26. You are my flashlight

1.3K 103 20
                                    

Ost. Cintaku kamu-Dhisa

Sekian POV-nya Alva, jadi udah tau dong gimana sifatnya Alva dari beberapa part sebelumnya. Sekarang kembali ke POV Abigail. Kejadian ini setelah Abigail menyelesaikan konsernya yang ditonton Alva kaya di bab sebelumnya ya. Ngertikan? Maaf juga part ini menuliskan tidak lebih dari 1000 kata seperti biasanya, bab berikutnya ending. Yoyoyo!

Mari baper bersama, para jonsss!!
selamat menjalankan sabtu malam *tawa sinis*

Abigail POV

Berkali-kali aku mengusap telapak tangan pada rok melambai dan blus tanpa lengan. Aku baru saja mengganti pakaian formal hitamku —baju yang masih aku simpan dari pemberiannya, langkahku perlahan keluar dari Orchard Hall.

Hari ini cuaca di Tokyo cukup lembab, beberapa bunga sakura mulai bermekaran, mengingatkanku dengan cerita nenek Luna saat ia melarikan diri ke Jepang. Cerita cinta yang menurutku konyol, dia sering kabur dari satu negeri ke negeri lainnya entah untuk apa. Dia beralasan karena tugasnya sebagai dokter, namun menurutku nenek Luna ingin menghindari opa Billy yang ingin melamarnya.

Sama sepertiku, kabur dari Alva.

Sebuah kecupan mendarat di pipi kananku, aku menoleh dan melihat David dengan wajah tampannya. Ia adalah kekasihku, dia mau menjadi kru spesial dalam tur ku meninggalkan kesibukkannya di kantor.

“Apa yang kau fikirkan?” Tanya Dave, aku lebih suka memanggilnya Dave dan Aku suka suaranya, dalam dan begitu tegas. Seperti kriteriaku sebagai suami.

“Kira-kira kapan ya, kamu melamarku?” Aku balik bertanya, aku menggodanya seraya menjawil hidung mancungnya.

“Kamu mau kita menikah? Kita baru seminggu menjadi kekasih.” Dave menggeleng kepala tak percaya.

Dia anak pengusaha software, dan kebetulan ibunya adalah asli Malaysia dan pernah tinggal di Kalimantan untuk bersembunyi waktu kecil. Lucu sekali bagaimana masa lalu Dave ini.

“Kalaupun seminggu, kenapa?”

“Aku–“

Ucapan Dave ku hentikan, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ternyata panggilan dari Renata, ada apa lagi sih calon pengantin ini? Pasti ingin memaksaku untuk menghadiri bridesmaid-nya.

"Maaf pemilik ponsel ini sedang mela—"

"GIEL! GUE ENGGAK MAU TAU, ELO HARUS DATENG KE ACARA BRIDESMAID GUE SAMPE GUE SELESAI KAWIN! SETELAH ITU LO KAWIN SAMA ALVA— eh salah"

Aku mendekatkan lagi ponsel ketelinga.

"Renata—"

"GUE ENGGAK MENERIMA PENOLAKAN UNTUK PERTAMA KALINYA. OKE KALAU LO ENGGAK BISA KAWIN SAMA ALVA, YANG PENTING LO BALIK!"

Aku menghela nafas pelan,"Lo dikasih makan toa mesjid ya sama Javi? Astaga gue bilangkan enggak bisa, gue harus tampil.  Kalau acara kawinan lo gue usahain bisa." Jawabku.

"Kalau sampe lo enggak dateng, bodo gue sumpahin perawan tua!"

"Ehh—"

Panggilan langsung terputus secara sepihak, enak sekali Renata bilang kalau omongannya kesampean gimana? Emoh lah.

"Siapa?" Aku lupa jika masih bersama Dave, terlihat dia penasaran.

"Renata." Jawabku singkat.

Blank SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang