Dua Puluh Lima

8.3K 498 5
                                    

"Ngapain sih?" dari tadi Rion celingak celinguk, memeriksa keadaan.

"Mastiin ngga ada Raskha nongol disini." Raskha lagi.... Raskha lagi.

"Cuma ada kita disini. Kamu udah mastiin dari tadi kan?" Rion mengangguk.

"Aku cuma ngga mau tiba-tiba ada dia disini dan bikin aku kamu tinggalin tidur lagi kayak tadi malam." aku tertawa ingat ekspresi lucu Rion waktu aku bangun tadi pagi. Sepertinya dia cuma tidur selama beberapa jam dan wajahnya dilipat 10 waktu memandangku yang baru terbangun setelah tidur nyenyak.

"Kamu juga sih, hobi banget ngeladenin Raskha. Udah tau dia makin menjadi kalo diladenin." Rion mengambil sejumput rambut dipipiku dan menyelipkannya dibalik telingaku.

"Aku ngga bakal maafin dia kalo merusak bulan madu kita juga."

"Kali ini aku yang bakal kasih dia pelajaran." aku berani jamin kalo ngga mungkin ada Raskha disini. Pria itu sudah kukirim pulang ke rumahnya dengan aman setelah mengacaukan malam kami.

"Aku mau cuma ada aku sama kamu disini." bisik Rion, menempelkan ujung hidungnya diujung hidungku. "Tempat ini aku siapin cuma buat kamu."

"Kapan kamu nyiapin ini semua?" kejutan buatku waktu pertama menginjakkan kaki di tempat ini. Sebuah villa dengan pemandangan luar biasa indahnya. Semburat jingga senja nampak bersinar indah dibalik gunung dengan kabut tipis yang makin menambah indah pemandangannya. Belum lagi rindang pepohonan pinus terlihat bergoyang ditiup semilir angin sejuk.

"Ngga penting kapan aku nyiapin ini semua buat kamu. Yang penting itu, kamu suka ngga?" aku mengangguk.

"Suka banget."

"Syukurlah kalo kamu suka." Rion membalik badanku dan memeluk pinggangku dari belakang, mengajakku kembali menikmati pemandangan senja didepan kami.

"Ngga mudah buat sampai kemari sama kamu." ucapnya pelan.

"Penuh luka dan rasa sakit untuk sampai disini." berapa banyak luka yang sudah kubuat ke Rion?

"Luka itu sudah sembuh sejak kita berjanji untuk bersama selamanya."

"Aku merasa jadi wanita yang paling beruntung di dunia ini." kusenderkan kepalaku didada Rion.

"Aku sudah jadi pria paling beruntung sejak pertama ketemu sama kamu."

Seperti film yang diputar lagi dalam kepalaku. Kupejamkan mataku.

Saat seorang pria mabuk yang menciumku, lalu kesepakatan itu dibuat. Aku mulai jatuh cinta pada pria yang tersenyum bersama wanita yang dia cintai. Aku menemukan diriku merelakan hatiku mencintai sendirian dan menerima dirinya yang bersamaku meski bukan aku yang ada dihatinya. Lalu keadaan mulai berbalik dan dia mengatakan bahwa dia mencintaiku. Bukan berarti kisah kami menemui akhir bahagia sampai di sana. Masih ada jalan berduri yang harus kami lewati sampai di hari ini. Dan baru bisa tersenyum dipelukannya seperti sekarang.

"Aku akan mencintai kamu seakan cuma ada hari ini buat kita." kubuka mataku dan kembali melihat keindahan senja yang mulai digantikan oleh malam.

"Kalo ini mimpi, tolong jangan pernah bangunin aku." Rion kembali memutar tubuhku.

"Ini bukan mimpi, sayang." bisiknya dibibirku. Rion membelai bibirku dengan lembut. Aku melingkarkan tanganku dilehernya.

Ciuman lembut dan lama sebelum dia mengangkat tubuhku dan membawaku masuk saat hari sudah benar-benar gelap.

Rion mendudukkan dirinya dikasur dengan aku yang sekarang berada dipangkuannya.

"Akhirnya cuma ada kamu dan aku." Rion tersenyum dan kembali mengecup bibirku.

Topeng EmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang