Abigail dengan cepat melangkahkan kakinya menuju ruang tata usaha mengikuti saran Renata, dia harus meminta staff untuk mengubah kelas Alva agar tidak sekelas dengannya. Sedangkan Alva hanya berjalan dibelakang Abigail bersama Renata yang hanya bisa memeluk sebelah tangannya."Pak tolong pindahkan kelas si Alvabeta ini ke kelas lain, saya enggak mau sekelas sama dia." ujar Abigail dengan cepat, staff tersebut menatap Abigail dengan sebelah alisnya terangkat.
"Pak pindahin!" ujar Abigail dengan greget melihat staff tersebut hanya menatapnya.
"Itu sudah jadi sistemnya, Giel." ujar sang staff yang sudah hafal dengan bentuk protes yang dilayangkan Abigail tiap pergantian kelas.
"Sistem apanya? Masa tiga tahun saya sama Alvabet mulu, bosen saya pak." grutunya dengan menatap Alva sengit.
"Jodoh kali!" jawab serempak staff tata usaha itu, Abigail dengan spontan menatap keseluruh staff dengan kaget.
"Udah deh jangan asal ngomong, cepet hapus nama Alva dari kelas saya." ujar Abigail lagi dengan maksa.
"Itu tidak bisa. Kamu harusnya belajar dari hasil protes kamu tiap tahun, Giel." jawab sang staff dengan malas.
Abigail mendengus kesal, untuk ketiga kalinya ia ditolak karena protes meminta agar dipindahkan kelas dengan Alva. Ia langsung memukul meja staff tersebut sebagai bentuk kekesalannya, ia langsung keluar dari ruang tersebut meninggalkan Alva dan Renata yang masih berada didalam ruangan.
Kakinya melangkah menuju lantai dua dimana kelas barunya berada, dengan menghentak-hentakkan sepatu nikenya seraya bergerutu kesal selama berjalan membuat orang yang melihatnya langsung menepikan diri sebelum ditabrak oleh Abigail, si siswi cantik dengan aura dominan.
Ia mendaratkan dirinya di kursi kelas nomer dua didekat jendela, tempat favoritnya sejak awal sekolah. Ia kembali menahan dirinya selama setahun lagi sekelas dengan Alva, musuh yang entah kenapa sejak awal ia melihat Alva ia begitu tidak menyukainya, selain karena hanya Alva lah yang tidak bisa ia masuki pikirannya.
Kenapa tiga doa gue yang hanya setahun sekali aja enggak ke kabul, Tuhan?
Ia menggerutu, kembali memegang kedua sisi kepalanya seperti biasa jika ia sedang kesal.
Tak lama, Renata duduk disampingnya seraya memeluk tubuhnya.
"Tinggal setahun lag.i" bisik Renata.
"Gue harus merasakan setahun lagi di zona aman Alva? Bah! Lulus dari sekolah ini jadi apa gue?" ujarnya masih menutup mata.
Tak lama kemudian, Alva muncul dan menengokan kepalanya menatap Abigail dan Renata. Namun ia hanya mengangkat kedua bahunya seakan tidak ingin mengambil pusing atas tingkah Abigail. Bel pun berbunyi, semua siswa masuk kedalam kelas dan duduk sesuai dengan pilihannya, Abigail kembali berdoa semoga gurunya tidak meminta mereka berpindah tempat apalagi bertukar pasangan sebangku.
Bunyi hentakan sepatu yang berbentur lantai terdengar mendekat memasuki kelas Abigail. Semua siswa terlihat menunggu siapa sosok yang akan menjadi wali kelasnya, kebiasaan setiap pergantian tahun.
Abigail tertegun serta mengangkat kedua alisnya tak percaya siapa yang menjadi wali kelasnya, hingga ia harus bersusah payah menelan air liurnya sendiri. Salah satu guru yang pernah ia kerjai sewaktu ia menjadi siswa baru di sekolah itu, guru yang mengklaim dirinya sebagai siswi cantik berandal itu selalu mengingatnya bahkan tak jarang Abigail menjadi korban guru tersebut setiap pelajarannya. Dan sekarang menjadi wali kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blank Space
Acak[[Hutama Family-season 5]] Hal yang paling sensitif antar manusia adalah uang, namun nyatanya dihidup Abigail bukan itu. KEPERCAYAAN adalah hal yang paling sensitif bahkan tidak pernah ia campuri dengan segala hal, hanya satu yang ia percaya. Tuha...