Summer
Bukankah tidak adil bagaimana kau menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk berusaha melupakan seseorang, tapi hanya butuh beberapa jam untuk kembali mencintai orang itu?
Well, life isn't fair so i guess i just gotta deal with it.
Aku berada di salah satu perpustakaan kota. Menginginkan tempat yang hening untuk memikirkan segala hal. Sampai saat ini aku hanya duduk sendiri di kelilingi keheningan suasana perpustakaan. Tidak banyak orang di perpustakaan ini, mungkin hanya sektiar 2-5 orang.
Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa perasaan yang aku rasakan saat kembali bertemu Louis bukan rasa sayang seperti dulu, melainkan hanya rasa senang karena telah bertemu dengannya setelah sekian lama.
Walaupun berpikir demikian, pikiranku terus dipenuhi oleh si mata biru itu, dan dari situ aku tahu rasa yang sama perlahan-lahan muncul kembali and it suck because i can't control it.
Aku menutup mataku dan mengerang. Kau tahu, ini sangat menyebalkan. Aku pikir setelah tinggal di kota ini beberapa bulan, aku bisa kembali menjalani kehidupanku dengan normal. Tapi tentu saja pria bernama Louis itu harus datang dan kembali membuatku bingung dengan segala hal.
"Aku pikir perpustakaan merupakan tempat untuk melepas stress, tapi kenapa kau masih terlihat stress?" terdengar suara seorang gadis yang terdengar familiar.
Mendengar suara itu, rasa stress yang aku rasakan seketika menghilang digantikan rasa bahagia. Aku kemudian mendongak ke atas dan menemukan seorang gadis berambut brunette yang tersenyum memandangku.
"Zoe!" bisikku setengah teriak, tidak ingin ditegur karena membuat keributan. Aku kemudian berdiri dan berjalan memeluk gadis dihadapanku.
Dia adalah Zoe, salah satu orang yang kutemui saat pindah kesini selain Cameron(dan kebetulan teman dekat Cameron) yang ingin menjadi temanku.
"Hey Summer! apa kabarmu?" sapanya memeluk balik.
"Good. Jadi bagaimana liburanmu?" memang sejak beberapa minggu yang lalu ia libur kuliah sehingga orang tuanya mengajaknya untuk liburan.
"Fun but kinda suck karena tidak ada wifi," ujarnya sambil menghela nafas, kemudian ia tersenyum kembali, "how's Cameron?"
Aku menyeringai, "i don't know. Why don't you ask him yourself?"
Zoe memutar kedua bola matanya membuatku tertawa. Sejak awal kami bertiga bertemu, aku sudah tahu jika Zoe memiliki rasa suka pada Cameron. Semua berawal ketika Cameron memilih untuk selalu di dekatku jika kami sedang menonton bioskop dan aku akan mendapat tatapan tajam dari Zoe. Awalnya aku berpikir telah membuat kesalahan padanya membuatku meminta maaf. Long story short, Zoe kemudian menjelaskan ia sebenarnya hanya cemburu karena ia sudah menyukai Cameron selama 2 tahun, membuatku kagum dan cukup sedih. I mean bagaimana bisa ia bertahan selama itu?
"Just tell me how is he," ujar Zoe sekali lagi.
Aku menghela nafas, "well, ia terlalu sering kerja di malam hari sehingga saat ini ia sedang sakit."
Zoe membelalakkan matanya, "sakit? apa maksudmu sakit? kau sudah menjenguknya? memberinya obat? membuatkannya sup?"
"Chill, dia hanya flu," ujarku memutar kedua bola mata, kemudian kembali menyeringai, "atau kau bisa melakukan hal itu pada Cameron dan menarik perhatiannya."