Enam Belas

6.3K 566 13
                                    

Aku mencium aroma-aroma persengkongkolan diantara dua pria yang sedang melahap roti isi didepanku ini. Mereka bersikap aneh seminggu terakhir ini, tepatnya sejak aku dinyatakan cukup sehat untuk bisa keluar dari rumah sakit dan kembali ke apartemenku. Mereka jadi over protektif padaku, dan bahkan menjadikan apartemenku menjadi tempat tinggal mereka sekarang. Rion dan Raskha menempati kamar kosong disamping kamarku. Awalnya aku merasa ngga ada yang aneh karena mereka bilang masih khawatir kalo aku tinggal sendirian sesudah sakit kemaren. Tapi lama-kelamaan tingkah mereka semakin aneh disaat aku merasa kesehatanku semakin membaik. Mulai dari Rion yang selalu membuntutiku kemanapun aku pergi dan mengosongkan jadwalnya entah sampai kapan dan Raskha yang dengan lancangnya mengurus cutiku dikampus dengan caranya sendiri tanpa memberitahuku sebelumnya. Aku benar-benar marah besar waktu tau itu. Belum lagi tiap sore mereka berdua mengajakku jalan-jalan walau sekedar berkeliling taman saja. Dan yang lebih membuat aku merasa semakin aneh, Rion ngga sedikitpun membahas masalah perasaan padaku, padahal jelas-jelas dia membahas perasaannya hari itu. Dia ngga mau mendengar jawabanku? Atau ngga peduli apapun jawabanku asal yang penting aku berada didekatnya?

"Sejak kapan kalian sekompak ini?" pagi ini aku terbangun oleh aroma harum kopi dan mendapati dimeja makan sudah terhidang roti isi dan jus untukku juga kopi untuk mereka. Aku ngga berani menoleh ke belakang karena cuma bakal mendapati dapur yang berantakan seperti baru habis kena serangan bom. Dua orang pria ini sama sepertiku, mereka ngga punya tangan yang handal untuk memegang penggorengan dan teman-temannya.

"Kami roommate sekarang. Jadi harus akur." jawab Raskha. Aku menatapnya dengan mata menyelidik. Ngga percaya. Seingatku Rion sangat menghindari Raskha yang keponya setengah mati kalo menyangkut pekerjaannya, dan Rion adalah salah satu incarannya.

"Kamu emangnya mau kami berantem terus?" aku masih ingat waktu Rion menendang pantat Raskha yang mengacak-acak barangnya untuk mencari lensa kameranya dimalam pertama mereka menginap disini. Rion yang rapi dan Raskha si berantakan, ngga akan bisa akur kalo harus tinggal sekamar.

"Keakraban kalian terlalu dipaksakan." aku tau dua orang ini sebenarnya ngga bisa di biarkan berada sedekat ini.

"Jangan punya pikiran negatif gitu." sahut Rion sambil melahap rotinya. Dia menyisihkan bagian yang gosong ke piring Raskha.

"Kalian kapan sih pergi dari sini? Aku udah sehat." aku menghabiskan jus digelasku, enggan menyentuh roti isi yang lebih terlihat seperti ban dalam untukku. Apa yang bisa dimakan kalo setiap bagiannya gosong begitu?

"Kan aku udah bilang, kamu harus tinggal denganku. Mau atau ngga mau, harus mau." jawab Rion tegas. Aku tau dia serius. Aku memang menolak untuk tinggal dirumahnya dan malah dia yang ada disini.

"Aku tau ada yang kalian sembunyiin. Jangan sampai aku nyari tau sendiri." aku melihat perubahan air muka Raskha, dan aku tau ucapanku barusan benar.

Situasi berubah serius, membuatku semakin penasaran dengan apa yang mereka sembunyikan sebenarnya.

"Kamu lupa, apa yang terjadi sama kamu kemaren? Aku cuma ngga mau kejadian kemaren terjadi lagi sama kamu." Rion sedikit lebih datar dan dia bisa menyembunyikan perasaan melalui wajahnya dengan baik. Dia memang seorang aktor yang berpengalaman.

Maksudnya adalah aku yang labil ini sewaktu-waktu bisa aja kembali meminum obat penenangku dan pingsan seperti hari itu. Mereka masih ngga percaya sama ucapanku ternyata. Aku memang putus asa, tapi aku ngga akan mengulangi tindakan untuk bunuh diri lagi. Cukup sekali. Luka yang kutimbulkan sebelumnya saja masih berbekas dipergelangan tanganku.

"Bukan berarti kalian harus tinggal disini juga kan? Ngintilin aku kemana-mana, belum lagi seenaknya ngatur cuti kuliahku." aku mulai kesal.

"Kami cuma mau yang terbaik buat kamu. Aku ngga mau merasa bersalah sama Mischa cuma karena aku gagal ngejagain kamu." Raskha menyebut nama yang membuat Rion mengernyitkan keningnya, dia memang ngga pernah mendengar nama itu sebelumnya. Bukannya dai udah tau kalo akau menyimpan rapat kehidupan pribadiku dari Rion, dan kenapa dia menyebutkan nama kakakku itu? Raskha mulai melupakan kesepakatan kami. "Cukup sekali Mirynda." Dan aku ngga suka pandangan khawatirnya itu padaku. Aku bukan anak kecil lagi yang penasaran gimana rasanya hampir mati ditangan sendiri.

Topeng EmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang