Tiga Puluh Enam

141K 14.1K 238
                                    

Jam sudah menunjukan pukul dua belas malam, artinya sudah empat jam berlalu sejak Cessa dilarikan ke rumah sakit. Orang tua Cessa, Kai, Elang, Edo dan Chika sejak tadi duduk di depan ruangan tertutup, sudah lama sejak lampu kamar operasi itu menyala, namun Cessa tidak kunjung keluar dari sana, beberapa kali perawat keluar hanya untuk meminta darah tambahan untuk Cessa.

Saat ini, Bimo sedang berada di ruangan berbeda dengan mereka, melakukan transfusi darah untuk Cessa. Hampir semua orang yang berada di sana telah menyumbangkan darahnya, kecuali Chika dan Elang. Chika tidak dapat menjadi pendonor, karena penyakitnya, sedangkan Elang harus berkali-kali mengumpat frustrasi karena golongan darahnya yang berbeda dengan Cessa, tidak akan mampu diterima tubuh gadis itu.

Ia begitu ingin melindungi gadis itu, tapi jangankan melindungi sekedar menyelamatkan melalui darah saja ia tidak mampu. Elang sama sekali tidak berdaya.

Kai menatap Elang kasihan, dengan sekuat tenaga ia mencoba berdiri, hanya bertopang pada tongkat yang sejak tadi diapitnya. Kaki kanannya retak akibat kecelakaan tadi, tapi selain kakinya, ia baik-baik saja.

Kabar buruk baginya, mengingat justru adiknyalah yang menanggung sakit. Setelah berhasil melangkah, Kai duduk di samping Elang, lalu menepuk-nepuk punggung cowok itu, membuat Elang mendongakan kepalanya.

"Ganti baju dulu, bro." Mendengar kalimat Kai, Elang menggeleng perlahan. Bajunya yang tadi kuyup karena hujan, kini mulai mengering, menyisakan bercak kemerahan karena memeluk Cessa tadi.

"Gue... bahkan nggak bisa ngelindungin dia." Suara Elang terdengar serak dan sumbang disesaki oleh kepahitan yang mendera. Di mana keberadaan ujung dari kesakitan? Rasanya ia ingin cepat sampai di sana, merebahkan diri setelah ribuan kilo melangkah di atas jalan berduri.

Tidak lama kemudian, Bimo kembali lalu ikut menjatuhkan dirinya di atas kursi, di samping Edo. Sejak tadi, Edo memejamkan matanya, kekalutan yang luar biasa ikut menghantuinya. Bukan hanya karena Cessa yang kini tidak berdaya, berjuang melawan maut. Bukan juga hanya karena Elang, sahabatnya sendiri yang harus ia saksikan kembali melebur setelah hancur berkali-kali. Tapi juga karena Dita, gadis periang berhati malaikat, yang kini telah berubah menjadi monster. Cinta pertama yang terlalu lama pergi dan kembali dengan jiwa yang terlampau haus akan belas kasih.

Waktu terus berjalan, kini yang terdengar di lorong itu, hanya suara jam yang berdetak diselimuti keheningan yang pekat. Masing-masing orang yang berada di sana, saling menautkan hati satu sama lain, merapalkan segala 'semoga' dan harapan dalam bentuk doa. Entah sudah berapa kali mereka bergantian meninggalkan lorong tersebut, sekedar untuk pergi melaksanakan tahajud atau solat hajat.

Sampai pada akhirnya, doa mereka didengar, seorang dokter dengan pakaian operasi keluar dari ruangan tersebut, membuat semua yang berada di sana berhambur kearahnya.

"Operasinya berjalan lancar, tapi kami belum dapat memastikan keadaan pasien, untuk semetara waktu, pasien akan dibawa ke ruang ICU." Setelah mengatakan hal tersebut, dokter berpamitan, tidak lama kemudian beberapa perawat mendorong ranjang Cessa, menuju ruang ICU.

Elang menyeret kakinya, mengikuti yang lain untuk mengantarkan Cessa ke ruangan yang berada di lantai tiga rumah sakit, walau tetap saja, setelah ranjang itu masuk, pintu ditutup dan tidak seorang pun diizinkan berkunjung.

"Kalian pulang saja ke rumah masing-masing, kamu juga Kai, ajak mama istirahat, malam ini biar papa yang nungguin Cessa," ujar Indra memberikan instruksi, semuanya mengangguk kecuali Elang.

"Saya bisa di sini juga om? Kebetulan papa saya juga dirawat di lantai enam." Indra meneliti keadaan Elang sesaat, sebelum akhirnya mengangguk.

"Tapi ganti baju dulu, jangan sampai kamu ikut sakit." Setelah mendapatkan izin, Elang bersama yang lainnya berpamitan, yang lain pulang ke rumah sedangkan Elang menuju kamar perawatan papanya.

Elang membuka pintu perlahan, takut suara yang ia timbulkan akan membangunkan Karina. Tapi ternyata dugaan Elang salah, Karina masih terjaga, duduk di atas sofa yang menghadap ke jendela. Dari tempatnya, Elang dapat melihat punggung mommynya yang bergetar karena isakan, sesekali tangis lirih terdengar diantara suara alat medis yang menempel pada tubuh papanya.

Elang menghampiri Karina, lalu mengelus-elus pundak wanita itu lembut.

"Mommy kenapa?" tanya Elang dengan suara berusaha menahan getar. Ia sendiri sudah terlalu kelelahan, hingga tidak siap jika harus mendegar kabar buruk lagi.

"Pa...pa... butuh donor jantung segera sweetheart." Elang memejamkan mata kala mendengar kalimat Karina. Setelah menghembuskan napas berat, Elang menarik mommynya ke dalam dekapannya, berharap dengan begitu akan sedikit menenangkan Karina.

Karina terus menangis di pelukan Elang sampai beberapa waktu kemudian, setelah lelah menangis ia jatuh tertidur. Dengan sabar, Elang merapihkan posisi tidur mommynya, lalu beranjak menuju ranjang papanya. Melihat kondisi Karina yang sedang buruk, Elang memutuskan untuk menemani Karina di kamar ini, jadi ia mengirimkan pesan singkat kepada Indra, berupa permintaan maaf karena tidak dapat menemani menunggui Cessa di ruang ICU.

Elang duduk di kursi yang berada di samping nakas. Di hadapannya, terbaring pria yang selama ini ia benci, yang selama ini ia salahkan, yang selama ini ia abaikan keberadaannya. Baik-baik Elang memperhatikan papanya, dada pria itu naik turun teratur, begitu pula suara yang dihasilkan oleh monitor diagram di sampingnya, teratur dan monoton.

Mata Elang kembali diselimuti kabut kala mengingat perlakuannya terhadap sang ayah. Terlalu banyak dosa yang ia lakukan kepada ayahnya, tidak hanya ketidak patuhan, tapi juga segala bentuk kemarahan dan kebencian yang ia utarakan.

Perlahan, disentuhnya tangan dingin papanya, lalu ditangkupkan tangan keriput itu di antara kedua tangannya. Dengan gerakan lembut, Elang mengecup punggung tangan papanya, dan saat itulah, beribu ucapan maaf dalam bahasa keheningan, ia utarakan.

-----
A/n: Holla, maaf kalo lama dan banyak kekurangan di part ini ya, aku ga sempet edit, i'm so busy :( Btw how? Jangan protes ini kependekan plis, walau ini emang pendek bgt wkwkwk karena part selanjutnya aku janji lebih panjang dan... ah pokoknya kalian harus baca part selanjutnya ya! Jangan sampe enggak! *maksa wkwk
Btw karena ini nifsu Syaban maafin kesalahan aku yaaa, makasih byk buat kalian yg terus baca dan minta di next, seriously komen kalian bikin aku senyum2 terus, bikin pengen langsung publish semuanya wkwk

Pokoknya semoga sukaaa, dan sampai ketemu di hari rabu.

Lots of Love,

Nayaaa❤

Are You? Really?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang