16. Got a long list of ex-lover

1.2K 107 11
                                    

Abigail mengelus rambut Ivan dengan pelan. Bocah itu baru saja tertidur setelah Abigail menyetujui permintaannya, memang tidak berat permintaan Ivan yaitu mempercayai Alva. Bisa saja ia berpura-pura percaya agar Ivan senang, tapi ia tidak bisa karena ia bisa melihat tatapan penuh berharap dan yakin dimata Ivan kalau dirinya bisa berdamai. Ia tidak mungkin menyakiti bocah itu, seperti yang dilakukan keluarganya.

Jadilah Abigail menerima permintaan Ivan, namun bukannya senang malah Ivan menangis tak berhenti hingga lelah dan tertidur dengan sendirinya.

"Va.." panggil Abi yang melihat Alva masih berada dikamar Angel.

Mereka seperti cocok mengurusi Ivan dan Angel, bahkan hanya dua anak panti itu yang sangat manja pada mereka. Abigail perlahan masuk kedalam, sedangkan Alva sedang duduk dipojok kamar Angel untuk mengambil ponselnya.

"Lo kayanya demen banget ya sama anak kecil." ujar Abi yang berdiri dibelakang pintu.

Alva menengok,"Haha, iya. Dulu gue sempet pengen punya anak, tapi bikin ama siapa? percuma dong kalau gue udah siap nanem tapi tanahnya ga ada?" ujar Alva dengan santai bahkan wajahnya terlihat mesum.

"Sableng!" balas Abi singkat. Lalu ia melihat Angel yang tertidur tengkurep, baju tidurnya tersingkat sedikit hingga terlihat bekas luka.

"Va, Angel lo apain? enggak lo grepe-grepe kan?" tanyanya semakin mendekat ketubuh Angel.

"Asal aja kalau ngomong!" ujarnya tidak terima namun menghampiri Abigail yang berdiri disisi ranjang Angel.

"Dia sama kaya gue. Itulah alesan Ivan bawa dia ke sini." ujar Alva mengingat beberapa tahun yang lalu, mungkin saat ia baru masuk SMA.

"Maksud lo?" tanya Abigail bingung.

"Lo percaya ga? mereka baru ketemu tiga tahun yang lalu?" tanya Alva.

"Serius? mereka kaya udah dari lahir deketnya." ujar Abigail dengan menggeleng tak percaya.

"Tiga tahun yang lalu pas Ivan luntang lantung dijalan, dia liat Angel nangis dijalan. Gue enggak tau pastinya gimana, tapi setelah beberapa bulan gue deketin Angel ternyata dia suka dipukulin sama ayahnya dan luka itu dari diagnosis dokter akibat pukulan benda tumpul." jelas Alva, matanya menerawang ke masa itu.

Abigail terdiam, bertanya dalam hati kenapa mereka harus mendapatkan perlakuan yang kejam bahkan tidak memandang umur. Yang seharusnya mereka lakuin adalah bersenang-senang dengan temannya disekolah, tanpa harus merasakan kejamnya dunia ini.

"Karena itu lo harus percaya, didunia ini bukan cuma lo yang ngerasa di khianati, bukan cuma gue yang tidak diinginkan. Tapi mereka juga, atau diluar sana ada yang 'seperti kita'." ujar Alva lalu berjalan meninggalkan kamar Angel yang disusul Abigail.

*

"Thanks ya Va." ujar Abigail lalu melepaskan helm milik Alva.

"Anytime. Makasih juga udah buat Ivan kembali percaya." ujar Alva tulus.

Mereka terdiam, jalanan sepi dan rumah Abigail pun sepi. Alva turun dari motornya lalu berdiri didepan Abigail, perlahan namun pasti Alva sudah menempatkan wajahnya didepan Abigail. Berniat ingin mengecup bibir Abigail. Abigail merasakan aura Alva, seharusnya ia tidak tertahan dengan pesona Alva malam ini dan akan berakhir menjadi malam yang indah namun keduanya harus terkejut.

"KAK ABI!!" Teriakan itu berasal dari jendela atas, dua adiknya dan kedua orangtuanya tengah melihatnya bersama Alva di balik jendela.

Maupun Alva dan Abigail hanya diam dalam kikuk, bahkan Alva menggaruk tengkuk lehernya saking gugupnya karena tertangkap basah akan mencium Abigail.

Blank SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang