Abigail terbangun saat mendengar lantunan suara Cascada dari ponselnya, diliriknya jam digital yang berada di nightstand telah menujukkan pukul empat subuh.
Sebuah nama Alva tertera dilayar ponsel, dan siap menggerutu kesal dengan tindakan Alva yang kurang kerjaan.
"Lo enggak liat jam apa? ini masih subuh woy!" maki Abi.
"Solat, Bi. Atau mau jamaah sama gue?" tawar Alva. Abigail terdiam, baru kali ini ia diingati solat oleh seorang pria. Bahkan selama ia berpacaran tak ada satu pun yang membawa agama dalam hubungannya.
"Ngaco lo! adzan aja belom." ujarnya.
"Kalau udah adzan jadi mau jamaah?" goda Alva di seberang sana.
"Sableng! udeh ah. Kalau mau solat, solat aja sendiri!"
"Jamaah lebih banyak pahalannya, sayang." lagi Alva tak berhenti menggoda Abigail.
"Cepet lo turun! Dikit lagi adzan. Kalau enggak, gue seret lo!"Abigail terdiam, Alva mematikan panggilannya secara sepihak meninggalkan Abigail penuh dengan tanya. Namun ia segera turun, mengabaikan kondisi rumah yang sepi karena kedua orangtuanya tengah pergi keluar kota dan meninggalkan Abi bersama kedua adiknya.
Suasana turun kelantai bawah semakin mencekang, udara subuh yang sejuk menerpa diri Abigail terlebih rumah dibiarkan gelap agar kedua adiknya tidak bermain play station hingga dini hari yang menyebabkan kesiangan esoknya. Abigail semakin mengeratkan cardigannya, dia melirik kebawah melalui balkon.
"Va.." desis Abigail untuk memancing Alva keluar.
Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi hingga mengejutkannya. Sebuah nomer pribadi tertera dalam ponselnya.
"Aku menunggu kamu dibawah, tolong selamatkan aku. Kepalaku hampir terputus, darahku mengalir dilantai rumah mu." Ujar orang diseberang sana. Bulu kuduk Abi meremang.
Abigail POV.
Jujur, aku sedikit parno dengan yang berbau hantu. Dulu waktu aku masih kecil pernah ditakuti oleh om Edgar hingga aku enggak mau liat mukanya selama sebulan karena membuatku trauma.
"Aku selalu mengintaimu. Kini aku berada dibelakangmu, jangan menengok jika kamu tidak berani."
Panggilan pun terputus, bahkan aku tidak menyadari jika kakiku sudah menepak dilantai bawah. Gelap, tak ada satupun cahaya lampu selain dari ponselku. Dengan rasa penasaran yang langsung meningkat bercampur rasa takut, aku beranikan untuk membalikkan badan.
Cupp!.
Bukan setan yang aku liat, namun wajah Alva yang sudah didepanku bahkan mencium bibirku dengan innocent face menatapku.
"Alva sialaaaan!!!!! Mencari kesempatan dalam kesempitan." pekikku langsung menjauh dari wajahnya, lalu dia langsung membekap mulutku.
"Jangan teriak, nanti Mark sama Sean bisa denger kalau kita lagi berduaan. Lo taukan? adegan 17 tahun keatas." goda Alva membuatku menatapnya jijik.
"Pacar bohongan! inget itu Alvabet."
"Gimana bisa lo masuk?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraannya.
"Karena lo orangnya ceroboh dan jendela belakang belom lu tutup" jawab Alva dengan santai.
Aku menepuk jidat, baru ingat sebelumnya aku sedang memasak makan malam dan membiarkan jendela dapur terbuka.
"Selain enggak punya iman, ternyata lo punya bakat juga buat jadi maling ya?" sindirku.
Alva hanya menatapku dalam, bahkan ia melangkahkan kakinya mendekati diriku. Apa ucapanku barusan terlalu menyakitkan? Aku memalingkan wajahku darinya, hingga ia berhenti di hadapanku.
![](https://img.wattpad.com/cover/53426900-288-k295267.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blank Space
Acak[[Hutama Family-season 5]] Hal yang paling sensitif antar manusia adalah uang, namun nyatanya dihidup Abigail bukan itu. KEPERCAYAAN adalah hal yang paling sensitif bahkan tidak pernah ia campuri dengan segala hal, hanya satu yang ia percaya. Tuha...