Dua

259K 19.8K 952
                                    

Dugaan Cessa tentang labrakan yang akan ia terima esok hari ternyata salah total.

Bukan besok, tapi siang ini juga, di lobby sekolah, pada jam pulang, dengan keadaan seramai-ramainya.

"Ckckck lama-lama sekolah kita jadi sekolah akting kali ya, banyak banget artisnya." Elang bergumam kecil, ketika melihat kerumunan kembali tercipta.

Dia nggak suka ikut campur urusan cewek, singkatnya, dia nggak suka cewek yang suka cari sensasi.

Tentunya, syarat itu dimiliki oleh dua cewek yang sekarang sedang berhadapan, beberapa meter dihadapannya.

Jauh diatas jam terbang Cessa untuk menarik perhatian Elang lewat drama penolakan yang ia tawarkan, Angel menduduki peringkat pertama.

Cewek pemegang kekuasaan tertinggi ekskul pemandu sorak itu, sudah membuat banyak gebrakan. Gebrakan perubahan kearah yang negative tentunya. Siswi pertama, yang berani memakai rok span mini kesekolah.

Hal itu tentu dilakukan Angel ketika hari pertama mereka masuk kelas tiga, soalnya kalau tuh cewek nekat make waktu masih kelas satu, bisa-bisa dia yang kena gencet sama senior yang lebih galak lagi.

Elang masih tidak mengerti, hierarki senioritas, yang dibentuk berdasarkan presepsi cewek-cewek dengan rok span super ngetat itu.

Memangnya, kapan mereka melakukan sertijab, antara angkatan satu dengan angkatan lainnya, untuk menentukan siapa yang paling berhak main labrak-labrakan?

Khusus Angel, cewek itu bahkan sudah menobatkan dirinya sendiri sejak ia duduk dikelas dua. Tidak gentar ketika di labrak senior, hebatnya lagi, berani melabrak teman seangkatan.

Ditempatnya, Cessa menutup mata, lalu menghela napas panjang, "Sana lo Chik, jauh-jauh dari gue." Cessa mendorong bahu Chika, sehingga mau tak mau, cewek itu terlempar kearah kerumunan.

Biasanya, Angel menariknya ke kamar mandi atau ke tempat sepi, yang jelas bukan di depan ratusan pasang mata begini.

Cessa mengikat rambutnya, mempersiapkan diri untuk apapun yang terjadi, ia memicingkan mata menatap kacung-kacung Angel yang berdiri dibelakang cewek itu.

"Ngapain lo? Ngambil ancang-ancang?" bentak Angel.  Cessa menatapnya datar, bersikap secool mungkin.

"Mau pulang, ini udah jam pulang. Menurut kakak saya mau ngapain memang?"

"Well, well. Enak banget lo ya, pulang abis belagak jadi tuan putri, gimana rasanya nolak kapten basket? Seru nggak cari sensasi terus?"

Cessa melipat tangan depan dada, menunjukan bahwa ia sama sekali tidak takut. "Biasa aja, kapten basket atau kapten bekel, memang apa bedanya?"

"Sombong banget lo ya! Berasa cantik lo nolak senior mulu?"

"Jadi menurut kakak, saya harus terima gitu? Nggak kasihan sama yang nanti patah hati?" gerakan mata Cessa mengarah ke Niken, yang sejak tadi, sudah gemas ingin menerkamnya.

"Maksud lo apa?! Hah?! Ngerasa lo paling cantik gitu disini?!" kali ini Niken yang berteriak maju, Angel sendiri merasa darahnya mendidih, melihat junior dihadapannya tidak gentar sama sekali.

Are You? Really?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang