"Yes!" Cessa berteriak girang, ketika melihat tiket-tiket kuning keluar dari mulut mesin ding dong. Sudah hampir empat jam ia dan Chika menjelajahi mall, dan selama sejam berikutnya, ia gunakan untuk mencoba seluruh permainan yang ada di arena bermain ini.
Mulai dari mesin mengambil boneka, basket, sampai tembak-tembakan sudah hampir semuanya Cessa mainkan, Chika sendiri sejak tadi cuma geleng-geleng kepala liat sahabatnya.
Kayaknya, Cessa berniat menguras tabungannya, terlebih ketika mata Chika beralih pada tas-tas belanjaan disebelahnya.
Sumpah ya, apapun itu yang dibeli Cessa, hampir semuanya tidak penting, mulai dari baju, tas, sepatu, sampe kinder joy! Buat apa coba anak segede Cessa beli kinder joy?
"Chika gue mau ngepump."
"Cessa lo udah tiga ronde tadi. Nggak capek apa?" pertanyaan Chika tidak diindahkan oleh Cessa. Sekarang, cewek itu sudah berdiri diatas papan pump.
Papan disebelah cewek itu kosong, tapi Chika sama sekali tidak berniat mengisinya. Cessa sendiri sudah tidak perduli, ia belum merasa lelah, padahal sejak semalam dia tidak tidur.
Bayang-bayang wajah Bayu ketika lompat, menggantung dan berputar-putar dikepalanya, jadi ia butuh pelarian. Karena tidak mungkin baginya untuk mengajak Chika ke Dufan, atau main flying fox, jadi mesin-mesin ini yang harus rela menjadi targetnya.
Satu ronde sudah selesai, Cessa baru saja selesai memasukan kembali koinnya, ketika ada tangan yang memasukan koin juga ke dalam lubang koin disebelahnya.
"Kalau lo menang, gue kasih lo tiga permintaan yang bakal gue kabulin, tapi kalau lo kalah, lo yang harus nurutin tiga perintah yang gue mau." suara tajam namun ringan itu sontak membuat Cessa menoleh, dan ketika melihat siapa yang sudah berdiri disampingnya, matanya sudah membulat besar-besar.
"Lo nggak mau pilih lagu? Oke kalo gitu gue aja yang pilihin." Cessa masih tidak bisa mempercayai penglihatannya, ketika cowok tersebut sudah menginjak-injak papan tombol miliknya juga.
Cowok itu menoleh sebentar, lalu menaikan sebelah alisnya.
"Udah mau mulai, kalau lo masih mau ngeliatin gue kayak gitu sih terserah." Cessa buru-buru tersadar, ini kak Elang ngapain coba disini?!
Cessa tidak sempat berkata-kata lagi, karena layar sudah menunjukan angka untuk menghitung mundur. Bodo amat deh, mau ngapain kek cowok ini disini sama sekali bukan urusan dia.
***
Elang tersenyum puas saat melihat skor miliknya di layar, disampingnya Cessa sudah menatapnya dengan tatapan kesal.
Tadi, setelah membeli sepatu futsal di sebuah outlet, matanya tidak sengaja melihat punggung dua cewek ini, Chika dan Cessa.
Tanpa pikir panjang, Elangpun ikut masuk ke arena permainan itu.
Dalam pikirannya, sudah siap sebuah rencana untuk membuat cewek bernama Cessa itu menanggalkan jubah kesombongannya.
Sebenarnya niat itu sudah terbit sejak melihat penolakan Cessa dilapangan beberapa bulan lalu, tapi baru benar-benar mendorongnya, ketika insiden bunuh diri Bayu kemarin. Tidak ditemukannya Cessa disekolah, membuat Elang berniat menunda hukumannya, namun ternyata nasib baik sedang menimpa dirinya, dan nasib buruk sedang menghujani cewek itu.
"Ternyata lo kalo lagi lari kesini ya? Oke, gue inget-inget deh." Elang mengangguk-anggukan kepalanya, membuat Cessa menatapnya makin dingin.
"Kakak ngikutin saya kesini?" mendengar pertanyaan Cessa, tawa Elang lantas meledak.
"Lo tuh beneran punya princess syndorm ya?"
"Terus ngapain kakak kesini? Ikut main sama saya?"
"Ikutan main sama lo? Tuh kan bener lo punya syndorm tuan putri." Elang berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, senyum miring tercetak dibibirnya.
Cessa yang mulai kesal dengan cowok di hadapannya, memutuskan untuk meninggalkan Elang, tapi baru saja turun dari papan, tangannya kembali dicekal.
Elang sedikit menundukan kepala, agar wajahnya setara dengan wajah Cessa. Senyum Elang mengembang, di dekatkannya kepalanya ke kepala Cessa, tapi gadis itu masih menatapnya dengan nyalang, tidak mundur sesentipun.
"Cuma mau ngasih tau lo, mulai sekarang hati-hati." kalimat itu dibisikan Elang ditelinganya, begitu lirih dan tajam, hingga Cessa dapat memastikan bahwa hanya ia dan laki-laki ini yang bisa mendengarnya.
Elang dapat merasakan tubuh Cessa sedikit menegang, dilepaskan cekalan tangannya, lalu Elang kembali menegakan tubuh, menjauhkan kepalanya dari wajah Cessa yang masih menatapnya dengan tatapan tajam.
"Sampai ketemu besok disekolah ya sayang." Elang menepuk-nepuk kepala Cessa, lalu bergerak menjauhi cewek itu.
"Makasih ya Chika." Elang mengambil kantung plastik dan tas yang tadi ia titipkan di Chika. Chika yang sejak tadi masih shock melihat kehadiran Elang disini hanya bisa mengangguk-angguk.
Tadi, waktu Elang tiba-tiba menyapanya dan menitipkan tas, Chika masih tidak percaya kalau yang baru saja menyapanya adalah Elang, tapi melihat cowok itu melompat-lompat diatas papan pump membuatnya yakin, ia memang tidak salah lihat. Itu memang Elang.
Setelah Elang tidak terlihat, baru ia tersadar.
"Tunggu deh? Tadi Elang manggil Cessa apa? Sayang kan? Chika nggak salah denger kan." Chika langsung beralih ke Cessa yang masih menatap kearah hilangnya Elang tadi.
"Cess? Lo jadian sama kak Elang? Kok dia manggil lo sayang?" mendengar pertanyaan Chika, Cesssa menoleh.
"Lo gila ya Chik? Gue sama tuh cowok jadian? Kenapa nggak sekalian aja lo bilang gue jadian sama si Bayu? Lebih rela deh gue."
"Kalau gue sih, mending kak Elang." sahut Chika asal.
"Udah ah ayo Chik, kita cari mandi bola."
"Cessa anak segede lo mana boleh mandi bola," Chika cuma bisa menggeleng-geleng kan kepalanya.
"Dasar Cessa! Cantik-cantik aneh."
-----
Bekasi, 27 Januari 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You? Really?
Teen Fiction#06 TeenFiction (23 Januari 2017) Pemenang The Wattys 2016 kategori Cerita Luar Biasa. Kita adalah sama, mencintai dalam luka. Aku baik, namun dalam sudut yang tidak kasat mata, aku lebih dari terluka. Kamu baik, tapi dalam sisi yang tidak tersentuh...