Debaran ketujuh

1.5K 143 3
                                    

***

Terdengar helaan nafas, "untuk sementara ini semua tugas bang Kiki gue yang pegang. Kalau ada apa-apa atau ada kasus baru nanti gue yang bilangin ke kalian." Iqbaal menatap (Namakamu) dan Aldi secara bergantian.Sebenarnya tujuan Iqbaal mengatakan ini untuk mengubah topik pembicaraan.

Aldi dan (Namakamu) mengangguk lemah. Masih shock dengan peristiwa yang terjadi pada Ryzki.

***

Disatu ruangan, terlihat 3 orang yang sibuk dengan kegiatan nya masing-masing. Iqbaal, Aldi dan (Namakamu). Yap, sepulang dari rumah sakit mereka menuju restoran untuk makan malam dan kembali ke tempat dimana mereka bekerja dan target mereka adalah memecahkan kasus yang benar-benar aneh ini. Dan kemungkinan besar kalau hari ini mereka lembur.

Iqbaal dan (Namakamu) yang duduk bersebelahan tengah sibuk dengan kertas yang dipegang nya masing-masing. Sementara Aldi sibuk dengan gambar atau foto yang telah diambil nya ditempat kejadian. Dimeja ini banyak kertas dan gambar yang berserakan, karena kasus ini tidak terjadi hanya sekali.

Didalam ruangan ini tidak ada suara sama sekali selain suara lembaran kertas yang dibalik atau suara desisan mereka yang tengah membaca kalimat pada kertas tersebut. Diruangan ini benar-benar hening karena mereka harus bekerja keras untuk menyelesaikan kasus ini.

Salah satu ponsel yang berada diatas meja berdering hebat dan membuat mereka yang berada diruangan ini tersentak kaget. Iqbaal menaruh kertas yang ia pegang dan segera mengambil ponsel nya dan berjalan keluar ruangan.

"Hallo." Iqbaal membuka pintu dan keluar dari ruangan, menyisakan (Namakamu) dan Aldi yang masih bergemelut dengan kegiatan nya masing-masing.

Kembali hening ...

Ternyata deringan ponsel Iqbaal tadi tidak mampu memecahkan keheningan yang terjadi. (Namakamu) mengangkat sedikit wajah nya untuk bisa melihat Aldi yang duduk diseberang nya. Terlihat jelas diwajah Aldi bahwa pria itu tengah serius meneliti gambar yang ia pegang.

"Gue turut berduka cita," ucap (Namakamu) mencoba memecahkan keheningan yang terjadi. Kalimat nya ini mendapat respon lirikan Aldi.

"Apa?"

(Namakamu) menegakkan posisi duduk nya. Ia tahu pasti tadi Aldi tidak mendengar ucapan nya karena suara yang ia hasilkan terlalu kecil. "Gue turut berduka. Soal Salsha," ucap (Namakamu) dengan hati-hati. Berharap jika Aldi tidak akan kembali marah.

Aldi tertawa kecil dan menaruh kertas yang ia pegang. "Iya thanks. Hm, gue minta maaf."

Kening (Namakamu) bekerut samar saat mendengar balasan dari Aldi. "Maaf?"

Aldi mengangguk dan menatap wajah (Namakamu) malam itu. "Soal tadi pagi. Gak seharusnya gue bentak-bentak lo. Lo kan gak tahu apa-apa. Ya, pagi tadi gue bener-bener lagi emosi."

(Namakamu) tersenyum tipis. Lega karena untuk saat ini emosi Aldi pada nya sudah mereda. "Iya gak apa-apa, kok."

(Namakamu) mencoba mengalihkan pandangan nya dari wajah Aldi, "Hm, lo yang tabah, ya? Mungkin ini emang udah takdir nya Salsha." sambung (Namakamu) diakhiri dengan senyuman manis nya.

"Iya. Thanks,"balas Aldi menggenggam erat tangan (Namakamu) yang berada diatas meja. (Namakamu) nyaris saja menarik tangan nya, tapi ia batalkan niat itu. (Namakamu) merasakan saat ini jantung nya berdentum keras menghentakkan dada nya. (Namakamu) sendiri harus mengatur oksigen yang ia hirup supaya ia tidak kehabisan nafas.

'Clek'

Suara pintu terbuka mengejutkan Aldi juga (Namakamu), mereka sama-sama menarik tangan nya yang tadi sempat saling bertimpang tindih.

NO NA ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang