8. Ain't it funny, rumors, lie ...

1.5K 108 7
                                    

FYI guyssss. Karena sebentar lagi menuju UAs, aku akan memberitahu kalau aku dalam masa Semi Hiatus ya. Sungguh dosen yang menyusahkan mahasiswa disaat minggu tenang sangatlah kejam, apalagi harus membuat jurnal penelitian sebagai UAS. Hfft...

Yasudah ini aku upload ya, dan mungkin bertemu lagi bulan januari... selamat tahun baru yaaaa...

**

Waktu telah menunjukan pukul 6.30, dimana setiap sekolah menetapkan jam masuk kepada setiap siswa. Dengan cepat Abigail langsung berlari menuju gerbang, mulai terlihat satpam sekolah menutup gerbang.

"Yah, pak! Tunggu" ujaar Abigail dengan berlari cepat. Namun pintu tetap akan ditutup, hingga akhirnya Abigail terjatuh.

"aduh .. aduh" rintihnya dengan memegangi dengkulnya yang berdarah.

Spontan, satpam itu membuka kembali pintu dan berniat menolong Abigail. Namun dengan cerdiknya gadis itu langsung bangkit dan masuk dengan cela yang ada. Sambil tertawa ia menatap pak satpam.

"Makasih loh Pak!" pekiknya yang langsung lari menuju kelas sebelum bu Tompel lebih dahulu masuk.

'Sean emang the best deh', pujinya seraya melihat darah buatan yang menempel di dengkulnya. Perlahan ia mulai membersihkan sisa darah palsu itu, ia sangat beruntung memiliki adik yang cerdasnya kelewatan itu.

Abigail mulai melangkahkan kakinya menuju kelas, tidak terdengar suara bu Tompel dari luar jadi ia mengasumsikan jika bu Tompel tidak hadir. Kelas pun terlihat tenang, padahal tidak ada guru yang mengawasi. Dari luar jendela, Abi bisa melihat sosok Alva yang tengah bercanda dengan kelompoknya.

"Giel!" panggilan itu sontak membuat langkahnya terhenti, Renata menaatapnya dengan datar.

"Kenapa?"tanyanya yang langsung duduk di kursi samping Renata.

"Lo keterlaluan" ujar Renata singkat.

Abigail POV.

Keterlaluan apa maksud Renata? Ah ya aku keterlaluan tentang Fathir. Terlihat sekali jika Renata tengah menimbang-nimbang tentang tindakanku ini.

"Ya gue harus bertindak lebih cepat sebelum dia duluan dong" jawabku, pantas dong jika aku membela diri karena ini demi keluargaku.

"Tapi enggak kayak gitu, Giel. Lo enggak baca berita emang? Sudah seminggu berita tentang perusahaan Fathir beredar" ujarnya lagi. Ah ya, seminggu yang lalu aku memenangkan permainan itu.

"Sudahlah, biarin aja. Siapa duluan yang ngajak gue main? Lo tau gue, Ren" ujarku malas.

Aku langsung kembali ketempat dudukku, disamping Alva. Dia terlihat tidak menyadari keberadaanku, dia tetap asik bersama Javi salah satu teman tongkrongan Alva.

Jujur saja, sebenarnya Javi sudah memberi kode ke Alva tentang kehadiranku namun Alva tetap diam. Aku ingin banyak tanya tentang Alva, tapi bagaimana? Dari track record antara aku dan Alva kebanyakan kami sering berdebat bahkan tak jarang kami sampai berantem hanya hal sepele –lebih tepatnya aku yag berantem sering memukulnya

Tak lama seorang guru datang, dia guru pengganti si Tompel. Alva kembali ke posisi awalnya, begitu pun denganku yang mencoba mengajak Alva mengobrol secara normal. Guru itu mulai membahas pelajaran, terlihat sekali Alva begitu konsen memerhatikan guru itu. Entah karena masih muda dan cantik, atau karena Alva menyukai pelajaranya aku tidak tahu.

"Alvabet" desisku, namun Alva masih tidak bergeming.

"Ssst... Alvabet" untuk kedua kalinya aku memanggilnya, dan reaksinya tetap sama.

Blank SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang