He Goes

633 43 15
                                    

Guys, menembus angka 1k untuk pembaca! Woo-hoo! Terimakasih!

Eh itu Lana di samping.

Sudah deh, saya mau happy dance dulu.

Bu-bye!

----------------------------------------------------------------------------

Lana harus segera menemukan kendaraan. Mengingat dia tidak mungkin menelepon salah satu sahabatnya, dia harus segera mencari ojek. Atau angkot. Atau bus. Atau taksi. Apapun. Karena rasanya kini kedua kaki mungilnya tak lagi sanggup menahan berat tubuhnya.

Lana terus saja berjalan tak tentu arah. Dengan gontai melangkah meninggalkan café itu. Menabrak siapa saja yang berjalan melewatinya.

Berbagai macam umpatan dilemparkan pada Lana. Tapi Lana tidak mengatakan apapun. Tidak juga meminta maaf. Pikirannya kosong. Matanya pedih. Dadanya sesak.

Dia berjalan sambil menatap lurus ke depan. Walaupun begitu tetap tidak menyadari orang-orang yang sedang berdiri atau berjalan tepat di hadapannya. Sampai akhirnya dia menabrak seseorang hingga jatuh terduduk.

Lana diam saja, tidak mengaduh ataupun bangkit berdiri. Hal yang sama dengan yang dilakukan oleh orang yang ditabraknya. Dia terus saja duduk diam di trotoar, tidak mengindahkan tatapan-tatapan di sekitarnya.

"Lana," sebuah suara mencoba menariknya kembali ke alam sadar. Tapi Lana tidak bergeming. "Lana," panggilnya sekali lagi.

Lama dia menunggu respon yang sama sekali tidak diberikan Lana, hingga kesabarannya habis sudah. Dengan sebelah kaki berlutut di samping Lana, dia mengangkat tubuh gadis itu, dan menggendongnya ala pengantin.

Tidak dia hiraukan pekikan dan pukulan-pukulan yang Lana berikan bertubi-tubi. Dengan langkah lebar penuh percaya diri dia terus saja berjalan menuju sebuah range rover evoque yang terparkir tak jauh dari tempat mereka kini.

***

Lana sebisa mungkin mengalihkan pandangan dari pria yang kini duduk tepat di hadapannya. Bingung harus bagaimana dan mengatakan apa di bawah tatapan yang begitu mengintimidasi itu.

Sedari tadi seluruh pengunjung café itu menatap mereka berdua dengan bersemangat dan penuh rasa ingin tahu. Ya. Lana kembali ke café yang baru beberapa menit lalu ia tinggalkan. Sesaat setelah pria di hadapannya itu membawanya masuk, matanya memandang ke sekeliling, mencari-cari sosok yang ditinggalkannya tadi.

Dan kelegaan menyirami rongga-rongga tubuhnya ketika dia tidak menemukan gadis itu dimanapun. Tapi kali ini dia harus menghadapi bahaya yang lain. Bahaya yang berwujud sahabat masa kecil sekaligus mantan tetangganya itu. Alexander.

Sesekali Lana melirik Al yang hanya diam sambil mengawasinya seperti seekor elang.

Hah, sial. Seharusnya tadi secepat mungkin Lana mencegat taksi. Jadi dia tidak perlu bertemu Al dan menceritakan semuanya. Oh, yah, Al memang belum memintanya bercerita. Bicarapun dia belum. Tapi Lana tahu, dan yakin, bahwa itu akan terjadi tidak lama lagi.

"Lana," nah!

Dengan takut-takut Lana mendongakkan kepalanya yang tadi menunduk, menatap Al yang masih saja menatapnya tanpa berkedip.

Glek. Lana menelan ludah. Kenapa sih, Lana harus kenal seseorang yang mengerikan seperti Al? Jadi sahabatnya pula! Hah!

"Bisa cerita kenapa telepon gue nggak ada yang lo angkat? Sms gue nggak ada yang lo bales? Mention gue?"

Lhah. Kalau telepon dan pesan saja tidak ada yang digubris Lana, apalagi mention? Tapi Lana tahu bahwa dia bodoh jika mengatakan itu pada Al. Bukannya mempermudah masalah, dia malah menyiramkan minyak dalam kobaran api. Kompor!

Grey SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang