Empat tahun kemudian...
Aelke berjalan ke luar dari mobil yang dia kendarai. Dia terlihat sangat stylist dengan dress berwarna cream yang sangat cocok di tubuhnya. Tak ada yang tau kehidupan Aelke setelah lulus SMA, kan? Aelke sudah benar-benar lepas dari SMAnya. Sekarang, dia sudah melanjutkan pendidikan yang jauh lebih tinggi di sebuah universitas di Jakarta.
Aelke melangkahkan kakinya menuju ke kelasnya. Berpapasan dengan beberapa mahasiswa, mereka menyapa Aelke dan Aelke hanya balas tersenyum dan menghampiri teman kuliahnya yang bernama Fiorella. Aelke sudah sejak masuk kuliah berteman dengan Fiorella. Seorang gadis manis berusia 20 tahun yang mempunyai tubuh mungil dengan senyum manisnya.
"Morning!" Sapa Aelke bersemangat seraya menepuk pundak Fiorella yang tengah bertelepon dengan seseorang. Fiorella tampak terkejut dan segera menoleh. Dia mengakhiri percakapannya lewat telepon dan memasukkan handphone-nya ke dalam saku celananya.
"Kamu ganggu aja. Aku lagi teleponan sama pacar aku." Ujar Fiorella mengerucutkan bibirnya. Aelke terkekeh. "Pacar? Pacar khayalan maksudnya?" Aelke menjulurkan lidahnya.
"Terserah, lah. Eh, iya. Kok baru sampe? Aku nunggu lama, nih." Ujar Fiorella seraya mulai melangkah bersamaan dengan Aelke menuju ke kelasnya.
"Maaf, maaf. Periksa mesin dulu. Kemarin, ada yang rusak. Untungnya, sampe sini aku masih selamat."
Baru beberapa langkah, tiba-tiba saja seseorang menyusul langkah kaki Aelke dan menepuk bahu gadis itu.
"Aelke!"
Aelke dan Fiorella menoleh dan mendapati Rafael yang tersenyum lebar ke arah mereka. Ya, Rafael memang satu kampus dengan Aelke tapi, berbeda jurusan. Tak ada yang berubah dari seorang Rafael. Mungkin hanya gaya rambut. Dulu, rambutnya berponi dan sekarang, poni itu lenyap, tergantikan oleh sebuah jambul. Ah, ya, dia mewarnai rambut hitamnya menjadi cokelat.
"Kenapa, Raf?" Tanya Aelke heran. Semenjak Aelke lulus, Rafael memintanya untuk memanggilnya Rafael tanpa ada kata 'kakak' supaya, Rafael tidak merasa tua, katanya.
"Entar siang, makan siang bareng, ya? Mau ngomong." ujar Rafael. Aelke menganggukkan kepalanya. "Boleh asalkan dibayarin makan. Okay?" Aelke menaik-turunkan alisnya. Rafael memutar bola matanya. "Apaan, sih? Traktir terus. Bangkrut aku deket-deket sama kamu."
"Kamu pikir, semuanya gratis? Curhat di radio aja bayar! Pulsa-nya ketarik." Fiorella terkekeh mendengar pembelaan Aelke. Rafael mengerucutkan bibirnya. "Ya, udah, iya. Gue ngalah."
"Okay. Ajak Fio, ya?" Ujar Aelke. Fio membulatkan matanya. "Eh, enggak. Enggak usah, makasih." Rafael menghela nafas. Tau, jika dia akan kehabisan uang jajan lagi hari ini. Tapi, Rafael memang sangat nyaman bicara dengan Aelke. Mereka sudah seperti adik kakak.
"Ya, udah. Fio ikut aja. Aku yang traktir. Sampai ketemu nanti, ya." Rafael melambaikan tangan sebelum berjalan mendahului Aelke dan Fiorella menuju ke kelasnya.
"Kayaknya, Rafael ada something sama kamu, Ke." Bisik Fiorella sambil terus melangkah. Aelke memutar bola matanya. "Something apa, sih? Dari dulu ngomong kayak gitu, terus." Elak Aelke.
"Abis kalian berdua deket banget. Kenapa gak jadian aja? Cocok, kok. Kalo punya anak, pasti sipit." Fiorella terkekeh. Aelke menatapnya malas-malasan. "Ah, udah, lah. Aku sama Rafael murni sahabatan. Aku udah anggap dia kakak aku. Udah sejak SMA."
"Kenapa gak jadian aja, sih? Kalian kan udah kenal satu sama lain." Ujar Fiorella.
"Fi, bisa bahas yang lain gak?" Aelke menghela nafas sebelum berjalan memasuki kelas mendahului Fiorella yang tertawa di belakangnya.
***
Aelke dan Fiorella memasuki sebuah cafe yang berada tak jauh dari kampus mereka. Sesampainya di sana, mereka segera mengedarkan pandangan mereka, mencari keberadaan Rafael. Akhirnya, mereka mendapati Rafael yang tengah menunggu dan melambaikan tangan kepada mereka.
"Fi, kamu duluan aja. Aku mau ke toilet dulu." Ujar Aelke. Fiorella menganggukkan kepala sebelum melangkah menuju ke Rafael sedangkan, Aelke melangkah menuju ke toilet.
Aelke pergi ke toilet hanya untuk bercermin. Entah kenapa, sejak lulus SMA, Aelke lebih memperhatikan penampilannya. Aelke tidak mau jadi cewek SMA yang tak mengerti apa-apa tentang wanita.
Setelah memastikan penampilannya masih terlihat baik, Aelke segera ke luar dari toilet. Bersamaan dengan itu, secara tidak sengaja atau mungkin memang karena takdir, Aelke berpapasan dengan seorang gadis yang sudah lama tidak dia temui. Gadis itu menatap Aelke terkejut, begitupun Aelke.
"Kak Alyssa?"
"Aelke?"
Tak lama kemudian, keduanya tersenyum dan saling memeluk satu sama lain.
"Hei, apa kabar?" Tanya Alyssa ramah, masih seperti dulu. Alyssa terlihat seperti model. Benar-benar seperti model. Sangat cantik dan punya bentuk tubuh yang proporsional.
"Baik, kak. Kakak sendiri gimana? Loh, kakak udah sampe Jakarta? Kapan? Kenapa gak ngasih kabar?" Tanya Aelke.
Alyssa tersenyum. "Aku baik, kok. Baru sampe Jakarta kemarin. Maaf gak kasih kabar. Aku ganti nomor dan lupa nyimpen nomor lama kamu."
"Kakak ke sini sama siapa? Mau makan siang juga? Bareng aja sama aku." Ujar Aelke. Alyssa mengangkat sebelah alisnya sebelum menggigit bibir bawahnya. "Maaf, deh, Ke. Sebenernya mau ikutan gabung tapi, kayaknya gak bisa. Udah dijemput."
"Sama pacar? Calon suami? Gak dikenalin ke aku?" Goda Aelke. Alyssa terkekeh.
"Gak bawa calon suami ke Jakarta. Nanti aja, ya, aku kenalin dia ke kamunya. Oh, iya. Duluan, ya, Ke. Sampe ketemu lagi lain waktu. Entar kita ngobrol banyak." Ujar Alyssa sebelum akhirnya berbalik dan melangkah menjauh.
Aelke tersenyum tipis. Alyssa ada di Jakarta. Apakah itu berarti 'dia' juga ada di Jakarta?
Aelke segera berjalan ke luar dari toilet dan menghampiri Rafael dan Fiorella.
"Lama banget di toilet," gerutu Rafael saat Aelke baru saja datang menghampirinya dan Fiorella yang tengah duduk mengobrol. Aelke tersenyum meminta maaf sebelum menarik kursi dan duduk di antara Rafael dan Fiorella.
"Tadi aku ketemu Alyssa di toilet." Ujar Aelke yang membuat Rafael membulatkan matanya.
"Hah? Demi apa? Kenapa gak diajak ke sini? Kenapa gak bilang-bilang?" Tanya Rafael bertubi-tubi. Aelke mengedikkan bahunya. "Dia buru-buru. Katanya, sih, baru sampe di Jakarta kemarin."
"Mau ketemu Alyssa." Rengek Rafael. Aelke memutar bola matanya. "Raf, Alyssa udah mau nikah sama cowok bule-nya. Kamu mending cari cewek lain, deh. Jangan sama Alyssa."
"Ya, elah. Belum nikah ini. Selama janur kuning belum ada, aku masih bisa rebut dia dari pacarnya." Fiorella dan Aelke terkekeh mendengar ucapan Rafael.
"Pejuang banget kamu, Raf," ejek Fiorella.
"Iya pejuang. Pejuang yang gak tau kalo yang dia perjuangin itu sia-sia." Aelke menimpali dan sukses mendapat tatapan tajam dari Rafael.
Tak lama kemudian, makanan mereka datang. Mereka bertiga memakan makanan masing-masing. Setelah habis, mereka bertiga mengobrol panjang lebar. Saling bercerita sampai jam empat sore dan mereka memutuskan untuk pulang.
"Fi, mau bareng aku atau Rafael?" Tanya Aelke kepada Fiorella.
"Bareng kamu aja, deh, Ke." Jawab Fiorella. Rafael menganggukkan kepala. "
"Ya, udah. Aku duluan, ya. Bye, Ke. Bye, Fio." Rafael berpamitan dan melangkah ke luar dari cafe terlebih dahulu. Meninggalkan Aelke dan Fiorella yang masih berada di sana, malas bangkit dari tempat duduk mereka. Tapi, mau tak mau mereka harus pulang.
"Oh, ya, Ke. Besok ikut aku ya? Aku mau kenalin kamu ke temen aku." Ujar Fiorella. Aelke mengangkat sebelah alisnya. "Ngapain, sih?" Tanya Aelke. Fiorella memutar bola matanya. "Kenapa, sih, Ke? Kenalan doang sama temen aku."
"Cewek atau cowok?"
"Liat aja nanti." Ujar Fiorella seraya bangkit berdiri. Aelke ikut bangkit berdiri.
Keduanya melangkah berjalan hendak ke luar dari cafe tapi, tiba-tiba saja Aelke menghentikan langkahnya saat melihat siapa yang baru saja masuk ke dalam cafe dan tampak melewatinya begitu saja. Fiorella ikut menghentikan langkahnya bingung.
"Morgan," gumam Aelke.
Orang itu menghentikan langkahnya mendengar ucapan Aelke. Dia menoleh ke arah Aelke dan mengernyitkan dahinya. Saat itu pula, nafas Aelke benar-benar tertahan. Astaga, apakah benar siapa yang berada di hadapannya sekarang adalah...dia?
Aelke tersenyum dan baru saja ingin menyapa dia yang sangat Aelke rindukan itu namun, senyuman Aelke lenyap dan Aelke mengurungkan niatnya untuk menyapa orang tersebut saat dia dengan suara yang tidak Aelke kenali, bertanya,
"Apa kita saling kenal?"