Part 2

913 74 13
                                    

"Setelah lo nangis kaya begini, janji ya keluar dari toilet lo nggak boleh nangis?" Ucap bisma, akhirnya menarik Riri kedalam pelukannya..


-Glory-

Kepala rasanya pusing banget, tiba dirumah sudah disambut dengan tutor privat baru, yang kata mama dia pinter banget.

"Ini sayang guru privat baru kamu." Mama, keterlaluan banget, nggak ada rasa sedih sekalipun tersirat diwajahnya, mengingat suaminya sedang berada dalam masalah besar.

"Guru?" Tanyaku.

"Matematika." Aku melihat guru baruku, dia laki-laki. Masih muda, putih, rambutnya klimis-klimis gimana gitu, lumayan tinggi, hidungnya cukup mancung.

"Leh uga." Desisku.

"Kenapa?" Tanya mama, aku tersenyum lalu mengulurkan tanganku.

"Glory, boleh dipanggil Riri." Aku pun akhirnya memulai untuk memperkenalkan diri.

"Kevin." Dia tersenyum.

"Mah, aku mau ganti baju dulu. 15 menit lagi aku turun." Kataku lalu berpamitan.

"Pusing bukan main nih kepala." Akhirnya, aku memutuskan untuk meminum obat sakit kepala, takutnya nanti malah pingsan didepan guru privat baru terus dikira caper, kan nggak lucu.

Setelah selesei berbenah, aku menuju keruang belajar yang memang sudah disediakan oleh mama-papa sebagai tempat aku dan adikku belajar.

"Mohon bimbingannya ya pak, jangan tertawakan kebodohan saya ketika nanti saya berhadapan dengan matematika." Aku merendah diri dulu sebelum harga diriku benar-benar rendah dihadapannya saat belajar matematika.

"Santai saja, Ri. Btw, jangan panggil pak. Panggil saja kak."

Dih! Berasa muda dia.

"Oh, oke. Kak. Kevin." Aku meringis, lalu membuka bukuku.

Lagi-lagi, aku tidak bisa konsentrasi. Ternyata obat yang aku minum tidak memiliki efek sama sekali dengan kepalaku, nampaknya kepalaku sakit bukan karena sakit yang memang pada umumnya, melainkan karena stress memikirkan papa.

"Bagaimana Ri? Mengerti?" Lamuanku buyar ketika Kevin bertanya padaku.

"Y-ya. Mengerti-lah." Jawabku, sekenanya.

"Yaudah, coba kerjakan ini dulu."

"Sialan." Aku mengumpat dalam hati, aku tidak memperhatikan dia sama sekali lalu dia menyuruhku untuk mengerjakan soal sesulit ini, aljabar? Haha, mati aja lo.

"Saya mengerti, tapi saya tidak bisa mengerjakan soal ini pak.. eh- K-kak." Aku belum terbiasa memanggil seorang guru dengan sebutan 'Kak'

"Mungkin kak kevin bisa bantu saya?" Kevin pun duduk dihadapanku.

"Coba kamu kerjakan dulu, nanti saya betulkan."

Padahal, aku tidak mengerti sama sekali, dan tidak tahu harus mulai darimana.

"Saya tidak tahu harus mulai darimana." Akupun berkata jujur.

"Mulai dari hubungan kita dulu."

"Ngelawak kak?" Tanyaku, wajah kak kevin itu datar tapi tetep ganteng, dia kelihatan pengen senyum tapi ditahan.

"Terus kenapa kak kevin malah pengen senyum sendiri gitu?" Tanyaku.

"Karena saya tahu, saya garing!" Aku tertawa kecil mendengarnya, emang garing sih. Haha.

"Jadi gimana kak, mulainya?"

Akhirnya kak kevin mulai membimbingku untuk mengerjakan soal matematika dari satu soal ke soal yang lain hingga lupa waktu.

Star In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang