D I F F E R E N T : #14

4.1K 272 15
                                    

Sebelumnya aku mau promosi buat 2 fanfic gaje-ku dgn bentuk Oneshoot.
Yang pertama judulnya " Blackberry Messenger Love " dan yang ke-2 judulnya " WHY? "

Dua-duanya pairing NaruHina ya, bisa di cek di profil aku..

Jangan lupa budayakan vote sebelum membaca dan akhiri dengan comment :)

Thanks juga udah mau baca dan ngikutin terus kelanjutan ff-ff ku yang jelas jauh banget dari kata sempurna.

Yawis, kita lanjut aja nyoook...

.

[ Naruto View ]

"Hinata, menikahlah denganku"

Oh astaga kenapa aku mengucapkan kata-kata laknat itu disituasi yang jelas-jelas tanpa ada lilin, bunga, hiasan ruang, acara dinner romantis, dan satu hal yang paling penting.. cincin!!

Shit! Aku mengutuk lidahku yang telah melamar Hinata tanpa persiapan apapun.

Apalagi kami baru pacaran kemarin kan?

Matilah aku!!

Aku menatap penuh harap pada Hinata walaupun hatiku cukup ragu. Terlihat jelas wajah Hinata yang putih mulus itu memucat dengan eksprisi shok-nya. Ku rasakan kehangatan ditangannya sedikit berkurang, matanya terbelalak hebat dengan bibirnya sedikit menganga.

Aku yakin dia akan menolak permintaanku. Tapi jujur saja aku ingin segera menikah dengannya, aku tak ingin kehilangannya lagi seperti dulu.

Terutama umurku sudah cukup tua (?) #eh

Segera aku memutuskan kontak mata kami dan melepaskan genggamanku. Aku sedikit salah tingkah karena hal tadi dan kurasa pipiku mulai memanas menahan malu. Akhirnya aku menggaruk tengkukku untuk menghilangkan kegugupanku.

Aku menyengir kuda padanya, "Hehe, g-gomen ne. S-soal t-tadi lupakan saja ya, ttebayo!"

Sial! Aku benar-benar sial karena sifat pengecutku tiba-tiba saja datang. Kenapa aku malah munafik yang jelas-jelas aku ingin menikahinya sesegara mungkin? Lagipula dia sudah terlalu lama tinggal di apartementku, dan memang itu bukanlah hal yang baik bagi kami yang berstatus masih berpacaran.

Bisa-bisa.. akan terjadi hal yang diinginkan!

Aishh... tak diinginkan maksudnya.

"N-naruto-kun, a-aku...."

Hinata bergumam, tapi masih bisa ku dengar. Aku melirik ke arah gadisku yang masih duduk disampingku. Wajahnya merona tipis dengan tangannya tak bisa diam mencengkram jaketnya, sepertinya dia gugup.

Ah, tumben aku peka?

"B-bisakah kau jujur dengan apa yang kau pikirkan saat ini?" ujarnya lagi, kali ini dia menunduk malu.

Tapi, apa maksud perkataannya? Aku tak memikirkan apapun. Hanya saja aku memikirkan dia yang menjadi malu dari ekspresi shok-nya.

"Um.. aku hanya memikirkanmu yang aneh, Hime. Kau tak seperti dirimu yang galak hari ini," jawabku sekenanya. Ya, memang benar kok aku berpikir begitu. Hari ini dia mirip Hinata-ku yang pemalu dan pendiam.

Ku perhatikan dia malah berubah kesal dan menepuk jidatnya dengan keras, sesaat dia memberiku tatapan mengerikan dengan aura hitam kelam mulai mengelilingi disekitarnya.

Glek!

Rasanya aku sulit meneguk ludahku. Kami-sama tolong aku!!

"Mak~sud~ku bu~kan i~tu!" suara Hinata menggeram dengan menekan setiap bait kata yang dia lontarkan dari bibir ranumnya.

"A-a-a....Hi-i-i-i..." rasanya tenggorokanku tercekat, susah untuk berucap lagi.

Tatapan deathglare-nya semakin membuatku bergidig ngeri, nafasnya menderu seperti banteng mengamuk. Oh Tuhan... apakah calon istriku semengerikan ini?

***

[ Author View ]

"Dasar Pak Tua baka! Kenapa dia malah berlagak bego? Coba saja kalau dia berkata sekali lagi tadi siang, aku akan dengan senang hati menerimanya!"

Hinata terus mengumpat kesal karena permasalahan tadi siang saat di kantor Naruto. Ada rasa kecewa yang membatin mengingat-ngingat kebodohan yang dilakukan oleh pemuda berkulit tan itu.

Tapi, kenapa Hinata mau saja menerima pinangan Naruto? Bukannya mereka baru saja  berpacaran?

"Tch! Author No Baka! Jangan banyak nanya-nanya yang gak penting!!"

Walah.. Hinata malah ngambek. Oke oke aku gak bakalan ngomong lagi dah. Lagian kamu lagi masak tuh awas gosong!

*back to story*

Hinata memotong-motong beberapa sayuran, rencananya dia akan membuat sup miso untuk Naruto.

Meskipun dia sedang kesal, tapi dia tak mau jika kekasihnya bakalan mati kelaparan.

Baiklah, kejadian tadi siang kita lupakan sejenak. Biarlah Naruto berfikir matang dan mempersiapkan segalanya untuk acara lamarannya pada Hinata.

Semoga saja pria bermuka rubah itu bisa menjadi sosok yang romantis.

Naruto baru saja selesai membersihkan badannya yang lelah. Aroma tubuhnya kembali fresh dengan wewangian yang begitu menggoda indra penciuman. Nafasnya kembali segar dengan harum mint yang menenangkan.

Dengan mengenakan kaos oblong orange berpadu dengan celana boxer yang biasa dia gunakan ketika berada dikediamannya, dia pun keluar dari kamar.

Naruto masuk ke dalam dapur tempat Hinata tengah membuatkan makan malam untuk mereka. Iris shappier-nya bergerak memperhatikan Hinata yang berlenggak-lenggok kesana kemari. Tak ada percakapan antara mereka, Hinata hanya melihatnya sekilas.

Dengan perasaan ragu, Naruto pun duduk di meja makan.

"Makanlah," titah Hinata. Gadis itu nampak sibuk menuangkan sup ke dalam mangkuk dan mengambil nasi. Semua itu dilakukan untuk Naruto.

"Terimakasih, Hime"

Hinata mengangguk, lalu ikut duduk untuk menamani Naruto makan. Makan malam pun berlangsung dengan keheningan.

To be continue..

[ 2 ] DIFFERENT [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang