Debaran ketiga

2.1K 161 1
                                    

'
***
Ali menghela nafas panjang. "(Namakamu), dari tadi itu Fika didapur, bantuin bibi buat kue. Trus habis itu dia minta anterin gue buat beli es krim. Gue ajak ke supermarket depan komplek."
(Namakamu) terdiam membisu. Kedua tangan nya yang hinggap dibahu Fika perlahan merosot. Nafas nya tertahan seperti ada yang menahan disaluran pernafasan nya. (Namakamu) memutar kembali apa yang barusan terjadi. Ia mengobrol dengan Fika didepan kamar Fika. (Namakamu) yakin itu adalah Fika. Tapi, jika ia kembali mengingat ucapan Ali, (Namakamu) meragukan itu semua. Berarti tadi...?
(Namakamu) menghirup nafas panjang sebelum ia mati karena menahan nafas. Untuk saat ini, (Namakamu) meyakinkan bahwa dirinya tidak gila.
***
"Pembunuhan lagi? Kasus yang sama?" histeris Iqbaal dan nyaris saja menggebrak meja jika Aldi tidak memberikan satu jitakan nya pada kening Iqbaal.
"Iya, tapi kali ini di lokasi yang berbeda. Di supermarket," ujar Ryzki membaca sebuah kertas yang tengah ia pegang. Membaca dan memahami satu persatu kata yangtertulis dikertas tersebut. Sementara Aldi sibuk dengan beberapa foto yang guna nya sebagai barang bukti. Ada satu keajaiban disini, Aldi tidak kesal lagi di pagi ini. Sementara Iqbaal? Pria itu tak henti-henti nya melirik jam dinding maupun arloji milik nya. Karena apa? Karena sampai saat ini pujaan hati nya-(Namakamu)-belum juga datang.
Jarum jam menunjukan pukul 08.30 wib, dan diruangan ini hanya ada 3 orang manusia._. Iqbaal, Aldi dan Ryzki. (Namakamu) belum datang. Entah itu ia telat atau sakit atau semacam nya, karena tidak ada kabar sama sekali dari gadis itu. Iqbaal merenung, (Namakamu) sakit? Tidak mungkin. Kemarin ia masih baik-baik saja. (Namakamu) telat? Tidak biasa nya.
'Clek'
Voila! Gadis yang sedari tadi berada dipikiran Iqbaal akhirnya datang juga. Terlihat bahwa (Namakamu) yang sangat tergesa-gesa menutup pintu ruangan. Kaki nya melangkah-sedikit berlari-menghampiri kursi milik nya yang berada disamping Ryzki. Rambut nya yang biasa nya rapih saat ini tak serapih biasa nya._. ada beberapa helai rambut yang menghalangi wajah cantik nya. Tapi, dengan cepat (Namakamu) menepis rambut nya tersebut.
"Sorry, Guys. Gue telat. Maaf banget. Hm, ada kasus lagi? Apa?" tanya (Namakamu)-terlalu-cepat sehingga membuat siapa saja yang mendengar nya harus terdiam sejenak untuk mengartikan ucapan nya.
(Namakamu) mengambil kertas yang dipegang Ryzki tanpa izin. Ia membaca nya dengan serius dan tak lama kemudian mata nya membulat lebar setelah ia tahu apa yang sudah terjadi.
"Kasus lagi?" tanya (Namakamu) menatap Ryzki, Aldi dan Iqbaal secara bergantian. Yang ditatap mengangguk.
"Gue keluar dulu." Ryzki bangkit dari duduk nya dan keluar dari ruangan setelah ponsel milik nya berdering nyaring. (Namakamu) yakin itu pasti panggilan dari pihak polisi untuk tetap memberitahukan apa yang tengah/sudah terjadi.
Hening. Diruangan ini tidak ada yang membuka suara untuk membuka percakapan. Semua nya sibuk dengan aktivitas nya masing-masing. Aldi yang sibuk dengan foto korban di kejadian, (Namakamu) yang sibuk dengan kertas yang berisi tentang identitas, kronologi, tempat kejadian, dan waktu kejadian. Dan Iqbaal yang sibuk dengan bertopang dagu sembari memperhatikan wajah (Namakamu) yang tengah serius membaca.
Mata hitam nya yang besar, bulu mata nya yang lentik serta bentuk hidung nya yang nyaris sempurna membuat wajah (Namakamu) tampak menarik. Ditambah rambut hitam panjang milik (Namakamu) yang tergerai dengan indah. Iqbaal yakin, diluar sana pasti banyak pria yang mengejar (Namakamu) untuk mendapatkan cinta nya.
'Lo cantik banget, sih, (Namakamu)' gumam Iqbaal dan mendapat lirikan sinis dari (Namakamu, dan tak lama kemudian Iqbaal merasakan Aldi kembali memukul nya dengan kertas yang sudah digulung-gulung
Iqbaal tersentak dan membenarkan posisi duduk nya. Iqbaal baru sadar bahwa tadi ia mengucapkan kata itu, bukan menggumamkan nya dalam hati.
"Yang lain pada sibuk mikir, lo malah ngelamunin (Namakamu)?" tanya Aldi sarkastik. Iqbaal melirik Aldi sinis.
"Gue mau sibuk apa? Mendingan gue ngeliatin (Namakamu) yang muka nya cantik, menarik, enak dipandang. Masa gue ngeliatin lo? Muka rata gitu apa nya yang menarik?" balas Iqbaal sewot dan membenarkan rambut nya-yang menurut nya-sedikit berantakan karena pukulan kertas Aldi tadi.
Kesal, Aldi memukul-mukuli Iqbaal dengan kertas yang ia ambil diatas meja lalu ia gulug-gulung lagi. (Namakamu) hanya terdiam dan menggeleng pelan, hal seperti ini sudah biasa terjadi pada Iqbaal dan Aldi. Bukan nya membahas kasus, malah bertengkar saling ejek karena hal sepele.
Hari ini (Namakamu) memang telat karena tadi malam ia tidak bisa tidur. Penyebab nya adalah Fika. Yap, anak kecil tersebut sudah membuat (Namakamu) ketakukan dan juga tidak bisa tidur semalaman. Alhasil saat ini sebuah lingkaran hitam terlukis dengan indah dibawah mata (Namakamu). Dan sampai saat ini (Namakamu) juga masih memikirkan tentang insiden kemarin.
"Guys." Suara itu membuat kegiatan Iqbaal dan Aldi terhenti sejenak. Mereka -Iqbaal,Aldi dan (Namakamu)-menoleh ke sumber suara dan melihat Ryzki berdiri didekat pintu dengan tangan kiri yang masih menempel pada knop pintu. Sementara tangan kanan nya memegangi ponsel nya.
"Ada apa, bang?" tanya (Namakamu) mengerutkan kening nya. Bermaksud meminta Ryzki untuk melanjutkan kalimat nya.
Ryzki menghela nafas panjang dan menghembuskan nya perlahan. "Baru terjadi pembunuhan. Kasus yang sama."
***
"Ini gila! Sehari ada 2 kasus? Kasus yang sama kayak kemarin lagi. Ck! Bisa stress gue." Iqbaal menjambakan rambut nya dengan kaki yang terus melangkah disebuah koridor rumah sakit. Didepan nya kini sudah ada (Namakamu) dan Aldi yang yang sama-sama memegang sebuah kertas.
Setelah diberitahukan terjadi nya kasus pembunuhan lagi, mereka segera menuju ke TKP. Ke lokasi pertama yang tempat nya berada di supermarket, tapi sesampainya mereka disana mereka tidak menemukan adanya si korban. Dan kata seorang polisi yang berada disana, korban tersebut sudah dibawa kerumah sakit untuk di outopsi. Dan mereka pun segera menuju rumah sakit.
Mereka saat ini sudah mendapat hasil dari rumah sakit mengenai data si korban atas hasil outopsi maupun hasil lab._.benar yang dikatakan Ryzki, kasus ini sama karena organ jantung si korban juga menghilang.
"Lo kan emang udah stress." Aldi memutar sedikit kepala nya agar suara nya bisa terdengar oleh Iqbaal. Iqbaal mendengus sebal dan melirik (Namakamu) yang berjalan dengan kepala yang menunduk.
Iqbaal yakin, (Namakamu) tengah membaca hasil lab yang tadi diterima nya. Membaca sambil berjalan? Itu memang sudah menjadi kebiasaan (Namakamu). Dan Iqbaal yakin sebentar lagi sebelah pundak (Namakamu) akan bertabrakan dengan seseorang yang berjalan dari lawan arah.
'Bruk'
"Maaf-maaf, mas." Benar yang dipikirkan oleh Iqbaal, bahu sebelah kanan (Namakamu) menabrak seorang suster laki-laki._.(?)yang berjalan berlawanan arah dengan (Namakamu).
Pria tersebut hanya mengangguk dan tersenyum lalu kembali melanjutkan langkah nya. (Namakamu) menghela nafas panjang dan mengutuk dirinya sendiri, tidak seharus nya ia membaca sambil berjalan seperti ini. Untung saja tadi dirinya tidak sampai jatuh karena tadi bahu nya bersenggolan tidak terlalu keras.
"Gue pegangin biar lo gak nabrak lagi." Suara itu membuat (Namakamu) menoleh, dan tanpa disadari sebelum nya, tangan kanan Aldi menarik pinggang (Namakamu) untuk mendekat dan tak lama kemudian mereka kembali melangkah.
(Namakamu) harus mengambil oksigen sebanyak-banyak nya sebelum ia mati kehabisan nafas. Oh Tuhan! Apa yang ia tengah alami saat ini? Aldi merangkul nya? Merangkul pinggang nya? (Namakamu) membuang pandangan nya dari wajah Aldi karena ia takut jika Aldi melihat kedua pipi nya yang merah merona, (Namakamu) bisa merasakan jantung nya saat ini menghentakan dadanya keras sampai-sampai (Namakamu) takut jika Aldi bisa mendengar degupan jantung nya.
Iqbaal yang berada dibelakang mereka melihat semuanya, melihat ketika (Namakamu) bersenggolan dengan karyawan rumah sakit, melihat ketika Aldi menarik pinggang (Namakamu) untuk mendekat dan juga melihat wajah (Namakamu) yang menatap Aldi dengan tatapan penuh arti. Iqbaal hanya bisa menghirup oksigen untuk mengurangi rasa sesak yang menjalar didada nya.
'Bugh'
Pintu mobil bagian penumpang depan ditutup oleh Iqbaal. Aldi dan (Namakamu) duduk di jok penumpang belakang. Tak lama kemudian mobil berjalan diatas aspal jalan menuju lokasi berikutnya.
"Pak, udah tahu, kan, lokasi nya?" tanya (Namakamu) melirik seorang pria yang berumur sekitar 40 tahun-an yang tengah menyetir.
"Tahu, mbak."
(Namakamu) mengangguk dan tersenyum manis, lalu ia kembali menormalkan posisi duduk nya dan membaca kertas lain yang tadi dipegang oleh Aldi.
Bapak tadi adalah seorang supir, jadi Ryzki sudah menyiapkan 1 buah mobil beserta supir nya untuk keperluan kerja mereka-Iqbaal, Aldi dan (Namakamu). Jadi, jika mereka ingin ke lokasi kejadian tidak perlu naik busway atau semacam nya, karena Ryzki sudah menyiapkan mobil pribadi untuk mereka. Hanya untuk kepentingan kerja. Tidak kepentingan pribadi.
"Hm, lo baca bagian ini gak, Al? Disini ditulis kalau korban itu lagi bertugas dan..tiba-tiba ada penyusup yang diduga mau ngerampok, tapi sebelum merampok si pelaku membunuh korban dan merusak kamera CCTV yang terpasang disupermarket tersebut." (Namakamu) membaca sebuah kertas yang tengah ia pegang. Bibir bawah nya ia gigit pertanda tengah berpikir.
"Aneh," gumam Aldi menggaruk-garuk kepala nya yang tak gatal.
Iqbaal memutar tubuh nya kebelakang dan melihat kedua teman kerja nya itu tengah sibuk berpikir. "Coba deh kalian pikir, tadi kan berdasarkan peristiwa, si pelaku membunuh korban dan kemudian merusak kamera CCTV nya. Tapi, kenapa pas di cek dipusat nya, gambar yang menunjukan pelaku membunuh korban gak ada? Padahal jelas-jelas disitu ditulis kalau pelaku membunuh dulu, baru merusak kamera."
Aldi dan (Namakamu) saling bertukar pandang. Mereka berdua mencoba mencerna ucapan Iqbaal yang memang ada benar nya juga. Tadi mereka memang sudah memeriksa kepusat dimana CCTV tersebut(?)-_- tapi tidak ada 1 kamera pun yang menunjukan gambar dan bagaimana si korban terbunuh.
"Iya juga, sih." Aldi mengiyakan pendapat Iqbaal.
"Hm, menurut gue pelaku ini udah profesional. Bisa aja, kan setelah membunuh dia masuk ke pusat nya itu dan ngehapus semua gambar yang ke rekam." (Namakamu) menatap Aldi dan Iqbaal secara bergantian. Meminta pendapat dari kedua teman nya tersebut.
"Tapi (Namakamu) sa..." Iqbaal menggantungkan ucapan nya sendiri. Hampir saja ia mengatakan kata 'sayang'.
"Sa? Sa apa, Baal?" kening (Namakamu) berkerut samar saat telinga nya mendengar ada satu kata yang digantung oleh Iqbaal.
Aldi tersenyum miring sembari membaca kertas lain yang tengah ia pegang. Seolah-olah Aldi bisa membaca pikiran Iqbaal, Aldi melanjutkan, "Masa lo gak tau, sih? (Namakamu) sayang."
"Sok tahu lo!" Iqbaal melemparkan kertas yang tengah ia pegang dan duduk normal kembali, yaitu menghadap ke depan. Aldi tertawa puas karena ia telah membuat Iqbaal malu didepan orang yang disukai nya.
(Namakamu) hanya tersenyum malu dan menyandarkan punggung nya pada jok mobil penumpang. Apa benar yang dikatakan Aldi? Bahwa Iqbaal tadi ingin memanggil (Namakamu) dengan sebutan 'sayang'? Entahlah, intinya saat ini (Namakamu) ingin menyembunyikan wajah nya yang saat ini merah padam.
Masih tersenyum, (Namakamu) membuang pandangan nya ke luar jendela. Melihat pemandangan yang bisa ia lihat dari sini. Mulai dari halte, beberapa prang yang menunggu bus di halte, pedagang kaki lima, dan yang lain sebagai nya. (Namakamu) melirik jam tangan nya, saat ini memang waktu anak sekolah pulang sekolah, sekaligus waktu nya makan siang. Mungkin hari ini (Namakamu) tidak makan siang karena ia tengah menuju lokasi kedua. Di lokasi yang ia pernah datangi sebelum nya, taman.
Mobil berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah terang. (Namakamu) kembali mengedarkan pandangan nya, tapi pandangan nya kini berhenti disebuah titik. Lebih tepat nya disebuah halte yang berada tak jauh dari tempat dimana mobil ini berhenti. (Namakamu) menyipitkan pandangan nya, ia melihat seorang anak kecil berbaju biru bercorak putih tengah berdiri sendirian di halte tersebut. Hanya sendirian dengan pandangan nya yang menerawang jauh kedepan.
Tak lama kemudian mobil kembali berjalan, tapi mata (Namakamu) tak lepas dari sosok anak tersebut. Sampai pada saat nya mobil itu melintas didepan halte itu, mata (Namakamu) masih menyorot anak itu. Mata (Namakamu) membulat lebar ketika ia yakin siapa anak itu. (Namakamu) yakin bahwa itu adalah Fika. Fika sendirian? Dihalte? Sedang apa ia disini?
***
"Halo? Kak Ali? Fika dimana?-Ha? serius?-tadi gue liat dia dihalte-gak gak, gue gak mungkin salah liat-kecapean gimana maksud lo?-tapi intinya-"
(Namakamu) melepas ponsel yang menempel ditelinga nya dan melihat layar ponsel nya. Gadis ini berdecak lidah sebal ketika mengetahui bahwa kakak laki-laki nya itu memutuskan panggilan nya begitu saja. (Namakamu) telah menelfon Ali tadi, dan apa kata Ali? Fika ikut dengan nya di studio band nya daritadi pagi. Dan ketika (Namakamu) bilang jika ia melihat Fika, komentar Ali adalah karena (Namakamu) kecapean. Kecapean bagaimana?
"Udahlah, (Namakamu). Mendingan lo duduk dulu sini. Muka lo pucet," ucap Aldi saat melihat (Namakamu) yang bergerak mondar-mandir dengan tangan kanan yang memegangi kepala nya.
"Tapi gue itu yakin kalo anak itu Fika, Al" balas (Namakamu) menatap Aldi teduh. Berharap bahwa Aldi mempercayai nya.
(Namakamu) sudah menceritakan pada Aldi dan Iqbaal semuanya tentang Fika. Gadis bernama lengkap Limnatis Nilofica itu. Dari awal (Namakamu) melihat nya ditaman, Fika tinggal dirumah nya, kejadian malam itu dan bahkan sampai kejadian saat ia melihat Fika dihalte tadi. Dan kalian tahu apa komentar Aldi dan Iqbaal? Mereka menjawab bahwa itu hanya halusinasi (Namakamu) belaka.
Aldi memutar matanya dan menghampiri (Namakamu) yang berpenampilan acak-acakan saat ini. Aldi merangkul (Namakamu) hangat dan menuntun nya untuk duduk dikursi yang berhadapan dengan Iqbaal. Yap, saat ini mereka sudah kembali berada diruang kerja mereka sepulang dari lokasi kedua.
"Lo jangan banyak pikiran. Masalah Fika nanti aja dulu, ada 3 kasus yang belum kita pecahkan." Tangan Aldi merangkul bahu (Namakamu) hangat. (Namakamu) tidak membalas ucapan Aldi, tangan kanan nya ia topang diatas meja untuk memijat kening nya yang sedikit pusing.
Untuk kedua kalinya, (Namakamu) harus meyakinkan dirinya bahwa ia tidak gila!
"(Namakamu)." Iqbaal memanggil (Namakamu) dengan suara nya yang lembut. (Namakamu) mengangkat kepala nya dan melihat sosok pemuda tampan yang duduk berhadapan dengan nya saat ini.
(Namakamu) berdeham untuk menunggu ucapan Iqbaal selanjutnya.
"Lo kenapa? Muka lo pucet, lo sakit?" tanya Iqbaal masih dengan nada yang sama. Iqbaal menyembunyikan rasa khawatir nya pada (Namakamu).
(Namakamu) menggeleng dan tersenyum tipis.
"Lo belum makan siang, kan, tadi? Dan sekarang jam..." Iqbaal menggantungkan ucapan nya dan melirik arloji milik nya. "Jam 7."
"Gue gak apa-apa kok, Baal. Udah biasa kalau gue gak makan siang. Bahkan kadang gue cuman makan sehari sekali. Atau bahkan gak makan sama sekali," gurau (Namakamu) mencoba mencairkan suasana yang tadi nya kaku.
Iqbaal terssenyum nyaris menunjukan ekspresi tertawa nya, "mau makan atau pun enggak gak ada beda nya."
(Namakamu) melirik Iqbaal, benar-benar tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Iqbaal.
"Tetap cantik." Iqbaal mengedipkan sebelah matanya dan membuat (Namakamu) otomatis membuang wajah nya. (Namakamu) tidak mau Iqbaal melihat wajah nya yang merah merona akibat guaran Iqbaal.
(Namakamu) masih tersenyum dan membuang pandangan nya. Berusaha semampu mungkin agar Iqbaal tidak melihat wajah nya yang memerah. Entah mengapa, dihari ini Iqbaal udah 2 kali membuat (Namakamu) tersipu malu.
Iqbaal tertawa kecil melihat (Namakamu) yang salah tingkah. dan tak lama kemudian ponsel nya yang berada diatas meja bergetar hebat. Iqbaal segera mengambil ponsel nya tersebut dan dibaca nya ada 1 buah pesan singkat. Butuh waktu sekitar 5 detik Iqbaal membaca pesan singkat tersebut sebelum akhirnya Iqbaal berkata, "kata bang Kiki, kita udah boleh pulang. Besok kesini lagi. Jam 7. Jangan sampai telat."
Aldi dan (Namakamu) yang mendengar nya hanya mengangguk. (Namakamu) berdiri dari duduk nya dan memasukan beberapa foto beserta kertas kedalam tas milik nya. Hal yang sama dilakukan oleh iqbaal dan juga Aldi.
"Gue duluan, Guys. See you." Aldi melambaikan tangan nya sebelum akhirnya tubuh nya hilang dibalik daun pintu ruangan ini.
(Namakamu) membalas ucapan Aldi hanya dengan kata 'too' karena dirinya masih sibuk bergemelut dengan kertas yang harus ia masukan kedalam tas milik nya.
Iqbaal tertawa kecil dan menghampiri (Namakamu). Ia mengambil kertas yang ebrada diatas meja dan membawa nya. "Gue tahu kertas-kertas ini gak muat dimasukin ke tas lo. Gue bawa aja, ya?" Iqbaal menaruh tas milik nya diatas meja dan kembali membuka resleting tas nya. Lalu ia memasukan kertas tersebut pada tas milik nya.
(Namakamu) hanya tersenyum melihat tingkah Iqbaal. "Makasih."
Iqbaal mengangguk, "mau pulang naik apa? Taksi? Bayar. Bus? Udah malam. Jalan kaki? Bahaya, banyak preman. Gimana kalau sama gue aja. Gak bayar dan dijamin aman!"
(Namakamu) terkekeh mendengar ucapan Iqbaal. Tangan kanan nya menggendong tas milik nya, sementara tangan kiri nya menggandeng tangan kanan Iqbaal. "Iya iya. Yok!"
Iqbaal sampai lupa bagaimana cara nya bernafas ketika (Namakamu) menggandeng tangan nya untuk melangkah bersama. Terlebih lagi (Namakamu) tidak melepaskan tangan nya itu sampai di parkiran. Dan hal itu, membuat Iqbaal merasa gugup dan mencoba menetralkan degupan jantung nya sendiri yang berdegup liar.
Bersambung ...



NO NA ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang