Tujuh

7.3K 642 5
                                    

"Kamu nyari apa?" aroma kopi hitam yang menggoda tercium olehku bersamaan dengan pertanyaan yang kudengar dari belakang.

"Anting." aku masih ingat terakhir kali memakai anting pemberian Mischa itu dua minggu yang lalu. Waktu itu aku baru balik dari pesta ulang tahun produser salah satu film yang Rion bintangi sebagai perwakilan pria ini karena waktu itu dia sedang malas katanya.

"Emang kamu yakin jatuhnya disitu?" Rion duduk di sofa kosong yang masih belum ku acak-acak.

"Kamu lupa dua minggu yang lalu kamu ngapain disini?" aku cuma mampir untuk memberikan makanan yang kubeli buat dia dan malah berakhir sepanjang malam di sofa ini. Dan paginya, aku cuma sempat menghangatkan mie goreng yang kubeli malam itu sebelum Rindy datang.

"Mana mungkin aku lupa hari dimana kamu sembunyi didalam lemari dengan setengah telanjang selama 3 jam?" aku menertawakan kekonyolanku hari itu dan itu karena pria yang sedang tertawa sekarang ini. Beruntung Rion melihat mobil Rindy dari balkon dan segera menyuruhku sembunyi karena kami tau ngga akan ada waktu sampai aku berhasil pergi tanpa ketemu sama Rindy. Aku benar-benar melupakan antingku dan baru menyadarinya waktu udah sampai di apartemenku sendiri. Bersembunyi selama 3 jam membuatku hampir kehilangan kesadaran hari itu.

"Padahal, kalopun Rindy tau kita punya hubungan, dia ngga akan marah. Justru itu lebih melegakan buat dia." aku ngga mau menanggapinya. Takut mood Rion berubah kalo aku ikut membahas satu nama itu. Aku lebih memfokuskan mataku ke sofa.

"Ini yang kamu cari?" Rion memegang anting mungil dengan permata biru kesayanganku. Benda ini hadiah terakhir dari Mischa.

"Syukurlah akhirnya ketemu. Aku ngga tau mau nyari kemana kalo ini ampe ilang." Takut hilang lagi, aku langsung mengambilnya dari tangan Rion dan segera menyimpannya ke dalam dompetku. 

"Sebegitu berharganya ya?" Rion mengekor dibelakangku. Aku cuma mengangkat bahuku. Dia mulai mencari tahu kehidupan pribadiku lagi. Aku takut sejak pisah dari Rindy, Rion akan mulai mengorek kehidupanku yang sudah lama dia lupakan. Aku ngga akan pernah menceritakan kehidupanku padanya. Aku ngga mau lebih bergantung pada orang ini.

"Aku mau pulang dulu siang ini, mengambil beberapa barang sekalian ada janji sama Raskha." hari ini jadwal Rion kosong dan aku memang sudah janjian dengan Raskha tadi malam. Kami mau mengunjungi pameran interior yang baru dibuka hari ini.

"Sepertinya kamu dekat banget sama wartawan itu."

"Aku ngga akan ceroboh dan ngebocorin soal kita ke dia. Itukan yang kamu khawatirkan?" hari ini aku mau bebas dari kacamata dan kemeja longgar. "Itu juga kan yang ada dipikiran kamu tiap kamu mandangin dia dengan sinis?"

Rion mengangguk jujur. Dia mengamati penampilanku dari atas sampai bawah. Ada yang salah? Aku cuma mengenakan terusan selutut dengan blazer sebagai luarannya. Aku membiarkan rambutku tergerai dan hanya satu jepitan mungil untuk menahan poniku biar ngga menggangu nantinya saat aku berkonsentrasi melihat-lihat furnitur unik disana.

"Diam dan tutup mulut kamu." kuambil gelas kopi dari tangan Rion dan meminumnya dengan sebelah tanganku yang lain menutup bibirnya yang siap berkomentar. 

"Kupikir cuma aku yang tau penampilan asli kamu." aku ngga berniat menjawab omongannya. Aku ngga akan berusaha menyangkal apapun yang dia pikirkan sekarang. Aku bisa terlambat karenanya, Raskha sudah menungguku disana.

***

Ngga sia-sia aku menantikan pameran ini sejak tahun lalu. Benar-benar layak untuk dinantikan. Semua perabotan yang ada disini memiliki desain unik dan spesial. Aku ngga bisa menutupi pandangan penuh kekagumanku. Aku memang sangat tertarik dengan dunia desain terlebih perabotan rumah seperti ini. Raskha kenal dengan Prama Saputra, seniman sekaligus arsitek yang dengan tangannya sendiri membuat barang-barang mengagumkan yang ada disini, dan dia berjanji mau mengenalkanku padanya.

Topeng EmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang