemudi. Justin Drew Bieber.

"Masuklah! Hujan semakin deras." Ucap lelaki itu lagi.

Putri Pace Lee itu masih saja diam.

"Tidak apa-apa, masuklah."

Lena mengangguk dan masuk kedalam mobil.

"Terimakasih."

Justin mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Hujan semakin menggila, awan mendung ditambah antrian kendaraan di jalan yang tidak bergerak. Sesekali terdengar rentetan klakson dari mobil-mobil yang terjebak kemacetan, Justin menatap wanita bermata coklat yang duduk membelakanginya. Wanita yang masih mengenakan jas kerja dan celana panjang berwarna abu tua.

"Hei kau yang ada di depan! cepatlah!" Suara itu terdengar dari belakang mobilnya. Ia melirik kaca spion, dan benar seorang lelaki gemuk dengan sedikit janggut didagunya itu berteriak dari balik kaca mobilnya. Justin tersenyum kecut mendengar para pengemudi dibelakangnya menggerutu karena mobilnya belum melaju disaat jalan sudah kembali normal.

"Lena?" Panggil Justin, lembut.

Tidak ada jawaban, lelaki itu menepikan mobilnya. Ia melihat keadaan wanita itu disamping kursinya dan wanita itu tertidur. Sangat damai dan nyaman.

Seutas senyum terurai dibibir lelaki itu, seandainya saja ia tidak sepengecut dulu. Seandainya saja dari awal, Justin tidak menampik perasaannya sendiri. Bahwa wanita yang sekarang tertidur ini memang berbeda.

Justin merogoh ponselnya di saku celana. Memanggil seseorang yang selalu ia hubungi belakangan ini.

"Allo?" sahut seseorang diujung telepon.

"Rowena. Kirimkan aku alamat apartemen Lena."

"Ada apa?"

Justin memutar bola matanya, "Kirimkan saja aku."

"Dia bersamamu sekarang."

"Kirimkan saja aku!" Ulang lelaki itu geram.

"Ludwig dan Pace sedang dinas ke luar negeri. Kau tak bisa masuk ke apartemennya, bawa saja ia ke apartemenmu."

"Apa?" Justin menyahut, "Aku akan mengantarkannya ke apartemenmu saja."

"Tidak bisa." Sahut Rowena cepat.

"Kenapa?"

"Aku sedang mengerjakan beberapa tugas kerajaan. Jangan ganggu aku!"

Sambungan mereka terputus.

"Sialan kau Rowena!" umpat Justin pelan sembari memukul setir kemudi.

Justin melirik sekali lagi wanita yang masih terbaring membelakanginya. Tidak ada pilihan lain lagi. Sepertinya malam ini Justin akan merasa menjadi suami kembali.

~~~~~~~~~

Halloha beib :* Gimana ya reaksi Lena pas kebangun di apartemennya Justin ? Histeris kah ?

Maaf ya updatenya ngaret. Tugas bertumpuk :''') tapi tetep diusahain update secepetnya.

---Xoxo-----

Lena Lee : When You ComebackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang