"Kemaren aku liat Candy di salah satu pusat perbelanjaan."
Kalimat itu terus berada di dalam pikiran Aelke semalaman. Aelke bahkan tidak tidur karena kalimat sederhana yang diucapkan Rafael itu. Candy ada di Jakarta? Untuk apa? Apa yang sedang dia rencanakan? Aelke tau jelas, Candy tidak akan kembali ke Jakarta jika dia tidak mempunyai sebuah rencana.
Aelke menggelengkan kepalanya, berusaha membuang pikiran buruk di otaknya. Astaga, kenapa Aelke berpikiran negatif tentang Candy. Bagaimana jika Candy punya alasan baik untuk kembali ke Jakarta? Lagipula, sekembalinya Candy ke Jakarta tidak akan pernah mengembalikan ingatan Morgan, kan?
Aelke tetap terjaga sampai pagi datang. Aelke tak mengantuk sama sekali. Pikirannya tak bisa berhenti untuk berpikir keras tentang Morgan, Candy dan segalanya.
Aelke beranjak ke luar dari kamarnya, menuju ke kamar mandi. Setelah mandi dan merapikan penampilannya, Aelke segera menuju ke garasi untuk mengeluarkan mobilnya.
Aelke berhasil mengeluarkan mobil. Gadis itu menghela nafas. Rasanya dia malas pergi ke kantor jika hanya untuk bertemu dengan seseorang yang membuatnya patah hati. Tapi, apa boleh buat. Jika tidak, bisa-bisa Aelke gagal menyelesaikan kuliahnya.
Aelke mengendarai mobil dengan penuh hati-hati. Aelke tau, dia tidak tidur semalaman. Jika dia tidak fokus, kemungkinan besar, dia akan kecelakaan. Aelke tidak mau kecelakaan. Aelke masih mau hidup normal di bumi. Masih banyak yang belum dia capai dalam hidupnya.
Mobil Aelke terparkir dengan mulus di halaman parkir tempatnya biasa dia memarkirkan mobilnya. Aelke segera ke luar dari mobilnya, bersamaan dengan itu sebuah mobil lainnya berhenti tak jauh dari mobil Aelke. Aelke diam selama beberapa menit memperhatikan mobil itu.
Tak lama kemudian, si pengemudi ke luar bersama seorang gadis manis. Aelke menggigit bibir bawahnya sebelum berbalik dan berjalan cepat, berusaha menghindar. Aelke baru sadar jika itu adalah Morgan dan kekasihnya, Olivia.
"Aelke!"
Sial, Aelke mengerang dalam hati. Gadis itu berbalik dan tersenyum, melihat tepat ke arah Olivia yang tengah melingkarkan lengannya di pinggang Morgan sementara Morgan hanya berdiri tenang.
"Ya?" Tanya Aelke.
"Pertemuan hari ini pukul 3 sore. Kamu temui saya di ruangan sebelum jam 3 sore. Seperti biasa, kamu bisa membantu di resepsionis." Morgan menjelaskan. Aelke menganggukkan kepalanya dan kembali meneruskan jalannya.
Aelke berusaha fokus berjalan masuk ke dalam kantor. Susah mati, Aelke memaksakan diri supaya tidak menatap ke belakang. Tidak. Menatap ke belakang hanya akan membuatnya sakit hati lagi.
Tapi, dengan bodohnya, sebelum membuka pintu, Aelke menoleh dan langsung menyaksikan pemandangan paling menyiksa sedunia.
Morgan mengecup puncak kepala Olivia sambil memeluk gadis manis itu.
***
Aelke membantu resepsionis melayani beberapa tamu yang datang. Aelke berdiri di sisi kanan dan resepsionis itu berada di sisi kiri. Aelke mencatat apa yang dikatakan tamu yang sudah pergi dan tak sadar jika ada tamu yang baru datang.
"Aelke?"
Aelke mendongakan kepalanya mendengar suara itu. Aelke mengigit bibir bawahnya menyadari siapa yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.
"Candy?"
Candy tersenyum manis ke arah Aelke dan meletakkan tangannya di atas meja resepsionis. "Apa kabar, Ke? Ngapain di sini?" Tanya Candy ramah, tak terdengar gila seperti terakhir kali dia bicara dengan Aelke.
"Ehm, baik, Can. Aku..aku lagi magang di sini," jawab Aelke. Candy melirik ke arah jam yang tergantung di dinding kantor tersebut.
"Udah jam makan siang, loh. Mau makan siang bareng? Aku yang traktir, deh." Ajak Candy ramah. Entahlah apa yang terjadi. Candy terlihat jauh lebih ramah dan bersahabat dari sebelumnya. Apa dia sudah berubah?
Aelke menganggukkan kepala sebelum berpamitan kepada resepsionis yang bersamanya tadi. Kemudian, Aelke dan Candy berjalan menuju ke sebuah restoran yang berada tak jauh dari kantor itu. Lebih tepatnya berseberangan.
Candy dan Aelke duduk berhadapan. Candy yang memesankan makanan untuk Aelke, tanpa bertanya kepada Aelke apa yang gadis itu pesan.
"Aku masih hafal makanan favorite kamu, Ke," ujar Candy sambil tersenyum.
Aelke balas tersenyum ragu-ragu. Sungguh, dia masih canggungg dengan Candy. Apa yang terjadi pada gadis itu? Apa dia sudah berubah? Kenapa juga dia datang ke perusahaan travel? Dia mau bepergian? Atau dia tau jika perusahaan itu dikendalikan langsung oleh Morgan?
"Lucu, ya? Kita udah lama gak ketemu dan sekalinya ketemu, kita malah canggung kayak sekarang," Candy terkekeh, berusaha mencairkan suasana. Aelke hanya tersenyum kecil.
"Aku udah berubah, Ke. Gak usah canggung gitu. Aku udah lupain semua permusuhan kita gara-gara satu cowok selagi SMA. Aku cuma mau kita balik kayak dulu. Hidup bersahabat tanpa adanya permusuhan. Aku udah ikhlas, kok, kalo kamu sama Morgan. Aku udah punya pengganti dia sejak lama. Aku juga udah menikah beberapa bulan lalu." jelas Candy.
Aelke mengangkat sebelah alisnya. "Hah? Kamu udah nikah?" Tanya Aelke bersimpati. Candy terkekeh. "Ya, aku udah nikah sama seorang cowok yang selalu temenin aku di Bandung. Dia yang bisa ubah hidup aku hingga jadi sekarang."
"Kenapa gak undang aku?" Tanya Aelke mengerucutkan bibirnya.
"Aku titipin undangan ke satpam kamu karena dia bilang, kamu lagi kuliah. Mungkin, kamu belum baca undangan itu," Candy tersenyum dan tampak sangat maklum jika Aelke tidak datang.
"Oh, ehm, maaf, Can. Aku emang jarang liat surat-surat yang masuk," Candy terkekeh. "Aku tau kamu, Ke. Kamu lebih milih baca novel ribuan halaman daripada baca surat yang cuma selembar, kan?" Aelke tersenyum.
"Siapa namanya? Kapan mau dikenalin?" Tanya Aelke.
"Namanya Vino. Aku kenalin ke kamu nanti, ya kalo dia gak sibuk. Aku ikut dia ke sini karena dia ada kerjaan." Jawab Candy.
"Kamu ngapain ke kantor tadi?" Aelke kembali bertanya, menginterogasi.
"Aku mau urus perjalanan buat bulan madu aku sama Vino," pipi Candy tampak merona saat mengatakan kalimat itu. Aelke terkekeh. "Sebenernya aku udah bilang gak usah pake travel tapi, Vino ngotot. Jadi, ya, begitulah."
"Bagus, dong, kalo pake travel. Biar gak nyasar di jalan." Aelke menimpali.
"Oh, ya, gimana sama kamu dan Morgan? Aku denger, Morgan kuliah di Amerika? Kamu masih sama dia, kan?" Tanya Candy yang mulai menginterogasi Aelke. Aelke tersenyum sedih dan menggelengkan kepalanya. "Aku gak pernah punya hubungan spesial sama dia."
"Maksudnya?" Candy mengangkat sebelah alisnya bingung.
"Aku gak pernah pacaran sama dia," jawab Aelke.
Belum sempat Candy mengajukan pertanyaan lagi yang lebih menyelidik, makanan pesanan keduanya datang. Candy dan Aelke memutuskan untuk menunda pembicaraan mereka dan makan siang bersama.
Tepat setelah mereka menghabiskan makan siang mereka, handphone Candy berbunyi. Aelke meneguk air minumnya saat Candy mengangkat panggilan masuk tersebut.
Candy berbicara singkat dengan seseorang yang jauh di sana namun, di akhir pembicaraan, Aelke baru sadar jika yang menghubungi Candy itu pasti suaminya yang bernama Vino tersebut. Candy mengucapkan kata 'I love you' saat di akhir pembicaraan.
"Aelke, aku masih mau ngobrol sama kamu tapi, Vino udah telpon aku dan suruh aku buat balik ke hotel. Gak apa-apa, kan?" Tanya Candy. Aelke menganggukkan kepala. Sebelum pergi, Candy memanggil pelayan dan menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan kepada pelayan itu. Belum sempat si pelayan memberikan uang kembalian, Candy sudah melenggang pergi.
Aelke menatap ke pergian Candy sambil tersenyum tipis. Candy, sahabatnya. Sudah lama Aelke tidak bertemu dengan Candy dan ternyata, banyak perubahan yang di alami gadis itu.
Dia terlihat jauh lebih girly. Lihat saja penampilannya tadi. Dia membiarkan rambut hitamnya bebas tergerai dengan halus. Dia mengenakan dress berwarna cokelat kayu. Dia juga mengenakan high heels. Dia juga membawa tas mungil. Well, dia juga mengenakan make up yang sangat cocok untuk wajahnya.
Yang lebih penting lagi adalah dia berhasil. Dia berhasil menemukan seorang pria yang dapat mengubah hidupnya ke arah yang lebih positif. Sementara Aelke? Jangankan menemukan pria yang bisa membuatnya berubah, menerima seorang pria di dekatnya saja belum pernah.
Setelah beberapa menit Candy pergi, Aelke baru bangkit dari tempatnya duduk. Aelke melirik jam di tangannya, sudah menunjukkan pukul setengah dua siang.
Aelke berjalan ke luar dari cafe dan baru melewati pintu, Aelke sudah melihat dari seberang sana, Morgan yang berjalan ke luar dari pintu dengan handphone yang di dekatkan ke telinganya. Morgan tampak tidak melihat Aelke untuk sementara sampai akhirnya, dia melihat Aelke.
Masih dengan handphone yang ada di dekat telinganya, Morgan melambaikan tangan kepada Aelke dan seakan memberi isyarat agar Aelke bertahan di sana.
Aelke menghela nafas dan menganggukkan kepalanya sambil menunggu Morgan datang ke arahnya, entah kenapa.
Morgan masih tampak bicara melalui handphone-nya saat dia menyebrang dan tanpa sadar, dia menyebrang di waktu yang salah. Tepat beberapa belas meter di sisi kanannya, sebuah mobil bergerak dengan cepat.
Aelke sempat tercekat selama beberapa saat sebelum akhirnya berlari cepat ke arah Morgan sambil berteriak,
"MORGAN AWAS!!"
Setelah itu, yang terdengar hanya bunyi decit kendaraan dan teriakan orang-orang di sekitar.