Ada Apa Ini?

9 1 0
                                    

Leon's PoV

Aku merasa Rendra sudah pergi dari vila, tapi Polly masih memegangku menjauh dari vila. "Polly... kita sudah bisa kembali ke vila. Ia sudah pergi dari sana."

Ia menoleh, wajahnya tersenyum manis. "Aku tahu. Aku bisa merasakan keberadaan Tuan. Dan aku tahu kalau kau seorang penyihir hitam."

DEG. Mati aku.

"Para mermaid tidak suka pada penyihir putih," huffffff syukurlah. Dia nyaris membuatku terkena serangan jantung. Sejauh ini orang selain keluarga yang tahu kebenaran itu hanya Rendra, dan sekarang ditambah Polly. "Mereka menganggap kami, makhluk bawah laut sebagai orang terkutuk. Apalagi kaum siren, mereka lebih membencinya," oke. Aku baru tahu ini.

"Namaku Leon."

"Aku sudah tahu. Tuan sudah banyak bercerita tentangmu," suaranya merdu seperti nyanyian, baru kali ini aku menemukan...

Aku tadi bilang merdu? "Polly, lebih baik kita kembali sekarang," apa dia seorang siren? Pertanyaan mengenainya mulai berkumpul di kepalaku.

"Baiklah," ia berbalik arah dan mendayung ekornya menuju vila Rendra. Beberapa menit kemudian, kami sudah sampai di daratan pulau dimana vila Rendra berada.

Aku menapakkan kakiku di daratan, berjalan menuju vila. Tadinya aku berniat ingin menginap di vila, tetapi karena tuan rumahnya ada panggilan mendadak dari keluarganya jadi lebib baik pulang ke rumah.

Tuit tuit

Ada pesan masuk di handphoneku. Dari Rendra.

Oh iya, kok handphoneku nggak mati kena air? Padahal bukan tipe anti air. Sepertinya pil yang tadi kuminum bukan hanya untuk membuatku bernafas di air. Lupakan saja.

Nginep aja di vila, gapapa kok. Abis urusan keluarga selesai, ntar aku kesana.

Duh, efek Likamai.

Aku baru teringat Polly, ia hendak kembali ke dalam air, tapi aku mencegahnya dengan langkah cepat dan menahan tangannya. "Hei, temani aku sebentar sambil menunggu Rendra."

Ia tampak malu. Yang benar saja mermaid suka padaku? "Aku takut Tuan akan memarahiku. Lagipula, aku harus pulang ke rumah," sial, aku terlalu GR.

Benar juga, aku pernah dengar cerita kalau para mermaid harus berada di wilayah tempat tinggalnya saat bulan purnama penuh muncul di malam haris saat tengah malam. Dan sekarang baru bulan purnama. "Baiklah, aku mengerti."

Iapun masuk ke dalam air dan berenang entah kemana, sementara aku berjalan menuju ke vila Rendra untuk istirahat sekaligus menunggunya kembali. Sesampai di depan vila, aku membuka pintu rumah dengan kata sandi suara yang hanya dapat dibuka olehku, Rendra, dan Polly. Itu yang pernah aku dengar. Saat aku membuka pintu, aku dikejutkan dengan sosok yang tak asing di ingatanku.

"Siapa kau sebenarnya?"

Andrea's PoV

Tok tok tok

"Andrea, bangun. Persiapkan dirimu, ada tamu besar."

Aduuuh, apaan sih malem-malem gini ada tamu segala. Aku melirik jam digital di dekat meja. Apa-apaan ini, jam 11 malam ada tamu? Merepotkan saja.

Dengan jiwa masih belum terkumpul seluruhnya, aku berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajah dan menggosok gigiku. Kuusap wajahku dengan handuk. Untung aku masih peduli dengan penampilan wajah. Tapi masa bodo untuk masalah pakaian, mau tamu seperti apapun aku tetap menggunakan kaos biasa dengan celana selutut. Hanya biar sopan, tinggal mengenakan jaket tipis hitam untuk menyelaraskan kaos warna putih.

Keluar dari kamar, aku mengintip siapa yang datang malam-malam begini dari lantai dua. Ternyata keluarganya Rendra, haduh ada apaan sih. Mereka sudah duduk dan menunggu anggota keluargaku lain yang masih tertidur. Aku melihat Rendra berdiri dari kursinya meminta ijin pada ibu, kemudian berjalan ke lantai dua. Itu artinya ke arahku!

Akupun mencegatnya. "Mau kemana kau?"

Wajahnya terlihat terburu-buru, seperti ada yang sangat penting.

"Ke toilet, kau sendiri kenapa disini, bukannya turun," ohya benar juga. Maksudnya panggilan alam mendadak.

"Kan toilet di bawah-"

Dia sudah lari dengan kekuatan sihirnya, menghiraukan perkataaku. Huh, tapi maklum sih namaya kebelet. Gak pikir panjang dia menuju ke kamar mandi di dalam kamarku.

APA?! KAMARKU?!

"WOI MASUK ORANG SEMBARANGAN!!!!" Aku berlari menyusul Rendra, tapi ia sudah masuk ke kamar mandi. Jadilah aku menggedor pintu, memaksa keluar. Rendra gak sopan, masuk kamar cewek seenaknya.

"Berisik! Kayak gak tau orang kebelet apa. Mending turun sana, udah ditungguin juga," dasar Rendra, gak ada sopannya. Eh, aku tadi kan teriak waktu ada tamu. Duh, sama-sama gak sopan.

Yasudah, akhirnya aku turun ke bawah menemui yang lain. Sekaligus meminta maaf "Maaf menunggu, dan untuk teriakan yang tadi. Saya terbawa kesal, maaf sekali," aku membungkukkan badanku ke orang tuanya Rendra.

"Tidak apa, lagipula ibumu yang menyuruhnya ke kamarmu agar cepat datang kesini," begitu maafku diterima, aku kembali menegakkan tubuhku. Mereka tersenyum. Dan ibu terlihat tersenyum jahil.

Tapi ada yang kurang disini. Ohya! "Apakah Unla tidak ikut kesini?"

"Entahlah, tetapi sebentar lagi dia akan menyusul kesini."

Aku penasaran, dimana dia berada yaa? Sampai-sampai meninggalkan urusan seperti ini. Dari pakaian ayah, kakek, dan ayahnya Rendra, mereka mengenakan jubah seperti jaksa hakim, hanya saja berwarna putih. Sepertinya baru saja bertemu dengan petinggi lainnya.

Seharusnya aku tak harus ikut serta untuk ikut berkumpul, tetapi sesekali mereka melirikku. Baik ayah, ibu, dan keluarga Rendra.

Ada apa sih ini?

Black-White LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang