The Man on the Pub

659 26 4
                                    

Paginya kepala Lana berdenyut-denyut nyeri. Matanya begitu berat untuk membuka. Badannya pegal dan tubuhnya nyeri.

Dengan malas-malasan dia beranjak dari tempat tidurnya menuju dapur untuk mengambil minum. Dia tampak terkejut saat mendapati sarapan tersedia di meja makannya.

Apa semalam itu benar-benar terjadi? Al-sahabatnya dan Pierre-menciumnya? Jantung Lana berdebar-debar. Apa yang dia lakukan? Bodoh, Al sudah menikah, Lana bodoh! Setidaknya begitu yang diucapkan Pierre. Rutuk Kana dalam hati. Kepala Lana semakin pusing memikirkan itu. Apa yang sebenarnya dipikirkan Al hingga melakukan hal seperti itu?

Lana memundurkan kursi dan mendudukinya. Di meja tersedia bubur yang masih mengepul panas dan teh herbal yang sama panasnya. Di samping itu ada sepotong kertas post-it yang ditempel di mug tehnya.

"This, to solve your hangover. Alexander."

Kening Lana berkerut bingung. Alexander? Ini sudah enam tahun berlalu sejak Al tidak mau lagi dipanggil dengan nama panjangnya dan kini dia menuliskan nama lengkapnya dalam memonya untuk Lana?

Semakin Lana berpikir kepalanya semakin pusing dan perutnya mual. Dia segera menggapai mug itu dan meminum tehnya. Hangat. Teh itu perlahan membasahi kerongkongannya dan mengalir turun menuju lambung. Lumayan. Setidaknya Lana berhasil tidak mengeluarkan isi perutnya hingga pagi ini.

Dia melirik jam yang menempel di dindingnya di atas kulkas.

08.30.

Hhh, dia terlambat. Dan dia akan membuat perhitungan dengan Freya nanti. Lihat saja Baginda Ratu Freya James Wicaksono!

Lana menyuapkan beberapa sendok ke dalam mulutnya dan segera mandi setelah perutnya mulai bergolak lagi.

Setengah jam dan Lana kini telah siap dengan jeans belel dan kemeja kebesarannya. Tidak lupa juga dengan sneaker putihnya. Yah, Lana memang dibebaskan dari tetek bengek baju kantoran yang biasanya terdiri dari baju berenda dan rok span itu. Apalagi bila mengingat perlakuan Pak Danu padanya, itu sangat memungkinkan.

Ah, mobilku? Pikir Lana. Semalam ia mengendarai mobilnya saat ke pub. Dan dia pulang diantarkan Al. Jadi sekarang bagaimana cara dia sampai di kantor tanpa semakin terlambat?

Di pintu keluar terdapat sebuah memo seperti tadi menempel.

"I brought your car. Use my Niko, Alexander"

Niko? Al meminjamkan Range Rover kesayangannya untuk Lana? Kenapa? Bukankah Al termasuk pelit jika itu sudah mencakup barang kesayangannya? Bukankah dia tidak akan meminjamkan barang berharganya bagi sahabat terdekatnya sekalipun?

Dua memo yang ditinggalkan Al pagi ini sukses membuat kepala Lana kembali berdenyut-denyut. Kenapa Al jadi berubah seperti ini? Apa yang terjadi?

Memikirkan itu membuat Lana ingin muntah. Dengan buru-buru dia membuka pintu dan keluar dari apartemennya kemudian berjalan menuju parkiran dengan langkah tergesa-gesa.

"Pagi Mbak Lana," sapa Pak Min, satpam di tempatnya.

Lana mengangguk sambil tersenyum singkat dan terus berlalu.

Pak Min hanya tersenyum miris. Sudah beberapa hari ini Lana bersikap seperti itu. Berusaha tersenyum padahal hatinya tidak. Apalagi tadi malam dia melihat Lana pulang dalam kondisi mabuk. Pak Min memang tidak tahu bagian mana yang salah pada Lana hingga membuat Lana berubah, tapi dia tahu hal itu begitu besar dan beratnya karena mampu menyingkirkan suara tawa dan sapaan Lana di pagi hari yang cerah.

Lana sampai di pelataran parkir dan mendapati Niko sedang bertengger manis di sana.

Thanks Al, mobil gue nggak lo balikin juga oke deh. Kita tukeran, batin Lana senang.

Grey SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang