"Ei, Huang Mayu!"
Mayu tersentak karena tepukan ringan dipundaknya. "Kauuuuu.... Meili! Kenapa kau senang sekali membuatku terkejut?"
Gadis yang ia sebut Meili mendesis. "Aiya.... Biasanya kau tak sekaget ini." Ia sudah duduk disebelah Mayu dalam satu gerakan ringan. "Ada apa? Kau melamun tadi. Aku melihatmu kehilangan konsentrasi sepanjang hari."
"Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit lelah. Mungkin butuh refreshing." Mayu terkekeh.
"Mintalah izin pada kepala sekolah, anak-anak bisa menunggu. Kau tidak pernah mengambil cuti selama ini. Kepala sekolah tentu akan memberikanmu libur beberapa hari dengan senang hati." Meili menyodorkan sekotak cokelat dengan berbagai bentuk. "Cokelat bagus untuk mengurangi kesedihan."
Mayu tersenyum mengejek. "Kalau itu benar, tidak akan ada orang yang bersedih."
Meili berdecak kesal. "Percaya saja padaku."
Mayu memilih satu. Berbentuk hati bewarna ungu. Ia memperhatikan cokelat itu sesaat sebelum memasukkannya ke dalam mulut. Mayu mengunyah sembari menatap keluar jendela ruang musik.
Manis.... Pikir Mayu. Tapi juga terasa pahit. Seperti hidup. Manis dan pahit disaat bersamaan.*
Qilin memperhatikan Qianxi dari tempat duduknya. Mereka sedang syuting serial terbaru dan harus beberapa kali re-take karena Qianxi selalu melupakan dialognya.
"Dage...." Akhirnya Qilin bersuara.
"Umh?" Qianxi hanya mengangkat alis tanpa menatap Qilin.
"Kalau kau begini terus, aku tidak akan heran jika peran kita akhirnya ditukar." Qilin bicara dengan cengiran khasnya.
"Oh. Jadi kau ingin peran utama.... Ayo switch saja." Qianxi masih acuh. Tangannya bermain di layar phablet, melukis.
Qilin memberengut. "Bukan itu maksudku, dage.... Kau terlihat gelisah dan sangat tidak berkonsentrasi."
"Ya! Aku memang gelisah karena aku sedang kesal! Aku sangat kesal sampai-sampai ingin memukul seseorang!" Qianxi menghempaskan phabletnya ke sofa.
Qilin mendengus. "Dasar pemarah." Kemudian ia tersadar,"But.... Why?"
Gantian Qianxi yang tersadar. Ia sudah salah bicara. Anak ini akan terus bertanya sampai besok dan besoknya lagi. "Tidak. Aku hanya kesal."
"Kau tidak pernah sekesal ini. Pekerjaan? Wanita? Apa? Aku selalu curhat padamu, dage.... Tidak adil bagiku.... Kau harus katakan." Qilin sudah duduk disebelah Qianxi dan bergelayut manja.
"Orang akan berpikir kau penyuka sesama jenis." Qianxi melepaskan tangan Qilin dengan ekspresi jijik yang dibuat-buat.
"Kita. Bukan aku saja." Qilin terbahak.
"Lepaskan, Huang Qilin. Melihatmu membuatku semakin kesal." Karena margamu Huang. Dan aku jadi teringat gadis muda menyebalkan itu.
"Ceritakan dulu, baru aku lepas." Qilin semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Qianxi.
"Huang Qilin.... lepaskan...."
"Disini rupanya." Seorang wanita paruh baya muncul dengan tiba-tiba.
"Aku kebetulan lewat dan memutuskan untuk mampir sebentar. Aku menanyakanmu pada sutradara, ia mengatakan kau sedang beristirahat. Lalu aku mencarimu." Tatapan matanya turun pada lengan Qianxi yang tengah dipeluk erat oleh Qilin. Dia mengernyit.
Qianxi segera bangkit, membuat tangannya terbebas begitu saja dari pelukan Qilin.
"Ah nyonya Li. Lama tidak bertemu. Saya selalu berharap bisa bermain satu frame lagi dengan anda." Qianxi tersenyum manis.
"Oh Qianxi ku.... Merupakan hal terbaik pernah bekerja-sama dengan aktor muda berbakat seperti dirimu. Kau benar-benar pangeran Asia."
Qilin menahan diri agar tidak terkikik. Ia menyembunyikan wajahnya sembari menarik-narik kemeja Qianxi.
"Anda berlebihan, nyonya Li." Qianxi lagi-lagi tersenyum.
"Aku ingin mengucapkan selamat. Ibumu mengumumkan berita bahagia kemarin malam."
Ekspresi Qianxi berubah datar. Dia tidak tahu apa pengumuman itu tapi entah kenapa dia merasa dia tahu. Ini tidak bagus.
"Ibumu bilang kau akan segera menikah. Ah aku sedih karena gagal menjodohkanmu dengan cucuku. Tapi aku senang mendengar berita ini." Nyonya Li menepuk-nepuk pundak Qianxi.
"Dage.... Apa ini? Jelaskan padaku." Qilin maju selangkah.
Nyonya Li mendelik. "Kenapa anak ini? Dia terlihat seperti kekasih yang sedang cemburu."
"Aku memang sedang cemburu." Qilin semakin gatal mengerjai Qianxi. "Dage.... Kau harus jelaskan!"
"Huang Qilin!" Qianxi sudah membayangkan dirinya menendang Qilin sampai ke Macau.
"Qianxi.... Kau ingin menikah bukan karena menutupi kelainan seksualmu, kan?" Nyonya Li menatap Qianxi dengan pandangan menyelidik sekaligus kasihan. Qilin tertawa tanpa suara.
"Nyonya Li.... Qilin hanya bercanda. Anak ini memang sering bercanda tanpa tahu situasi dan tempat. Eerrr...." Qianxi menggaruk kepalanya. "Terima kasih. Saya tidak tahu kalau mama sudah mengumumkan hal ini padahal kami masih belum memutuskannya."
"Tidak apa-apa, Qianxi.... Apa lagi yang dibutuhkan seorang pria mapan kalau bukan seorang istri? Jangan lupa undangannya. Aku pergi."
Nyonya Li masih sempat melirik Qilin dengan tatapan sulit diartikan sebelum ia keluar dari ruangan.
Qianxi menghela napas.
Qilin kembali duduk di sofa. "Ooh.... pernikahan.... Yah.... memang tidak ada hal yang lebih meresahkan dibanding pernikahan. Mendengarnya saja membuatku merinding. Aku masih tidak bisa membayangkan diriku terikat pada satu wanita saja. Terlalu banyak wanita cantik di China ini."
"Aku masih kesal padamu, Huang Qilin. Kalau kau bersikap begitu lagi didepan orang lain, semua orang akan berpikir kita homo." Qianxi mendorong kepala Qilin pelan.
Qilin terbahak. "Biarkan saja. Kita tahu kita bukan homo. Kau suka perempuan cantik. Aku juga pecinta wanita. Kita sama. Jadi.... Masih tidak ingin bercerita?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1. INCOGNITO [JACKSON YI]
RomanceSebuah fanfiction. TFBOYS emang grup remaja. Tapi dalam cerita ini, aku bikin mereka sekian tahun lebih dewasa. Masa setelah 10 Years Promise. Waktu mereka semua udah memulai solo activity dan nyelesein study masing-masing. Karry sama Roy bahkan cer...