The date (part 2)

179 21 0
                                    

Lana duduk dengan tegang di bangku penumpang sambil terus memandang ke luar.

Dan tanpa sepengatahuan si pengendara mobil, dia beberapa kali melirik sambil menggumam di dalam hati.

Kebetulan banget, sih, keluhnya dalam hati.

***

"Fredrick?" tanya Lana sambil menyipitkan matanya mencoba melihat dengan jelas si pengendara mobil yang kini berhenti tepat di hadapannya.

Si pengendara hanya tertawa ringan tanpa menjawab pertanyaan Lana.

"Butuh tumpangan?" tanyanya kembali.

Dengan ragu Lana mengangguk kemudian membuka pintu penumpang.

Beberapa kali Lana melirik ke arah Fredrick yang sedang mengemudi dengan tenang.

"Lana, stop being childish," ucap Fredrick membuka percakapan.

Dengan bingung Lana menoleh, mendapati Fredrick yang masih setenang tadi mengemudikan mobilnya.

"I know that you have been avoiding Al all these days," ucap Fredrick yang telak membuat Lana bungkam.

Lana membuka mulutnya, siap melontarkan pertanyaan.

"Aku ketemu dia dua hari yang lalu di TS. And he got too drunk. Aku sempet heran orang yang begitu terkontrol macem Al bisa ngebiarin dirinya minum sampe semabuk itu," terang Fredrick, seolah-olah mengetahui apa yang akan ditanyakan Lana.

Dan penjelasan itu membuat Lana bungkam. Sukses menghilangkan segala macam jenis suara dalam mobil.

Lana duduk dengan tegang di bangku penumpang sambil terus memandang ke luar.

Dan tanpa sepengatahuan si pengendara mobil, dia beberapa kali melirik sambil menggumam di dalam hati.

Tau gitu gue tadi cari taksi aja, gerutunya.

***

"Elo ngapain ikut turun?" tanya Lana, keki karena Fredrick juga turun bersamanya ketika sampai di kantor Lana.

Fredrick hanya nyengir, tanpa menjawab pertanyaan.

Ini orang hobi banget bikin bete. Jawab kek, masa diem doang, ih, dengan sebal Lana mempercepat langkahnya agar Fredrick tidak mampu mengimbanginya. Tapi apalah daya, langkah kaki Lana yang pendek-pendek itu tidak bisa menyaingi langkah kaki Fredrick yang lebar-lebar.

"Pagi, Mbak," sapa Dicky ketika melihat bosnya datang.

Lana hanya tersenyum simpul sebagai balasan dari sapaan itu.

"Lho, Fred? Bareng Mbak Lana?" tanya Dicky, bingung dengan kehadiran Fredrick yang bebarengan dengan Lana.

Sekali lagi Fredrick tersenyum, "Iya, ketemu di jalan"

Kalo orang lain aja dijawab. Dasar rese, keluh Lana, lagi. Sama sekali tidak menyadari betapa akrabnya Dicky dengan Fredrick, yang notabene bukan orang kantor, dan bahkan jarang berada di sini.

Sedangkan Dicky yang mendengar jawaban itu hanya tersenyum-senyum saja tanpa menimpali, kemudian berjalan meninggalkan mereka sambil sebelumnya tersenyum dan menganggukkan kepala sekilas.

Melihat itu, Lana langsung saja menuju ruangannya, tanpa menoleh ke Fredrick. Biar saja, toh Fredrick kemari bukan untuk berbicara dengan Lana.

" Lana, tungguin kenapa, sih?" gerutu Fredrick sambil berlari kecil mengimbangi langkah Lana.

"Lhah, elo bukan mau ketemu Pak Danu?"

Sambil menghela napas, Frefrick menjawab, "Nggak lah, aku nganterin kamu"

Dahi Lana berkerut bingung.

" Terus ngapain ikut masuk?"

"Cuma mau mastiin aja kamu sampai dengan selamat sampai dalam kantor," jawabnya sambil terkekeh.

Mendengar itu, Lana hanya bisa terbengong-bengong kemudian sambil menghentak-hentakkan kakinya melangkah menuju ruangannya.

"Pulang nanti perlu dijemput nggak?" seru Fredrick ketika Lana hendak membuka pintunya. Dengan sekali gerak Lana menoleh, dengan mata menyipit tajam dia menjawab," ogah gue!"

Mendengar jawaban itu Fredrick hanya kembali terkekeh. Sebuah ide pun melintas di benaknya. Ha. Dengan langkah senang dia berjalan meninggalkan gedung itu, sama sekali tidak menyadari sepasang mata yang sedang mengamatinya dengan seksama.

***

Dengan gusar Lana duduk di kursi kerjanya, mencoba mengerjakan tugas yang mulai menumpuk. Berbagai pikiran berkecamuk di otaknya, membuat hatinya tak bisa tenang dan fokus.

Sial. Freya benar, dia menyebalkan. Fresrick benar, dia kekanakan. Tapi, apalagi yang bisa dia lakukan? Diperlakukan seperti itu oleh sahabatnya walaupun itu demi kebaikannya sendiri, Lana merasa tidak terima.

Tak urung, pekerjaan itu tak terjamah sama sekali. Hanya menumpuk di tengah meja di hadapan komputer yang juga berisi berbagai pekerjaan tanpa diaenruh oleh sang empunya.

Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Lana.

"Masuk," seru Lana, mengizinkan entah siapapun itu untuk membantunya sejenak melupakan pikirannya.

"Mbak Lana tadi dipanggil sama Pak Danu," ucap Melisa, begitu dipersilahkan masuk oleh Lana.

Dengan cepat Lana mengangguk, berpikir apa sekiranya yang membuat Lana dipanggil oleh Danu. Namun tanpa memikirkan itu lebih lanjut, Lana segera bangkit meninggalkan ruangannya yang semenjak tadi terasa seperti neraka.

Lana berjalan dengan nyaman, menyapa sekilas para anggota teamnya, kemudian melenggang dengan santainya menuju ruangan Danu.

"Langsung masuk aja, Mbak," ucap Sarah, tepat ketika melihat wajah Lana di hadapannya.

Tanpa menjawab apapun, hanya tersenyum sekilas sambil mengangguk, Lana membuka pintu coklat tua itu. Memperlihatkan sosok yang dihormatinya sedang duduk sambil membaca beberapa berkas dalam map berwarna merah.

"Pak,"dengan berani Lana memanggil Danu.

Danu yang baru sadar akan kehadiran Lana tersenyum dan mempersilahkannya duduk.

"Beresin barang kamu dari sini, lalu pulang!" Kalimat pembuka yang diucapkan Danu itu kontan membuat Lana membelalakkan matanya.

"L-l-lho t-tapi kenapa, Pak?" dengan tergagap Lana mencoba bertanya, bingung kesalahan apa yang telah ia buat hingga ia dipecat.

"Udah sana balik!"

"Pak!" dengan segenap keberanian Lana bersiap membantah, "bagian mana dari kinerja saya yang nggak memuaskan dan buat saya pantas dipecat?"

Danu yang mendengar ucapan--teriakan Lana--diam termangu sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak.

"Duh, Lan. Siapa juga yang mau pecat kamu?" pertanyaan dari Danu itu sukses membuat kening Lana berkerut bingung. " Kamu saya suruh pulang buat siap-siap," tambahnya, yang makin membuat Lana bingung.

Sambil berdecak Danu menambahkan, "Pulang, dandan yang cantik buat kencan kamu nanti. Dan nggak boleh membantah atau kamu beneran saya pecat!"

Lana melongo dengan sukses.

"HAH?!"

(....)

----------------------------------------------------------------

Saya bohong. Chapter ini ada tiga bagian.

Bagi yang kangen dengan Pierre, maaf saya belum bisa tampilkan karena Fredrick yang minta jatah dibanyakin.

Mohon dengan sangat apresiasi kalian, kritik dan saran diterima dengan sangat terbuka di sini, asal bukan hinaan saja.

Oh, saya berterimakasih seandainya ada yang kasih komentar 'lanjut', tetapi saya lebih senang seandainya ada yang mau memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam cerita ini yang bisa saya jadikan catatan ketika proses editing nanti.

Peluk penuh cinta,

Xev.

Grey SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang