D I F F E R E N T : #13

4.2K 271 5
                                    

Sebelumnya aku mau ngucapin makasih banget buat para readers yang udah nyempetin waktunya dan ngasih vomment di tiap chap ni ff yang gaje..

Dan aku berharap banget ni buat kalian bisa terus setia nungguin chapter ini sampe ending...hehe

Yawiss nyok kita langsung cuss baca lagi... (^-^)

.

Gadis muda bersurai panjang berwarna indigo itu sudah berada diruangan Direktur alias kekasihnya Naruto. Tak biasanya gadis pemarah dan menyebalkan itu kali ini bisa bersikap manis. Bahkan penampilannya pun berkesan feminim.

Yang benar saja, rambutnya yang biasa diikat asal sekarang dibiarkan digerai juga poninya yang selalu menyamping kali ini dibuat menutupi keningnya. Style-nya juga yang biasa terbuka kali ini tertutup, mungkin karena cuaca juga kali ya. Benar-benar mirip Hyuuga Hinata bukan?

Naruto benar-benar merasa bahwa Hinata-nya yang sudah meninggal dunia sudah kembali hidup dalam diri Hinata versi dua. Dia sama sekali tak berkedip memandang Hinata yang sedang menyiapkan makan siang di atas meja.

Meeting yang membuat otaknya merasa penat seketika menghilang melihat makhluk ciptaan Tuhan yang begitu ayu dan manis.

"Pak tua, ayo makan" suaranya begitu lembut memanjakan telinga pria bersurai blonde itu.

Naruto tersenyum, "Baiklah Hime,"

Naruto pun menghampiri gadisnya dan duduk disebelahnya. Hinata dengan telaten mengambilkan makanannya untuk Naruto.

"Maafkan aku, aku hanya bisa memasak ini" Hinata memberikan sepiring makanan pada Naruto.

Naruto tersenyum maklum, "Apapun aku suka, asal kau yang memasaknya, dattebayo"

Pria itu mengangkat tangannya lalu membelai surai indigo milik Hinata, mencoba membenarkan letak poni gadis itu hingga menyamping seperti biasanya, "Jadilah dirimu sendiri. Aku menyukaimu apa adanya, Hime"

Hinata tertegun dengan perlakuan pria yang notabane-nya sudah resmi menjadi kekasinya. Wajah mulusnya yang putih bersih itu samar-samar merona indah, membuat kesan manis yang membuat siapapun melihatnya begitu gemas. Naruto terkekeh lalu mulai menyantap makan siangnya.

Hinata sangat senang, pria dihadapannya begitu lahap menikmati masakan buatannya. Sesekali pria itu berkata 'enak' dengan matanya yang berbinar-binar seperti anak kecil.

Untuk pertama kalinya, Hinata bisa diam dengan senyuman tulus yang terpatri di wajah cantiknya. Maniknya tak berhenti melihat ke arah Naruto. Entah kenapa, ini pertama kalinya dia merasakan bagaimana jatuh cinta, dan bagaimana rasanya dicintai.

Seumur hidupnya, Hinata tak pernah sekalipun mendapat cinta apalagi dari sosok orang tua. Ayah dan Ibunya sudah lama meninggal sejak usianya 2 tahun, dan disanalah penderitaannya dimulai ketika dia dititipkan pada paman tirinya bernama Kabuto.

Baginya, Kabuto adalah orang yang paling kejam. Dia lebih haus dengan kekayaan yang diwariskan orang tua Hinata dari pada mengurus bocah kecil malang itu. Hinata tak pernah tau bagaimana rasanya bersekolah atau pun bagaimana indahnya masa kecilnya.

Hingga kepribadiannya yang kasar terbentuk, tak kenal dengan kata kesopanan sampai dia tumbuh menjadi seorang gadis dewasa.

Pada saat keterpurukan itu Hinata mencoba-coba masuk ke dalam klub malam, menikmati dunia malam dan mabuk sepuasnya. Disanalah pertama kali Hinata bertemu dengan kawan-kawannya, Deidara dan Hidan.

Mereka kawan yang konyol, yang menemani Hinata dan menghiburnya. Mereka selalu memperhatikan Hinata walaupun mereka punya prilaku yang bejat.

Dan.. ngomong-ngomong soal kawannya, pikiran Hinata mengingat Deidara dan kejadian tadi.

"Hinata sebenarnya aku sudah lama memendam ini, tapi aku ingin jujur kalau sebenarnya aku.... a-aku menyukaimu,"

Ucapannya mengiang-ngiang, seakan musik yang tak berhenti berputar. Rasanya saat itu dia bermimpi dengan tutur kata Deidara yang membuat jantungnya berdetak cepat.

Tapi apa daya, Deidara mengatakan pada gadis yang bukan lagi berstatus single. Hinata sudah menjadi kekasih Naruto, pimpinannya.

Tapi beruntunglah, Deidara tak pernah memaksakan kehendaknya untuk bisa memiliki Hinata sepenuhnya. Ketulusan Deidara benar-benar membuat Hinata takjub sekaligus tak menyangka. Dia pikir Deidara adalah lelaki tak bermoral yang tak pernah tulus mencintai seorang gadis, tapi itu ternyata salah.

Deidara dan Hidan adalah kawannya dan akan terus begitu. Dia bersyukur mempunyai kawan baik seperti mereka.

"...nata..."

Suara baritone itu begitu memekikan telinga Hinata dan berhasil menarik gadis itu kembali pada kesadarannya.

"Hei Hime, kau melamun ya?"

Gadis bermata lavender itu terperanjat karena pria kuning a.k.a Naruto sudah berada satu centi di depan wajahnya. Sejak kapan?

Dengan refleks kedua tangan mungilnya mendorong wajah Naruto dengan kasar sampai membekas merah yang hampir diseluruh bagian wajahnya. Malangnya Naruto.

"Isssshh, kau selalu saja begitu, ttebayo!" Naruto mengelus wajahnya dengan pelan membuat Hinata merasa bersalah.

"E-eh maafkan aku, Naruto-kun. Itu refleks," balas Hinata dengan wajah khawatir lalu ikut mengelus pipi Naruto. Pria itu sesaat menatap manik amethyst Hinata yang begitu khawatir padanya. Entah mengapa rasanya begitu nyaman dan damai jika Hinata bersikap begitu perhatian padanya.

Tangan kekar Naruto menangkap kedua tangan mungil yang masih mengelus lembut wajah tampannya. Dia menggenggam erat tangan Hinata dan menciumnya sekilas.

"Hinata, menikahlah denganku"

To be continue..

[ 2 ] DIFFERENT [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang