Elang menatap pintu di hadapannya, sebelum menyeret kakinya memasuki ruangan tersebut. Tidak seperti biasanya, hari ini ia tidak membawa bunga, karena sejujurnya kedatangannya kali ini memang tidak direncanakan, hanya saja ia merasa membutuhkan ibunya, ia merasa... kelelahan.
Saat Elang masuk, seorang suster sedang menyisir rambut panjang ibunya, Elang menawarkan diri untuk menggantikan tugas tersebut, suster tersebut mengangguk mengizinkan.
Dengan lembut Elang menyisir rambut ibunya, menguraikan satu persatu rambut yang terpaut, berusaha sepelan mungkin agar tidak menyakiti sang ibu. Berbagai 'kalau saja' penuh lara terbit dalam benaknya.
Kalau saja dulu papanya tidak mengambilnya dari wanita ini, mungkin Elanglah yang dulu disisiri oleh ibunya setiap mau berangkat sekolah. Kalau saja papanya tidak mengambilnya dari wanita ini, mungkin Elang dapat merasakan belaian mamanya di atas kepalanya. Kalau saja papanya tidak merebutnya dari wanita ini, mungkin saja mamanya tidak akan berada di rumah sakit ini, hidup dengan raga dan jiwa yang seperti terpisah.
Setelah selesai menyisir, Elang meletakan sisir tadi di atas nakas, lalu ikut duduk di atas ranjang, tepat disamping mamanya.
Nanar, ditatapnya wanita yang duduk di ranjang sambil menatap dinding dengan tatapan kosong. Ada kehampaan dalam mata itu, tubuh wanita ini seperti tidak berjiwa. Elang mengusap punggung tangan mamanya lembut.
Hampir tiga tahun lamanya setelah ia berhasil memaksa papanya untuk mempertemukan mereka. Dan selama tiga tahun itu pula yang ia saksikan seorang wanita ringkih yang hanya menatap dinding dengan tatapan kosong setiap harinya. Segala hal yang wanita itu butuhkan dilakukan dengan bantuan suster, makan, minum, buang air, tidur. Mengunyah ketika disuapkan, menutup mata ketika dibaringkan, menelan ketika diperlukan.
Tidak berbicara, bahkan tidak memberikan reaksi kala seseorang menyentuhnya, memeluknya, mengecupnya. Tapi justru itulah yang Elang lakukan tiga tahun ini, berusaha menghidupkan kembali ibunya, berusaha mengembalikan jiwa ibunya yang entah berada dimana.
Tetap mengajaknya mengobrol walau tidak dijawab, menceritakan tentang teman-temannya walau tidak digubris, memeluknya, mengecupnya, menyuapinya, menyentuhnya, mengusapnya, walaupun segala bentuk perwujudan rasa sayang yang Elang lakukan, tidak berbalas.
Sekarang Elang mengerti bagaimana rasanya mencintai seseorang sepenuh hati; tetap melakukan segalanya walau tidak terbalas. Rasa bersalah yang pekat seringkali menghampirinya, kadang kala Elang memaki dirinya sendiri, menyesali penolakan yang dulu ia lakukan terhadap ibunya.
"Mama, Elang udah gede, sebentar lagi ujian, doain ya biar Elang lancar ngerjainnya." Elang tersenyum samar, lalu mengecup punggung tangan ibunya. Lama, dihirupnya tangan yang berada dalam genggamannya itu.
Sejujurnya, Elang ingin merengek, menangis hingga puas, menceritakan segala kepahitannya dan sakit yang mengikatnya. Ia ingin membebaskan diri dari sesak yang menyiksanya. Ia ingin merasakan hal yang setiap anak pernah rasakan; bersadar dalam dekapan ibunya. Namun, kini mamanya terlalu rapuh untuk menopangnya.
Tanpa sadar, air matanya menetes, setetes, dua tetes, sebelum akhirnya menderas membasahi seluruh tangan mamanya. Elang tetap mengakupkan wajahnya di atas punggung tangan mamanya, menyembunyikan wajahnya dari pandangan wanita itu. Bahunya berguncang keras, dan pada akhirnya nuraninyalah yang menang, isakannya mulai terdengar, Elang bahkan sudah tidak ingin berpura-pura, ia membutuhkan ibunya, benar-benar membutuhkan wanita itu.
Sampai semenit kemudian, sebuah suara selirih angin menghentikan Elang dari tangisannya, suara itu serak seperti tercekat, tidak berdaya.
"Maaf..." suara itu kembali terdengar, membuat Elang mengangkat kepalanya. Ditemukannya tubuh ibunya yang kini ikut bergetar, mata wanita itu tidak lagi kosong, namun sarat akan luka dan berkabut karena air. Sadar ibunya memberikan reaksi, Elang memeluk tubuh mamanya erat-erat, lalu menangis sampai kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You? Really?
Teen Fiction#06 TeenFiction (23 Januari 2017) Pemenang The Wattys 2016 kategori Cerita Luar Biasa. Kita adalah sama, mencintai dalam luka. Aku baik, namun dalam sudut yang tidak kasat mata, aku lebih dari terluka. Kamu baik, tapi dalam sisi yang tidak tersentuh...