20. Jadi dia adalah?

1.2K 98 16
                                    

Semua mata menatap kearah pasangan yang berada ditengah lapangan, bahkan mereka sampai menatap dari balkon depan kelas mengabaikan bel pelajaran pertama.

Dua orang yang dulu saling bermusuhan kini terlihat sedang menjalani hukuman dengan berlari lapangan lima kali puteran berdua, pemandangan itu sangat menarik bagi penghuni sekolah karena biasanya mereka akan mendengar caci maki yang keluar dari mulut perempuan untuk laki-laki. Namun sekarang mereka melihat pemandangan manis, Alva menggenggam tangan Abigail yang sudah terlihat lelah bahkan dengan isengnya Alva menarik Abigail untuk terus menggerakkan kakinya.

Abigail berseru kesal, matanya menatap Alva dengan sinis. Dia lelah, asmanya akan kambuh jika terus dipaksan tapi ia tak ingin terlihat lemah dihadapan Alva. Namun tidak bagi Alva, dia terlihat santai dan cuek setelah melihat tatapan Abigail.

Meskipun keduanya sering berantem dan tidak jelas, tapi begitulah... Mereka kadang bisa membuat iri siapapun yang melihat, terlebih sikap Alva yang sangat santai dengan segala sikap arogan Abigail dan mampu mengimbanginya.

"Duh!"

"Va?"

Abigail menghampiri Alva yang terdiam memegang punggung kanannya, baru saja ia menabrak Alva dengan sengaja namun tidak terlalu kuat. Tatapannya khawatir saat Alva mulai pucat, padahal Abigail yang berfikir akan pucat karena hukuman telat itu. Lima menit berselang, Alva pingsan dalam dekapan Abigail.

"Woy! Bantuin, Alva pingsan." Abigail mengeluarkan segala suaranya, teriakannya bahkan sampai terdengar hingga lantai tiga sekolahnya. Matanya ingin memangis karena Alva yang pucat dan tidak sadarkan diri, karena semua ini akibatnya.

Javi yang entah dari mana sudah datang bersama Aga, mereka membantu Abigail membawa Alva ke dalam UKS. Bu Fitri pun datang menghampiri mereka, ia melihat Alva yang sudah ditangani kepala UKS. Abigail yang sedang mengacak-acak isi tasnya semakin panik, inhaler miliknya tidak ia temukan dalam tas dan pandangannya semakin meredup.

"Giel, Lo kenapa?" tanya Javi yang sudah melihat Abigail berdiri goyah hingga menabrak tubuhnya.

"In... Ha... Ler... Gu...e... J-"

Aga langsung memberikan inhaler itu dan memasukkannya dalam mulut Giel, nafas gadis itu perlahan normal setelah beberapa kali menyemprotkan inhaler. Javi pun bernafas lega, dia tidak tau sama sekali jika Abigail memiliki asma sehingga ia tidak bisa bertindak.

"Alva abis berantem?" keluarlah sosok kepala UKS dengan mengalungkan stetoskop di lehernya. Mereka mengalihkan pandangannya, mengerut kening karena tidak mengerti.

"Punggung kanannya biru, dan banyak bekas luka ditubuhnya."

Abigail terdiam, terakhir kali punggung Alva lebam saat dipukuli ibunya dan itu sudah beberapa bulan yang lalu.

Perlahan ia memasuki ruang UKS, ia melihat Alva yang tertidur menghadap kiri, membelakanginya. Tangannya secara perlahan membuka kaos polos Alva, melihat luka lebam yang baru saja Abigail liat. Luka itu seperti baru dan belum di obati, tapi tadi ia menabrak tidak kencang dan -

"Gue baik-baik aja," Alva membalik tubuhnya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.

"Kemarin gue kena pukul satpam komplek, dikira maling." Abigail mengangkat sebelah alisnya saat melihat Alva terkekeh.

"Pasti nyokap lo lagi ya?" tebak Abigail dengan wajah khawatir.

Alva hanya diam, begitu juga dengan Abigail yang memilih menatap Alva sinis, tak lama Javi dan Aga datang melihat kondisi sahabat mereka. Abigail langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi, bahkan meninggalkan wajah sinis seraya mengambil tasnya.

Blank SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang