Sejak kejadian mabuknya Cessa, Elang dan Cessa jauh lebih akur dari pada sebelum-sebelumnya, kini mereka berdua sudah jarang berteriak-teriak, malah nyaris tidak pernah.Hal itu tentu membuat Angel lebih geram lagi.
Elang menepati janjinya untuk memberi Angel peringatan, cowok itu memang memperlunak hukumannya terhadap Angel. Elang tidak membentak Angel, tidak menatap Angel dengan marah, tidak mengancam Angel. Tapi, Elang justru terasa lebih jauh.
Kini, sapaan Angel hanya dibalas Elang dengan senyuman singkat. Bagi Elang sendiri, itu adalah bentuk toleransi, karena Elang tau bagaimana kondisi keluarga Angel saat ini.
Sekembalinya Bimo dari rumah sakit, ekskul futsal mengadakan sertijab. Cessa dan Chikapun akhirnya lepas dari tanggung jawab, karena Bayu juga sudah kembali. Saat ini hampir seluruh warga SMA Taruna,sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan Ujian Akhir Semester.
Hampir seluruh, karena Elang sama sekali tidak terlihat sibuk, padahal ia sudah kelas tiga. Sejak beberapa hari yang lalu, ia malah sibuk mengajari Cessa, walaupun Cessa menolaknya berkali-kali, tetap saja Cessa belum cukup sakti untuk mengusir Elang.
"Kak Elang! Lo cabut kek, gue mau belajar tau!" Cessa berseru keras, ini sudah jam tujuh malam, tapi Elang belum juga angkat kaki dari rumahnya.
"Justru itu gue disini sayang, lo tau kan kalo gue pinter? Gue malu kalo punya cewek bego," mendengar kalimat Elang, tentu saja Cessa berhasrat membunuh cowok itu, sayang saja, ia belum siap masuk penjara, apalagi neraka.
"Pinter apanya? Emang gue nggak tau, ulangan harian biologi kemaren lo nyontek sama kak Edo kan?"
"Iyalah, Edo mah emang calon dokter, fisika juga si Edo yang nyontek ke gue kok," Elang berusaha membela diri, yang langsung disahut Cessa dengan dengusan.
Dasar cowok, bisa aja ngelesnya.
"Tetep aja lo nyontek, dasar tukang contek!" Cessa melemparkan pensilnya ke Elang, yang langsung ditangkap Elang dengan sigap.
"Sayang, seenggaknya aku nggak pernah dapet nilai nol loh," Elang mengedipkan sebelah matanya, menggoda Cessa.
Sialan!
Dua minggu yang lalu, Cessa memang ke gep Elang, mendapatkan nilai nol disalah salah satu PR Matematikanya. Tapi jangan salahkan Cessa, dia juga dapat nol karena lupa ngerjain, bukan karena dia bego-bego amat di pelajaran itu.
Tentu saja, Elang tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, di dalam angka nol yang dicoret besar-besar dibuku Cessa, Elang menambahkan dua titik, dan garis melengkung kebawah, hingga angka nol itu menyerupai wajah sedih. Dan rabu depannya, Cessa kena marah guru Matematikanya, karena dikira meledek guru dengan gambar muka di nilai tersebut.
Laknat memang si Elang.
"Serah lo deh, kalo lo masih mau disini, gue mau belajar." Cessa memutuskan untuk membiarkan Elang berada disana, sedangkan ia sendiri sudah mulai sibuk dengan buku dihadapannya.
Lima menit...
Tujuh menit...
Sepuluh menit...
Elang mulai merasa bosan, karena sejak Cessa mengatakan kalimat terakhirnya, mereka diselimuti oleh hening.
"Cessa..." Elang memanggil Cessa, yang tentu saja tidak disahuti oleh cewek itu.
"Cess?" Elang mulai mendekatinya, tapi Cessa tetap tampak menekuni buku matematikanya. "Salah tuh, harusnya pake cara yang itu," kata Elang menunjuk salah satu rumus, Cessa mengangkat kepalanya, lalu menatap Elang dengan tatapan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You? Really?
Teen Fiction#06 TeenFiction (23 Januari 2017) Pemenang The Wattys 2016 kategori Cerita Luar Biasa. Kita adalah sama, mencintai dalam luka. Aku baik, namun dalam sudut yang tidak kasat mata, aku lebih dari terluka. Kamu baik, tapi dalam sisi yang tidak tersentuh...