Andrea's PoV
Sejak kedatangan Leon, aku mencuri pandang diam-diam, kepo gitu, ada apa dengan mereka. Ternyata gak ada lima menit, Leon keluar dari cafe, sedangkan Rendra ke meja kami. Dia tahu kalau kita disini, dan bodohnya aku pura-pura tidak tahu.
"Hai Dre. Gak usah pura-pura gak tau gitu. Dan....." ia menatap kakaknya sedikit cemas. Aku bisa membaca perasaannya. "Kenapa kau ada disini?"
"Harusnya aku yang tanya, ngapain kamu ketemu orang disini? Siapa dia?" Tanya Unla dengan mata menyelidik. Pandangannya beralih padaku, meminta jawaban yang cuma dibalas tanda diam dari Rendra. "Kau kenal dia yang tadi duduk sama dia?"
Tatapanku menajam pada Rendra seperti berkata 'kau harus cerita tentang hal ini, dan ingat kau hutang budi padaku untuk ini."
Aku tak mungkin bohong pada Unla. Dia seorang tracker bukan? Dia memiliki kemampuan mengetahui kebohongan seseorang. Dengan ragu, akhirnya aku buka suara setelah beberapa menit diam. "Dia Leon, dia senior bidang olahraga di sekolah. Kemampuan fisiknya mengagumkan, jadi menurutku nggak heran kalo Rendra bisa kenal. Kamu kan jago basket, Ren?"
Dia hanya mengangguk. Memang benar begitu. Aku juga nggak bisa kasih tau info lebih banyak tentangnya. Itu kan gak baik.
Tunggu, apa aku baru saja membelanya? Lupakan saja.
"Bener juga sih," Unla mengambil secangkir kopi yang tinggal setengah isinya. Ia teguk semuanya hingga habis. Aku tahu Unla sedang memikirkan sesuatu, tapi sepertinya dia sedang menganalisis sesuatu. "Mumpung kamu disini, anterin tuh Andrea ke rumah."
Sebelum Rendra mengiyakan, aku bangkit dari kursiku. "Tak apa, Ren. Aku bisa pulang sendiri."
Raut wajahnya yang tadinya hendak menolak pada kakaknya berubah drastis menjadi tak enak hati padaku. "Dre, jangan gitu dong. Aku anterin ya, lagipula aku ada latihan hari ini."
Unla ikutan bangkit dari duduknya, sedangkan Rendra mencari kunci mobil di saku celananya. "Nah kan, kebetulan tuh. Nggak akan ngerepotin Rendra, tenang aja." Unla ikut meyakinkanku. Aku tak mungkin menolak ajakan kedua bersaudara ini, kalau masih aku ngeyel pada mereka bisa jadi ribut.
Kami keluar dari cafe bersama-sama. Unla berjalan keluar menuju mobilnya, sedangkan aku mengikuti Rendra di belakang. Ia membukakan pintu mobil padaku, dan aku masuk ke dalamnya. Setelah menutup pintu mobil, ia bergegas masuk ke mobil lewat sisi lainnya.
Selama di dalam mobil, tak ada satu patah pun yang keluar dari bibirku maupun Rendra. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, memandang jalanan sedangkan Rendra fokus menyetir. Sampai Rendra tiba-tiba membuka suaranya. "Jadi, kau suka dengan Leon, temanku tadi?"
Seperdetik aku menatap tajam padanya. "Leon? Buat apa aku suka padanya, dia tukang playboy di sekolah. Bagaimana ceritanya aku seorang Intelion bisa jatuh cinta padanya?"
Rendra terkekeh. "Kau bertemu dengannya dan mengagumi wajahnya. Benar kan? Jangan bohong sama tracker, walau aku bukan golongan Intelion atau pembaca pikiran sepertimu."
Skakmat! Mampus gak lucu ketauan bohongnya. "Entahlah, Ren. Aku sendiri tak tahu kenapa bisa seperti ini." Kataku pasrah.
Rendra terdiam, seperti menduga sesuatu. Aku tahu ada hal yang dia sembunyikan di dalam pikirannya, tapi aku terlalu cepat mengetahuinya. Sedari aku tahu Rendra di cafe, ia sudah menutup pikirannya.
Tak lama kami sudah sampai di depan rumahku. "Tak ada yang berubah ya dari rumahmu, gitu-gitu aja."
Aku terkekeh sambil membuka pintu mobil. "Terima kasih tumpangannya." Langsung aku pergi masuk ke rumah.
"Salam untuk keluargamu yaa!" Teriak Rendra dari kaca mobil. Aku hanya mengacungkan jempol kananku tanpa menoleh ke belakang. Begitu aku membuka pintu rumah, mobil Rendra sudah menderu ke jalanan.
Rendra's PoV
Nyaris saja hariku berantakan karena Andrea membaca pikiranku tadi. Hahaha, lagipula aku justru mendapat hal menarik darinya karena ternyata Leon disukai olehnya. Itu menurutku tadi, waktu aku membaca kebohongan dirinya, walaupun aku merasa kebohongan itu bukan 100%. Maksudku, jawaban dia memang ragu-ragu tetapi ada unsur kebohongan. Sulit sekali menjelaskan apa yang ada di pikiranku. Lama lama kalian akan tahu sendiri jawabannya.
Saat ini aku mengendarai mobilku menuju villa yang ada di pulau kecil dekat Jakarta, menemui Leon. Kakakku hanya tau kalau aku dan dia sebatas teman sejak SMP, tetapi kenyataannya aku berteman dekat dengan dia. Akulah satu-satunya penyihir putih yang masih peduli dengan keberadaan penyihir hitam
Ya. Aku tahu kalau Leon memiliki kekuatan yang berbanding terbalik denganku. Aku satu-satunya orang yang masih peduli dengan.....
'Lama sekali sih.'
Tiga kata itu merasuki pikiranku dengan paksa. Gelombang telepati yang kuterima ini sangat familiar. Ini milik Leon. Benar juga sih, beberapa menit lagi sudah sampai. 'Kau tahu sendiri aku habis kemana kan?' Kukirim gelombang telepatiku padanya.
Sampai di pelabuhan, aku memacu kendaraanku lebih cepat, menuju ke jalur khusus yang sengaja dibuat untuk menyebrangi lautan. Agar orang tidak curiga, di pelabuhan ada satu toko milik keluarga sebagai tempat untuk menyembunyikan apa yang terjadi di belakangnya. Orang biasa tak akan tahu, karena inilah rahasianya.
Kulempar ID card khusus tepat di celah diantara kayu. Masih dengan kecepatan tinggi, dari dalam permukaan tanah keluar sebuah pelampung. Otomatis, mobilku langsung menyatu dengan benda itu, kemudian konfigurasi mobilku berubah menjadi amfibi. Meluncurlah mobilku di atas air dengan kecepatan yang sama. Dan pengaturan itu semua hanya butuh 3 detik setelah aku memasukkan IDku. Yah, jadi mobilnya gak boleh sembarangan.
Aku menggunakan kecepatan penuh, menuju ke vila mobilku. Hanya butuh 5 menit dengan 160km/jam. Saat mau sampai, aku menurunkan kecepatannya. Ada sebuah jalur khusus untuk melepas amfibi ini, jadi tak usah heran dengan pertanyaan :
"Kan tadi pake amfibi, lah gimana mau nyetir di darat lagi?"Setelah sampai di daratan, aku menggunakan kekuatan teleportasi biar gak kelamaan. Dalam sekejab, aku sudah berada di garasi vilaku. Suara berat menyambutku, serta mengagetkanku.
"Lama banget sih Ren, padahal ini penting banget."
Jangan lupa vote + comment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black-White Love
Teen FictionDALAM REVISI BESAR-BESARAN Siapa yang tak menyangka bahwa rumah tetanggamu adalah seorang penyihir putih? Apalagi dari keturunan paling dihormati di kalangan penyihir dan manusia karena kehebatannya. Jauh dari keramaian publik, ada yang memilih untu...